“Ditujukan untuk memenuhi tugas”
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen : Drs.H.Sobirin HSB.MA
Jurusan : Tarbiyah - PAI (III-A)
Di susun Oleh
Kelompok
1 ( Satu )
-
Yulia
-
Yusrah
-
Zairanisa Fitri
-
Zakaria
-
Zakiah
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM JAM’IYAH MAHMUDIYAH TANJUNG PURA - LANGKAT
T.A : 2016- 2017
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang
maha Esa atas ridho dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
Makalah ini dengan penuh keyakinan serta usaha maksimal. Semoga dengan
terselesaikannya tugas ini dapat memberi pelajaran positif bagi kita semua.
Selanjutnya penulis juga ucapkan terima kasih kepada bapak
dosen Drs.H.Sobirin HSB.MA mata kuliah
Filsafat Ilmu yang telah memberikan tugas Makalah ini kepada kami sehingga
dapat memicu motifasi kami untuk senantiasa belajar lebih giat dan menggali
ilmu lebih dalam khususnya mengenai “Konsep
Filsafat dan Dasar Berfikir Filsafat ” sehingga dengan kami dapat menemukan hal-hal baru yang belum
kami ketahui.
Terima kasih juga kami sampaikan atas petunjuk yang di
berikan sehingga kami dapat menyelasaikan tugas Makalah ini dengan usaha
semaksimal mungkin. Terima kasih pula atas dukungan para pihak yang turut
membantu terselesaikannya laporan ini, ayah bunda, teman-teman serta semua
pihak yang penuh kebaikan dan telah membantu penulis.
Terakhir kali sebagai seorang manusia biasa yang mencoba
berusaha sekuat tenaga dalam penyelesaian Makalah ini, tetapi tetap saja
tak luput dari sifat manusiawi yang penuh khilaf dan salah, oleh karena itu
segenap saran penulis harapkan dari semua pihak guna perbaikan tugas-tugas serupa
di masa datang.
Tanjung
Pura,September , 2016
Tim Penyusun
Kelompok1 (Satu)
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara
historis filsafat merupakan induk ilmu, dalam perkembangannya ilmu makin
terspesifikasi dan mandiri, namun mengingat banyaknya masalah kehidupan yang
tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan untuk menjawabnya.
Filsafat memberi penjelasan atau jawaban substansial dan radikal atas masalah
tersebut. Sementara ilmu terus mengembangakan dirinya dalam batas-batas
wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal. Proses atau interaksi
tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian Filsafat Ilmu, oleh karena itu
filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang pemisah antara
filsafat dengan ilmu, sehingga ilmu tidak menganggap rendah pada filsafat, dan
filsafat tidak memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas alam secara dangkal.
Pada
dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya
pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu Pengetahuan/Sains), baik itu ciri
substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan manusia.
Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat yang tercakup
dalam bidang ontologi, epistemologi, dan axiologi dengan berbagai pengembangan
dan pendalaman yang dilakukan oleh para akhli.
B.
Rumusan Masalah
a.
Apa Pengertian
Filsafat ?
b.
Bagaimana Objek dan Struktur Filsafat Filsafat?
c.
Bagaimana
Sejarah Kelahiran Filsafat?
d.
Apa Sikap Dasar
Berfikir Filsafat?
C.
Tujuan Pembahasan
a.
Untuk Mengetahui
Pengertian Filsafat .
b.
Untuk Mengetahui
Objek dan Struktur Filsafat Filsafat
c.
Untuk Mengetahui
Sejarah Kelahiran Filsafat
d.
Untuk Mengetahui
Sikap Dasar Berfikir Filsafat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Apakah filsafat itu? Bagaimana definisinya? Demikianlah pertanyaan pertama yang
kita hadapi tatkala akan mempelajari ilmu filsafat. Istilah “filsafat” dapat
ditinjau dari dua segi, yakni: · Segi semantik: perkataan filsafat yang berasal
dari bahasa Yunani, ‘philosophia’, yang berarti ‘philos’ = cinta, suka
(loving), dan ‘sophia’ = pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi ‘philosophia’
berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran.[1]
Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang
cinta kepada pengetahuan disebut ‘philosopher’, dalam bahasa Arabnya
‘failasuf”. Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai
tujuan hidupnya, atau perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan
konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan
sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala
sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh
dengan segala hubungan.
Dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat bererti ‘alam pikiran’ atau ‘alam
berpikir’. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir bererti
berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.
Sebuah semboyan mengatakan bahwa “setiap manusia adalah filsuf”. Semboyan ini
benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu
tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf. Filsuf
hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh
dan mendalam. Tegasnya: Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari
dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain:
Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran
segala sesuatu.
Beberapa definisi Kerana luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka
tidak mustahil kalau banyak di antara para filsafat memberikan definisinya
secara berbeda-beda. Coba perhatikan definisi-definisi ilmu filsafat dari
filsuf Barat dan Timur di bawah ini: · Plato (427SM – 347SM) seorang filsuf
Yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan:
Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang
berminat mencapai kebenaran yang asli)[2].
· Aristoteles (384 SM – 322SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika,
logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki
sebab dan asas segala benda). Marcus Tullius Cicero (106 SM – 43SM) politikus
dan ahli pidato Romawi, merumuskan: Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu
yang mahaagung dan usaha-usaha untuk mencapainya. · Al-Farabi (meninggal 950M),
filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan : Filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang
sebenarnya. · Immanuel Kant (1724 -1804), yang sering disebut raksasa pikir
Barat, mengatakan : Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang
mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu:
” apakah yang dapat kita
ketahui? (dijawab oleh metafisika)
” apakah yang dapat kita
kerjakan? (dijawab oleh etika)
” sampai di manakah pengharapan
kita? (dijawab oleh antropologi) ·
Prof. Dr.
Fuad Hasan, guru besar psikologi UI, menyimpulkan: Filsafat adalah suatu
ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari
akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan penjajakan yang
radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang
universal. Drs H. Hasbullah Bakry merumuskan: ilmu filsafat adalah ilmu yang
menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan
manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya
sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia, dan bagaimana sikap manusia itu
seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
B.
Objek
dan Struktur Pembahasan Filsafat
1. Objek Pembahasan Filsafat
Isi filsafat ditentukan oleh objek
apa yang dipikirkan. Objek yang dipikirkan oleh filosof ialah segala yang ada dan yang mungkin ada,
jadi luas sekali. Objek yang diselidiki oleh filsafat ini disebut :[3]
a. Objek material, yaitu segala yang ada dan mungkin ada.
Tentang objek materia ini banyak yang sama dengan objek materia sains. Bedanya
ialah dalam dua hal. Pertama, sains menyelidiki objek materia yang empiris;
filsafat menyelidiki objek itu juga, tetapi bagian yang abstraknya. Kedua, ada
objek materia filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains, seperti
Tuhan, hari akhir, yaitu objek materia yang untuk selama-lamanya tidak
empiris.
b. Objek formal ialah penyelidikan yang mendalam,
filsafat ingin tahu bagian dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang
objek yang tidak empiris. Penyelidikan sains tidak mendalam karena ia hanya
ingin tahu sampai batas objek itu dapat diteliti secara empiris. Objek
penelitian sains ialah pada batas dapat diriset, sedangkan objek penelitian
filsafat adalah pada daerah tidak dapat diriset, tetapi dapat dipikirkan secara
logis. Sains menyelidiki dengan riset, filsafat meneliti dengan memikirkannya.
2. Struktur Pembahasan Filsafat
Pembahasan filsafat meliputi tiga
ranah pembahasan, yang disebut epistemology, ontology, dan aksiologi.
a. Epistemologi
Epistemologi membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh
pengetahuan. Tatkala manusia baru lahir, ia tidak mempunyai pengetahuan sedikit
pun. Nanti, tatkala ia 40 tahunan, pengetahuannya banyak sekali sementara
kawannya yang seumur dengan dia mungkin mempunyai pengetahuan yang lebih banyak
daripada dia dalam bidang yang sama atau berbeda. Bagaimana mereka itu
masing-masing mendapat pengetahuan itu? Mengapa dapat juga berbeda tingkat
akurasinya? Hal-hal semacam ini dibicarakan di dalam epistemologi.[4]
b. Ontologi
Setelah mengkaji cara memperoleh pengetahuan, filosof mulai menghadapi
objek-objeknya untuk memperoleh pengetahuan. Objek-objek itu dipikirkan secara
mendalam sampai pada hakikatnya. Inilah sebabnya bagian ini dinamakan
juga teori hakikat. Ada yang menama kan bagian ini ontologi.
Bidang pembicaraan terkait hakikat luas sekali, segala yang ada dan yang
mungkin ada, yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (yang dicarinya
ialah hakikat pengetahuan dan hakikat nilai). Nama lain untuk teori hakikat
ialah teori tentang keadaan.
Apa itu hakikat? Hakikat ialah realitas; realitas ialah kerealan;
"real" artinya kenyataan yang sebenarnya; jadi, hakikat adalah
kenya-taan yang sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara
atau keadaan yang menipu, bukan keadaan yang berubah. [5]
c. Aksiologi
Untuk mengetahui kegunaan filsafat, kita dapat memulainya dengan melihat
filsafat sebagai tiga hal :
1) Filsafat sebagai kumpulan teori, filsafat
digunakan untuk memahami dan mereaksi dunia pemikiran. Sebagai contoh : jika Anda-umpamanya tidak senang pada
komunisme maka Anda harus mengetahui lebih dahulu teori-teori filsafat Marxisme
karena teori filsafat dalam komunisme itu ada di dalam filsafat Marxisme.
2) Filsafat sebagai philosophy of life. filsafat
dipandang sebagai pandangan hidup, fungsinya mirip sekali dengan agama. Nah,
filsafat sebagai "agama" itu apa gunanya? Ya, gunanya sama dengan
kegunaan agama. Dalam posisi ini filsafat itu menjadi jalan kehidupan.
3) Yang amat penting ialah yang ketiga, yaitu filsafat
sebagai methodology dalam memecahkan masalah. Menyelesaikan masalah itu
melalui cara sains, pusat perhatiannya pada fakta empirik; biasanya
penyelesainnya tidak utuh karena fakta empirik tidak pernah utuh. Alternatif
orang menyelesaikan masalah melalui cara filsafat, berdasarkan hati nurani.[6]
C.
Penjelasan Umum, Pembelajaran dan
Pemahaman
Pengertian-pengertian
tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku maupun
karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie filsafat ilmu adalah segenap
pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang
menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan
manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang
eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan
saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Sehubungan
dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telah digambarkan pada
bagian pendahuluan dari tulisan ini bahwa filsafat ilmu merupakan penerusan
pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti
perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan
lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini
senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai
teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.
Filsafat
ilmu menurut Surajiyo merupakan cabang filsafat yang membahas tentang ilmu.
Tujuan filsafat ilmu adalah mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan
cara bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah
penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya.
Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu
sendiri[7].
Dalam
perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi
pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada
dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu,
tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia Oleh karena itu, diperlukan
perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu
bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu
kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau
mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento
Wibisono filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek
sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang
filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah
hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Lebih lanjut
Koento Wibisono mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut masalah keyakinan
ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang ilmuwan dalam
menjawab pertanyaan tentang apakah “ada” (being, sein, het zijn) itu. Inilah
awal-mula sehingga seseorang akan memilih pandangan yang
idealistis-spiritualistis, materialistis, agnostisistis dan lain sebagainya,
yang implikasinya akan sangat menentukan dalam pemilihan epistemologi, yaitu
cara-cara, paradigma yang akan diambil dalam upaya menuju sasaran yang hendak
dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana
yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu.[8]
Adapun
tujuan mempelajari filsafat ilmu menurut Amsal Bakhtiar adalah:
a) Mendalami
unsur-unsur pokok ilmu sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber,
hakekat dan tujuan ilmu.
b) Memahami
sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmudi berbagai bidang sehingga
kita dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporermsecara historis.
c) Menjadi
pedoman untuk membedakan studi ilmiah dan non ilmiah.
d) Mempertegas
bahwa persoalan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
Bagi
mahasiswa dan peneliti, tujuan mempelajari filsafat ilmu adalah
1) seseorang
(peneliti, mahasiswa) dapat memahami persoalan ilmiah dengan melihat ciri dan
cara kerja setiap ilmu atau penelitian ilmiah dengan cermat dan kritis.
2) seseorang
(peneliti, mahasiswa) dapat melakukan pencarian kebenaran ilmiah dengan tepat
dan benar dalam persoalan yang berkaitan dengan ilmunya (ilmu budaya, ilmu
kedokteran, ilmu teknik, ilmu keperawatan, ilmu hukum, ilmu sosial, ilmu
ekonomi dan sebagainya) tetapi juga persoalan yang menyangkut seluruh kehidupan
manusia, seperti: lingkungan hidup, peristiwa sejarah, kehidupan sosial politik
dan sebagainya.
3) Seseorang
(peneliti, mahasiswa) dapat memahami bahwa terdapat dampak kegiatan ilmiah
(penelitian) yang berupa teknologi ilmu (misalnya alat yang digunakan oleh
bidang medis, teknik, komputer) dengan masyarakat yaitu berupa tanggung jawab
dan implikasi etis. Contoh dampak tersebut misalnya
masalaheuthanasia dalam dunia kedokteran masih sangat dilematis dan
problematik, penjebolan terhadap sistem sekuriti komputer, pemalsuan terhadap
hak atas kekayaaan intelektual (HAKI) , plagiarisme dalam karya ilmiah.[9]
D. Kelahiran Filsafat
Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad
ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi
akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak
menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan.
Secara singkat
periodesasi perkembangan ilmu dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Pra Yunani Kuno (abad 15-7 SM)
Bangsa Yunani merupakan bangsa yang pertama kali berusaha menggunakan akal
untuk berpikir. Kegemaran bangsa Yunani merantau secara tidak langsung menjadi
sebab meluasnya tradisi berpikir bebas yang dimiliki bangsa Yunani. Kebebasan
berpikir Yunani disebabkan sebelumnya tidak pernah ada agama yang didasarkan
pada kitab suci.
Evolusi
ilmu pengetahuan dapat diruntut melalui sejarah perkembangan pemikiran yang
terjadi di Yunani,Babilonia, Mesir, China, Timur Tengah dan Eropa.
2. Zaman Yunani kuno
(abad-7-2 SM)
Zaman Yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa
ini orang memiliki kebebasan untuk mengeluarkan ide-ide atau pendapatnya,
Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudangnya ilmu dan filsafat, karena
Yunani pada masa itu tidak mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa Yunani juga
tidak dapat menerima pengalaman-pengalaman yang didasarkan pada sikap menerima
saja (receptive attitude) tetapi menumbuhkan anquiring attitude (senang
menyelidiki secara kritis). Sikap inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil
sebagai ahli-ahli pikir yang terkenal sepanjang masa. Beberapa tokoh yang
terkenal pada masa ini antara lain : Thales, Demokrates dan Aristoteles.[10]
3. Zaman Pertengahan
(Abad 2- 14 SM)
Zaman pertengahan (middle age) ditandai dengan para tampilnya theolog di
lapangan ilmu pengetahuan. Ilmuwan pada masa ini adalah hampir semuanya para
theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Atau
dengan kata lain kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran
agama. Semboyan pada masa ini adalah Anchila Theologia (abdi agama).
4. Masa Renaissance
(14-17 M)
Renaisance merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang
mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Zaman yang menyaksikan dilancarkannya
tantangan gerakan reformasi terhadap keesaan dan supremasi gereja katolik Roma,
bersamaan dengan berkembangnya humanisme. Zaman ini juga merupakan
penyempurnaan kesenian, keahlian, dan ilmu yang diwujudkan dalam diri jenius
serba bisa, Leonardo Da Vinci. Penemuan percetakan (kira-kira 1440 M) oleh
kolumbus memberikan dorongan lebih keras untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran
kembali sastra di Inggris, Prancis, dan Spanyol diwakili Shakespeare, Spencer,
Rabelais, dan Ronsard. Pada masa itu, seni musik juga mengalami perkembagan.
Adanya penemuan para ahli perbintangan seperti Copernicus dan Galileo menjadi
dasar munculnya astronomi modern yang merupakan titik balik dalam pemikiran
ilmu dan filsafat.
Tidaklah mudah membuat garis batas yang tegas antara zaman Renaisance dengan
zaman modern. Sementara orang menganggap bahwazaman modern hanyalah perluasan
Renaisance. Akan tetapi, pemikiran ilmiah membawa manusia lebih maju kedepan
dengan kecepatan yang besar, berkat kemampuan-kemampuan yang dihasilkan oleh
masa-masa sebelumnya. Manusia maju dengan langkah raksasa dari zaman uap ke
zaman listrik, kemudian ke zaman atom, elektron, radio, televisi, roket dan
zaman ruang angkasa.
5. Perkembangan
Filsafat Zaman Modern (17-19 M)
Zaman ini ditandai dengan berbagai dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari
berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan
bercorak sufisme Yunani. Paham – paham yang muncul dalam garis
besarnya adalah Rasionalisme, Idialisme, dengan Empirisme. Paham Rasionalisme
mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji
pengetahuan. Ada tiga tokoh penting pendukung rasionalisme ini, yaitu
Descartes, Spinoza, dan Leibniz. Sedangkan
aliran Idialisme mengajarkan hakekat fisik adalah jiwa, spirit. Ide ini
merupakan ide Plato yang memberikan jalan untuk memperlajari paham idealisme
zaman modern. Para pengikut aliran/paham ini pada umumnya, sumber filsafatnya
mengikuti filsafat kritisisismenya Immanuel Kant. Fitche (1762-1814) yang
dijuluki sebagai penganut Idealisme subyektif merupakan murid Kant.
Sedangkan Scelling, filsafatnya dikenal dengan filsafat Idealisme Objektif .
Kedua Idealisme ini kemudian disintesakan dalam Filsafat Idealisme Mutlak
Hegel.[11]
E.
Sikap Dasar Berfikir Filsafat
Filsafat adalah ilmu yang berusaha
mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran
atau rasio. Hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat
adalah
1) Keheranan;
2) Kesangsian;
3) Kesadaran akan keterbatasan karena merasa dirinya
sangat kecil, sering menderita, dan sering mengalami kegagalan.
Hal ini mendorong pemikiran bahwa di luar
manusia yang terbatas, pasti ada sesuatu yang tidak terbatas.
Dalam kehidupan, adakalanya kita
dapat menggolongkan manusia kedalam beberapa jenis berdasarkan pengetahuannya,
yaitu:
- Orang
yang mengetahui tentang apa yang diketahuinya;
- Orang yang mengetahui tentang apa yang tidak
diketahuinya;
- Orang yang tidak mengetahui tentang apa yang
diketahuinya;
- Orang yang tidak mengetahui tentang apa yang
tidak diketahuinya.
Orang dapat memperoleh pengetahuan
yang benar apabila orang tersebut termasuk golongan 1) dan sekaligus 2) yaitu
Orang yang mengetahui tentang apa yang diketahuinya sekaligus Orang yang
mengetahui apa yang tidak diketahuinya. Dengan demikian maka filsafat didorong
untuk mengetahui apa yang telah kita ketahui dan apa yang belum kita ketahui.
Pengetahuan diperoleh dari rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa
ragu-ragu dan filsafat dimulai dari kedua-duanya.
Tidak semua orang mampu berfilsafat,
orang yang akan mampu berfilsafat apabila memiliki sifat rendah hati, karena
memahami bahwa tidak semuanya akan dapat diketahui dan merasa dirinya kecil
dibandingkan dengan kebesaran alam semesta. Filsuf Faust mengatakan : ”Nah
disinilah aku, si bodoh yang malang, tak lebih pandai dari sebelumnya”.
Socrates menyadari kebodohannya dan berkata “yang saya ketahui adalah bahwa
saya tak tahu apa-apa”. Sifat selanjutnya adalah bersedia untuk mengoreksi diri
dan berani berterus terang terhadap seberapa jauh kebenaran yang sudah
dijangkaunya. Ilmu merupakan pengetahuan yang kita alami sejak bangku sekolah
dasar sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu
berarti kita berterus terang kepada diri sendiri mengenai:[12]
- Apakah yang sebenarnya yang saya ketahui tentang
ilmu?;
- Apakah ciri-ciri yang hakiki tentang ilmu
dibanding dengan yang bukan ilmu?;
- Bagaimanakah saya tahu bahwa ilmu yang saya
ketahui memang benar?;
- Kriteria apa untuk menentukan kebenaran?;
- Mengapa kita harus mempelajari ilmu?;
- Apakah
kegunaan ilmu itu?.
Befilsafat adalah merenung, orang
berfilsafat diibaratkan seperti seseorang di malam hari yang cerah memandang ke
langit melihat bintang-bintang yang bertaburan dan merenungkan hakekat dirinya
dalam lingkungan alam semesta. Hamlet berkata “Ah
Horaito, masih banyak lagi di langit dan di bumi, selain yang terjaring dalam
filsafatmu”. Inilah karakteristik berpikir filsafat yang
pertama yaitu “menyeluruh”.
Seorang yang picik akan merasa sudah
memiliki ilmu yang sangat tinggi dan memandang oang lain lebih rendah, atau
meremehkan pengetahuan orang lain, bahkan meremehkan moral, agama, dan
estetika. Orang yang berfilsafat seolah-olah memandang langit sembari
merenungkan bahwa betapa kecil dirinya dibandingkan seisi alam semesta, bahwa
betapa diatas langit masih ada langit, dan akhirnya dia menyadari kekerdilan
dan kebodohannya. Seperti Socrates yang berkata ”Ternyata saya tak tahu
apa-apa”. Selanjutnya Socrates berpikir filsafati yakni dia tidak percaya bahwa
ilmu yang sudah dimilikinya itu benar dan bertanya-tanya mengenai apakah
kriteria untuk menyatakan kebenaran?, apakah kriteria yang digunakan tersebut
sudah benar?, dan apakah hakekat kebenaran itu sendiri?. Socrates berpikir
tentang ilmu secara mendalam dan ini merupakan karakteristik berpikir filsafat
yang kedua yaitu “mendasar”.[13]
Pertanyaan-pertanyaan tersebut
berputar-putar dan melingkar yang seharusnya mempunyai titik awal dan titik
akhir. Namun bagaimana menentukan titik awal?. Akhirnya untuk menentukan titik
awal, kita hanya bisa berspekulasi. Inilah karakteristik berpikir filsafat yang
ketiga yaitu “spekulatif”.
Akhirnya kita menyadari bahwa semua
pengetahuan yang sekarang ada dimulai dari spekulasi. Dari serangkaian
spekulasi kita dapat memilih buah pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan
titik awal dari penjelajahan pengetahuan. Dengan demikian lengkaplah 3 karakter
berpikir filsafat yaitu meneyeluruh, mendasar dan spekulatif.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan
konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan
sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala
sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh
dengan segala hubungan.
Adapun
tujuan mempelajari filsafat ilmu menurut Amsal Bakhtiar adalah:
a) Mendalami
unsur-unsur pokok ilmu sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber,
hakekat dan tujuan ilmu.
b) Memahami sejarah
pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmudi berbagai bidang sehingga kita
dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporermsecara historis.
c) Menjadi
pedoman untuk membedakan studi ilmiah dan non ilmiah.
d) Mempertegas
bahwa persoalan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
Landasan berpikir filsafat adalah untuk mencari
hakikat kebenaran sesuatu yang sesungguhnya, baik dalam logika (kebenaran
berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisika (hakikat keaslian). Filsafat
memiliki beberapa ciri-ciri tertentu yaitu: radikal, universal, konseptual,
koheren dan konsisten, Sistematik, komprehensif, dan bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Tafsir,
Ahmad, 2010.Filsafat Umum .Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Anwar,Muhammad.2015.Filsafat Pendidikan Islam.(Jakarta: Prenada Media Group.
Surajiyo . 2010. Filsafat Ilmu dan
Perkembangannya di Indonesia. (Jakarta: Bumi Aksara.
Burhanuddin,
Salam. 2005 Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu (edisi revisi).
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.2008.
Berten,
K. 2006. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
Suriasumantri, Jujun S. 2003Filsafat
Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta: PT Total GrafikaIndonesia.
[1]
Muhammad Anwar.Filsafat Pendidikan Islam.(Jakarta:
Prenada Media Group.2015).hlm.3
[2] Ibid.Hlm.7
[3] Ahmad Tafsir. Filsafat
Umum (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 7-8
[4] Ibid.Hlm.23
[5] Ibid.Hlm.28-29
[6] Ibid.Hlm.42-43
[7]
Surajiyo . Filsafat
Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. (Jakarta: Bumi Aksara 2010.)
Hlm.45
[9]
Amsal Bakhtiar. Filsafat
Ilmu (edisi revisi). (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.2008.)hlm.20-21
[10] Berten,
K. Sejarah Filsafat Yunani. (Yogyakarta:
Kanisius. 2006).hlm.3
[11] Ibid.4-5
[12]
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu, Sebuah
Pengantar Populer. (Jakarta: PT Total GrafikaIndonesia.2003)hlm.23
[13] Ibid.Hlm 24-25