Saturday 23 December 2017

HUBUNGAN GURU DAN MURID TERHADAP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK




HUBUNGAN GURU DAN MURID TERHADAP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
DOSEN PENGAMPU : Ir. ELFIDAYATI, S.Pd.I, M.Ps.I

OLEH
KELOMPOK 11  ( Sebelas)

-         Risdiana
-         Nurhayati
-         Suryani Tarigan


PPRODI / SEMESTER : PAI – V - A


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
JAM’IYAH MAHMUDIYAH
TANJUNG PURA
 LANGKAT
2017

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkat atas  kehadirat Allah  yang maha Esa atas ridho dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah ini dengan penuh keyakinan serta usaha maksimal. Semoga dengan terselesaikannya tugas ini dapat memberi pelajaran positif bagi kita semua.
            Selanjutnya penulis juga ucapkan terima kasih kepada ibu  dosen  mata kuliah Perkembangan Peserta Didik   yang telah memberikan tugas Makalah ini kepada kami sehingga dapat memicu motifasi kami untuk senantiasa belajar lebih giat dan menggali ilmu lebih dalam khususnya mengenai “ Hubungan Guru Dan Murid Terhadap Perkembangan Anak ” sehingga dengan ini  kami dapat menemukan hal-hal baru yang belum kami ketahui.
Terima kasih juga kami sampaikan atas petunjuk yang di berikan sehingga penulis  dapat menyelasaikan tugas Makalah ini dengan usaha semaksimal mungkin. Terima kasih pula atas dukungan para pihak yang turut membantu terselesaikannya makalah ini, ayah bunda, teman-teman serta semua pihak yang penuh kebaikan dan telah membantu penulis.
Terakhir kali sebagai seorang manusia biasa yang mencoba berusaha sekuat tenaga dalam penyelesaian Makalah ini,  tetapi tetap saja tak luput dari sifat manusiawi yang penuh khilaf dan salah, oleh karena itu segenap saran penulis harapkan dari semua pihak guna perbaikan tugas-tugas serupa di masa datang.



Tanjung Pura, Desember 2017
Penyusun


          
          Kelompok 11 ( Sebelas ))


DAFTAR ISI

 




BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Guru merupakan seseorang yang memiliki tugas yang sangat berat yaitu mendidik, mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga nanti akan tumbuh generasi-generasi penerus bangsa yang berkualitas yang nantinya akan mengharumkan nama bangsa Indonesia ini. Berkat tugas yang dipikul oleh seorang guru sangat berat inilah menjadikannya sebagai seorang pahlawan tanpa tanda jasa.
Melihat begitu banyak tugas dan beban yang dipikul, seorang guru harus berhati-hati dalam melakukan apapun agar nantinya tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Selain itu, seorang guru harus memiliki kepribadian yang baik karena begitu banyak orang yang memperhatikan bahkan menirukan sikapnya itu. Apabila seorang guru memiliki kepribadian yang sangat buruk, secara tidak langsung muridnya pun akan mengikuti apa yang dilakukan oleh gurunya itu. Jika hal ini terus-menerus dibiarkan begitu saja akan berdampak buruk bagi kehidupan murid tersebut baik untuk saat itu juga maupun untuk kehidupannya kelak.

B.     Rumusan Masalah

a.       Bagaimana kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang guru.?
b.      Bagaimana pengaruh peran guru terhadap perilaku seorang murid?

C.    Tujuan Pembahasan

a.       Untuk mengetahui kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang guru.
b.      Untuk mengetahui pengaruh peran guru terhadap perilaku seorang murid .


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pribadi Guru

Tiap orang yang pernah sekolah dan karena itu berhubungaan dengan guru mempunyai gambaran tertentu tentang kepribadian guru. Ternyata banyak kesamaan mengenai gambaran orang pada umumnya tentang guru sehingga terbentuklah stereotip guru. Gambaran tentang guru tampak dalam cerita-cerita, film, sandiwara, karikatur dalam permainan peranan oleh anak-anak yang belum bersekolah.
Walaupun gambaran tentang guru itu tidak lengkap dan mungkin juga tidak benar seluruhnya, namun orang akan berinteraksi dengan guru berdasarkan stereotip guru itu.
Guru merupakan sumber pengetahuan utama bagi murid-muridnya, namun pada umumnya orang tidak memandang guru sebagai orang yang pandai yang memepunyai intelegensi yang tinggi. Orang yang ber-IQ tinggi akan menjadi dokter atau insinyur dan tidak menjadi guru, walaupun dalam kenyataan terbukti bahwa guru yang beralih jabatannya dapat melakukan tugasnya dengan baik sebagai jenderal, gubernur, menteri, duta besar, dan lain sebagainya. Walaupun demikian orang tetap berpegang pada stereotip guru.
Guru memang ada lainnya dengan pekerjaan lain. Guru wanita, bila dibandingkan dengan gadis atau wanita lain yang bekerja di kantor, bersifat lebih serius, berpakaian lebih konservatif karena enggan mengikuti mode terbaru, bahkan tak malu menggunakan pakaian berulang-ulang. Guru lebih kritis terhadap kelakuan orang lain, mungkin karena telah terbiasa mengecam kelakuan murid. Guru wanita tidak mudah bergaul dengan sembarangan orang. Dalam hiburan seperti nonton bioskop ia membatasi diri dan tak suka berjumpa dengan murid di tempat serupa itu.
Dalam suatu percobaan diperlihatkan 10 foto, diantaranya tiga foto guru yang khas. Ternyata bahwa murid-murid yang digunakan sebagai sampel kebanyakan tepat menerka foto guru, sedangkan untuk jabatan lain tebakan mereka meleset. Dari percobaan itu tampak bahwa orang memiliki gambaran tentang stereotip guru, orang yang serius, sadar akan harga diri, bersikap menjaga jarak sosial dengan orang lain.
Guru hendaknya memiliki kepribadian, yaitu diantaranya:[1]
1.    Kepribadian yang mantap dan stabil:
§  Bertindak sesuai dengan norma hukum
§  Bertindak sesuai dengan norma sosial
§  Memiliki konsisten dalam bertindak
2.    Kepribadian berakhlak mulia:
§  Berakhlak mulia dan menjadi teladan
§  Memiliki perilaku yang diteladani oleh peserta didik
3.    Kepribadian yang dewasa:
§  Menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik
§  Memiliki etos kerja sebagai guru
4.    Kepribadian yang arif:
§  Menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat
§  Menunjukkan dalam berfikir dan bertindak
5.    Kepribadian yang berwibawa:
§  Memiliki perilaku yang bersifat positif terhadap peserta didik
§  Memiliki perilaku yang disegani
Kepribadian akan turut menentukan apakah para guru dapat disebut sebagai pendidik yang baik atau sebaliknya, justru menjadi perusak anak didiknya. Guru sebagai teladan bagi murid-muridnya harus memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi kehidupannya. Karenanya guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengangkat kewibawaannya, terutama di depan murid-muridnya. Disamping itu guru juga harus mengimplementasikan nilai-nilai tinggi terutama yang diambilkan dari ajaran agama, misalnya jujur dalam perbuatan dan perkataan.[2]

B.     Perkembangan Pribadi Guru

Kepribadian guru terbentuk atas pengaruh kode kelakuan seperti yang diharapkan oleh masyarakat dan sifat pekerjaannya. Guru harus menjalakan perannya menurut kedudukannya dalam berbagai situasi sosial. Kelakuan yang tidak sesuai dengan peranan itu akan mendapat kecaman dan harus dielakkannya. Sebaliknya kelakuan yang sesuai akan dimantapkan dan norma-norma kelakuan akan diinternalisasikan dan menjadi suatu aspek dari kepribadiannya.
Dalam situasi kelaas guru menghadapi sejumlah murid yang harus dipandangnya sebagai “anaknya”. Sebaliknya murid-murid akan memperlakukannya sebagai bapak guru dan ibu guru. Berkat kedudukannya maka guru didewasakan, di-“tua”-kan sekalipun menurut usia yang sebenarnya belum pantas menjadi “orang tua”.
Orang tua murid akan memandang guru sebagai “partner” yang setaraf kedudukannya dan mempercayakan anak mereka untuk diasuh oleh guru. Dalam menjalankan peranannya sebagai guru ia lambat laun membentuk kepribadiannya. Ia diperlakukan oleh lingkungan sosialnya sebagai guru dan ia akan bereaksi sebagai guru pula. Ia menjadi guru karena diperlakukan dan berlaku sebagai guru.
Apa yang terjadi dengan guru juga terdapat pada orang lain yang mempunyai kedudukan dan peranan tertentu. Seorang bupati, gubernur ataupun menteri akan diperlakukan oleh lingkungan sosialnya dengan kehormatan yang layak diberikan kepada orang berpangkat tinggi. Berkat perlakuan itu bupati atau pejabat tinggi itu akan membentuk pribadinya yang serasi dengan jabatannya. Caranya berbicara, senyum, berjalan, duduk, berpakaian, akan disesuaikannya dengan perannya yang lambat laun menjadi ciri kepribadiannya yang mungkin akan melekat pada dirinya sepanjang hidupnya walaupun ia telah meninggalkan jabatannya.[3]
Namun ada pula orang yang hanya berkelakuan menurut jabatannya selama ia menjalankan peranan itu, seperti pegawai kantor, saudagar, supir, dan lain-lain. Di luar pekerjaannya ia bebas berkelakuan menurut kehendaknya tanpa terikat oleh jabatannya. Akan tetapi guru diharapkan senantiasa berkelakuan sebagai guru selama 24 jam sehari. Apa saja dilakukannya, kapan saja, apakah ia makan di restoran, menonton bioskop, menerima tamu di rumah ia harus senantiasa sadar akan kedudukannya sebagai guru. Ia harus mempertimbangkan film apa ditontonnya, di restoran mana ia makan, bagaimana ia harus berpakaian sewaktu menerima tamu.
Kedudukannya sebagai guru akan membatasi kebebasannya dan dapat pula membatasi pergaulannya. Ia tidak akan diajak melakukan kegiatan yang rasanya kurang layak bagi guru. Ia akan mencari pergaulannya terutama dari kalangan guru yang sependirian dengan dia.
Kepribadian sesungguhnya adalah sesuatu yang abstrak, sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala aspek kehidupan. Misalnya dalam tindakan, ucapan, caranya bergaul, berpakaian, dan dalam menghadapi persoalan atau masalah.
Ada 3 faktor yang menentukan dalam perkembangan kepribadian :[4]
1.      Faktor bawaan
Unsur ini terdiri dari bawaan genetik yang menetukan diri fisik primer (warna mata, kulit) selain itu juga kecenderungan-kecenderungan dasar misalnya kepekaan, penyesuaian diri.
2.      Faktor lingkungan
Faktor lingkungan seperti sekolah, atau lingkungan sosial/budaya seperti teman, guru, dan lain-lain. Dapat mempengaruhi terbentuknya kepribadian.
3.      Interaksi bawaan dan lingkungan
Interaksi yang terus menerus antara bawaan dan lingkungan menyebabkan timbulnya perasaan aku/diriku dalam diri seseorang.
Kepribadian guru terbentuk atas pengaruh kode kelakuan seperti yang diharapkan oleh masyarakat dan sifat pekerjaannya. Guru harus menjalankan peranannya menurut kedudukannya dalam berbagai situasi sosial.
Tingkah laku atau moral guru pada umumnya, merupakan penampilan lain dari kepribadian. Bagi anak didik yang masih kecil guru adalah contoh teladan yang sangat penting dalam pertumbuhannya, guru adalah orang pertama sesudah orang tua, yang mempengaruhi pembinaan kepribadian anak didik. Jika tingkah laku atau akhlak guru tidak baik, maka umunya akhak-akhlak anak didik akan rusak, karena anak mudah terpengaruh oleh orang-orang yang dikaguminya. Atau dapat juga menyebabkan anak didik gelisah, cemas atau terganggu jiwa karena ia menemukan contoh yang berbeda atau berlawanan dengan contoh yang selama ini didapatnya di rumah dari orang tuanya.
Menurut Athiyah Al-Abrosy bahwasannya sifat-sifat yang seyogyanya dimiliki seorang guru:
§  Hubungan guru dengan murid harus baik.
§  Guru harus selalu memperhatikan murid serta pelajaran mereka.
§  Guru harus peka terhadap lingkungan sekitar murid.
§  Guru wajib menjadi contoh/teladan di dalam keadilan dan keindahan serta kemuliaan.
§  Guru wajib ikhlas di dalam pekerjaannya.
§  Guru wajib menghubungkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan.
§  Guru harus selalu membaca dan mengadakan penyelidikan.
§  Guru harus mampu mengajar bagus penyiapannya dan bijaksana dalam menjalankan tugasnya.
§  Guru harus punya niat yang tetap.
§  Guru harus sehat jasmaninya.
§  Guru harus punya pribadi yang mantap.
Dalam situasi kelas, guru menghadapi sejumlah murid yang harus dipandangnya sebagai anaknya. Sebaliknya murid-murid akan memperlakukannya sebagai bapak guru dan ibu guru. Berkat kedudukannya, maka guru di dewasakan atau di tuakan, sekalipun menurut usia yang sebenarnya belum pantas menjadi orang tua.
Dalam menjalankan peranannya sebagai guru, ia lambat laun membentuk kepribadiannya. Ia diperlakukan oleh lingkungan sosialnya sebagai guru dan ia bereaksi sebagai guru pula. Jadi ia menjadi guru karena diperlakukan dan belaku sebagai guru.
Kedudukannya sebagai guru, akan membatasi kebebasannya serta dapat membatasi pergaulannya. Seorang guru tidak akan diajak melakukan kegiatan yang rasanya kurang layak bagi guru, tetapi seorang guru akan mencari pergaulannya terutama dari kalangan guru yang sependirian dengannya.

C.    Peran Guru

Di sekolah guru berperan sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Namun, tidak hanya berperan dalam KBM saja melainkan sangat berperan penting juga dalam proses pembentukan dan perkembangan perilaku siswa didiknya.[5]
Sebagai pendidikguru tidak hanya bertugas memberi dan menyampaikan materi mata pelajaran saja, melainkan harus dapat membimbing, mengarahkan dan memberi teladan yang baik untuk siswa didiknya sehingga dapat membantu menumbuhkan dan mengembangkan perilaku yang baik semua siswa didiknya.
Guru harus menjadi panutan dan dihormati oleh semua siswanya, untuk itu guru harus mampu memberikan dan menunjukan contoh perilaku yang baik dalam setiap kesempatan, baik di sekolah maupun di luar. Misalnya, saat menerangkan sesuatu permasalahan atau menjelaskan materi tidak menggunakan atau memberikan kata-kata yang kurang baik untuk seusia anak SD. Menunjukan sikap disiplin, misalnya guru harus membiasakan datang ke sekolah dan masuk kelas tepat waktu. Agar semua siswanya termotivasi untuk datang dan masuk kelas lebih awal sehingga tidak akan ada yang terlambat masuk kelas. Menanamkan nilai-nilai moral yang sangat penting bagi perkembangan psikologi siswa. Misalnya, mengajarkan kepada siswanya bahwa sebagai yang muda harus menghormati yang lebih tua dari kita.
Menurut Farwell dan Peter dalam Stone (1983) “Titik berat bimbingan di Sekolah Dasar adalah pada pengembangan pemahaman diri dan memberi kemudahan belajar kepada siswa.”[6]
Bahwa seorang guru membimbing murid-muridnya yaitu pada pengembangan perilaku dan pemahaman diri untuk mempunyai akhlak dan perilaku yang baik dari contoh yang diberikan oleh guru itu sendiri dan guru juga harus memberikan kemudahan dalam proses belajar mengajar dengan cara menciptakan suasana belajar yang nyaman dan tidak membosankan sehingga siswa dapat mengikuti KBM dengan perasaan yang menyenangkan dan semua materi yang disampaikan bisa diserap muridnya dengan mudah dan cepat.
Perilaku atau sikap guru akan memberikan warna yang tersendiri terhadap watak siswanya kedepan.Yaitu teladan yang ditunjukan oleh seorang guru akan lebih mudah dan cepat diserap atau melekat dalam perilaku siswa didiknya dibandingkan dengan materi mata pelajaran yang disampaikannya.
Seorang pendidik hanya dapat memberikan kepada anak didiknya apa-apa yang dipunyainya (Purwanto:2004). Pendapat itu menjelaskan bahwa jika seorang pendidik atau guru itu sendiri sering berbuat sesuatu yang tidak baik atau salah terhadap siswanya maka akan sia-sia semua apa yang telah ia berikan kepada siswanya itu.
Siswa sangat mengharapkan guru yang ideal yaitu yang dapat memberikan keteladanan dan contoh-contoh perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari, serta bukti apa yang dikatakan guru tersebut pasti siswanya akan melakukan sesuai perintah tersebut. Guru yang baik atau teladan adalah guru yang ketika ia menyuruh siswanya untuk disiplin maka ia harus terlebih dahulu belajar untuk disiplin. Misalnya seorang guru memerintahkan siswanya untuk membuang sampah pada tempatnya, maka gurulah yang terlebih dulu mencontohkan untuk membuang sampah pada tempatnya. Jadi, guru selalu mengedepankan perbuatan kemudian menyampaikan kepada siswa didiknya. Karena anak-anak selalu melihat dan mencontoh apa yang dilkukan seorang gurunya. Tetapi jika hanya mendengarkan saja pasti yang didengarnya itu akan terlintas sesaat kemudian akan hilang oleh perbuatan guru lainnya.[7]
Untuk itu, menjadi seorang guru harus bisa dijadikan teladan oleh semua siswa didiknya, mengetahui dan memahami tugas-tugas seorang guru yang baik dan teladan bukan hanya memberikan materi mata pelajaran saja tetapi memberikan contoh perilaku yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan akhlak dan perilaku siswa didiknya, apalagi siswa sekolah dasar mudah menyerap apa yang dicontohkan oleh orang yang lebih dewasa terutama gurunya.

D.    Jenis-Jenis Hubungan Guru-Murid

Hubungan guru murid banyak ragamnya bergantung pada guru, murid serta situasi yang dihadapi. Tiap guru mempunyai hubungan yang berbeda menurut pribadi dan situasi yang dihadapi. Untuk mempelajarinya, kita dapat berpegang pada tipe-tipe guru, misalnya guru yang otoriter yang menjaga jarak dengan murid dan guru yang ramah, yang dekat serta akrab dengan muridnya. Guru yang otoriter tak mengizinkan anak melewati batas atau jarak social tertentu. Guru itu tak ingin murid menjadi akrab dengan dia. Juga dalam situasi rekreasi ia mempertahankan jarak itu. Guru tetap merasa berkuasa dan berhak untuk memberikan perintah. Diharapkannya agar perintah itu juga ditaati. Guru yang otoriter ini yang mungkin dianggap kurang ramah tidak akan diajak oleh murid-muridnya dalam kegiatan santai yang gembira. Murid juga tidak akan mudah membicarakan soal-soal pribadi dengan dia. Jadi antara guru dan murid tidak terdapat hubungan yang akrab. Guru seperti ini disegani, ditakuti, mungkin juga kurang disukai atau justru dikagumi bila ia juga memiliki sifat-sifat baik.
Sebaiknya guru yang ramah akan dekat kepada muridnya. Murid-murid suka meminta dia turut serta dalam kegiatan rekreasi dan membicarakan soal-soal pribadi, namun mungkin dianggap kurang berwibawa.
Tipe guru yang murni, yang sepenuhnya otoriter atau sepenuhnya ramah tentu tidak ada. Tiap guru akan mempunyai kedua sifat itu dalam taraf tertentu. Akan tetapi kedua tipe itu dapat dijadikan pegangan yang berguna untuk menganalisis hubungan antara guru dan murid. Peranan yang dijalankan oleh guru dalam hubungannya dengan murid-muridnya akan mendekati salah satu tipe itu dalam taraf yang berbeda-beda. Respons murid terhadap peranan guru itu merupakan faktor utama yang menentukan efektivitas guru. Tipe kelakuan guru tertentu mungkin lebih efektif terhadap murid tertentu, misalnya bagi sejumlah murid tipe  guru yang otoriter yang efektif, sedangkan bagi murid lain tipe guru yang ramah lebih sesuai.
Adapun hubungan guru – murid dikatakan baik apabila hubungan itu memilki sifat-sifat sebagai  berikut:[8]
§  Keterbukaan, sehingga baik guru maupun murid saling bersikap jujur dan membuka diri satu sama lain;
§  Tanggap bilaman seseorang tahu bahwa dia dinilai oleh orang lain;
§  Saling ketergantungan antara satu dengan yang lain;
§  Kebebasan yang memperbolehkan setiap orang tumbuh dan mengembangkan keunikannya, kreatifitasnya dan kepribadiannya; 
§  Saling memenuhi kebutuhan, sehingga tidak ada kebutuhan satu orang pun yang tidak terpenuhi.

E.     Reaksi Murid Terhadap Peranan Guru

Pendidik dan peserta didik merupakan dua jenis status yang dimiliki oleh manusia-manusia yang memainkan peran fungsional dalam wilayah aktivitas yang terbingkai sebagai dunia pendidikan.
Reaksi murid yang berlainan terhadap tuntutan guru yang kurang dikehendaki antara lain : mengganggu jalannya pelajaran dalam kelas dan mengancam adanya perbedaan antara status guru dan murid.
Proses pendidikan banyak terjadi dalam interaksi sosial antara guru dan murid. Sifat interaksi ini banyak tergantung pada tindakan guru yang ditentukan antara lain oleh tipe peranan guru. Bagaimana reaksi murid terhadap peranan guru dapat diketahui dari ucapan murid tentang guru itu. Tentang hal ini telah dilakukan sejumlah penelitian.

F.     Perilaku Murid Berhubungan Dengan Perilaku Guru

Kita dapat mengamati perilaku anak dalam kelas dan mencoba melihat hubungannya dengan tindakan guru. Tak semua perbuatan anak diakibatkan perbuatan guru. Juga tidak selalu mudah dipastikan bahwa perilaku anak ada hubungannya dengan perilaku guru. Perilaku guru yang sama mungkin berbeda pengaruhnya terhadap murid di SD dan di SM.[9]
Perilaku anak dalam kelas yang kita amati dapat berupa (1) perbuatan yang menunjukkan ketegangan, rasa cemas yang tampak pada anak SD dengan mengicap jari, menarik-narik rambut, (2) perbuatan yang tak bertalian dengan pelajaran sepeti melihat-lihat ke depan, kiri-kanan, (3) bercakap-cakap atau berbisik-birik dengan anak lain, (4)  main-main dengan sesuatu, (5) mematuhi apa yang disuruh lakukan oleh guru, (6) tidak mematuhi perintah guru, melakukan sesuatu yang mengganggu pelajaran.
Pada umumnya perbuatan anak sebagai reaksi terhadap perilaku guru dapat bersifat menurut atau tidak menurut, menyesuaikan diri dengan perintah guru atau menentangnya. Anak yang menurut akan menunjukkan kerjasama, turut memberi sumbangan pikiran, mengajukan pertanyaan, memberi bantuan dan dengan demikian memperlancar pelajaran.
Dalam penelitian pada murid-murid SD ternyata bahwa bila guru itu dominatif maka lebih banyak murid yang bercakap-cakap, berbisik-bisik atau mengadakan kontak satu sama lain secara tersembunyi, bermain-main dengan sesuatu secara diam-diam. Jadi sebenarnya tidak mengindahkan guru. Mereka kurang atau jarang mengemukakan saran-saran atau buah pikirannya secara sukarela, kurang terdorong untuk menjawab pertanyaan guru atau mengajukan pertanyaan atau menyatakan sesuatu secara spontan / pada guru yang integratif anak-anak lebih berani dan bersedia untuk mengemukakan pendapatanya, lebih spontan dalam ucapannya dan suka bekerjasama.
Dominasi guru tak selalu berhasil untuk mencapai kepatuhan sepenuhnya, bahkan dapat menimbulkan konflik atau tantangan sekalipun dalam bentuk yang tersembunyi. Selain itu dominasi guru terhadap murid dapat menimbulkan dominasi murid terhadap murid-murid yang lain yang lebih lemah. Khususnya anak yang paling banyak didominasi oleh guru cenderung untuk menunjukkan kekuasaannya terhadap anak-anak lain sebagai kompensasi.
Berdasarkan studi ini dapat dikemukakan hipotesis yang berikut: (1) guru yang dominatif dalam kelas akan menghadapi murid-murid yang tidak menunjukkan sikap kerjasama, (2) murid-murid di bawah pimpinan guru-guru dominatif juga akan bersikap dominatif terhadap murid-murid lain, (3) guru-guru yang integratif atau koperatif dalam hubungannya dengan murid akan menimbulkan sikap kerjasama pada muridnya, baik terhadap guru mapun terhadap murid lainnya. Tampaknya dalam interaksi sosial, anak-anak meniru gurunya dan melakukannya dalam hubungan mereka dengan anak-anak lain.[10]
Guru yang dominatif dapat menimbulkan sikap menentang. Mereka ingin diakui kepribadiannya. Khususnya pemuda pada masa pubertas justru ingin membentuk kepribadiannya sebelum memasuki masa kedewasaannya. Karena itu mereka peka akan ucapan atau tindakan yang menyinggung perasaan dan harga dirinya. Terhadap tindakan yang demikian mereka berontak secara terbuka atau tersembunyi. Akan tetapi dalam hal pelajaran dan sekolah mereka ingin mendapat guru yang berwibawa, yang tegas, yang dapat menegakkan dan memelihara disiplin. Mereka tahu, tanpa disiplin, tanpa kewibawaan, otoritas atau dominasi guru murid-murid tidak akan belajar sungguh-sungguh. Dominasi guru dapat dijalankan tanpa menyinggung perasaan atau harga diri murid dan secara obyektif dapat ditujukan untuk mencapai hasil belajar yang diharapkan. Untuk mencapai hasil akademis tampaknya guru yang dominatif lebih serasi daripada guru yang integratif atau demokratis. Guru yang demoratis-integratif akan lebih disenangi oleh murid akan tetapi dalam pelajaran mengenai informasi atau pengetahuan mereka akan ketinggalan. Dalam pergaulan, murid-murid yang diajar oleh guru dominatif cenderung untuk mendominasi teman-temannya, sedangkan murid-murid guru yang integratif akan cenderung untuk bersikap ramah dalam persahabatannya.








BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Guru hendaknya memiliki kepribadian, yaitu diantaranya:
§  Kepribadian yang mantap dan stabil: bertindak sesuai dengan norma hukum, bertindak sesuai dengan norma sosial, memiliki konsisten dalam bertindak.
§  Kepribadian berakhlak mulia: berakhlak mulia dan menjadi teladan, memiliki perilaku yang diteladani oleh peserta didik.
§  Kepribadian yang dewasa: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik, memiliki etos kerja sebagai guru.
§  Kepribadian yang arif: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat, menunjukkan dalam berfikir dan bertindak.
§  Kepribadian yang berwibawa: memiliki perilaku yang bersifat positif terhadap peserta didik, memiliki perilaku yang disegani.
                        Peran guru sangat berpengaruh terhadap perilaku seorang murid di kalangan Sekolah Dasar karena murid tersebut lebih banyak menghabiskan waktu mereka di sekolah dan di sekolah tersebut mereka diawasi dan dididik oleh seorang guru.



DAFTAR PUSTAKA

Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, cet 1 .Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
Suryabrata, Sumadi .2006.Psikologi Pendidikan, Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada,
Muzdalifah dan M Rahman, 2005.Psikologi Perkembangan”, Kudus: Nora Media Enterpise.
Walgito, Bimo. 2002.Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta:,Andi Offset,



[1]  Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), cet 1, hlm. 15
[2] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 169-170.
[3] Ibid. h.171
[4]  Ibid., hal. 176-177.
[5]Muzdalifah dan M Rahman, “Psikologi Perkembangan”, (Kudus: Nora Media Enterpise.2005)  hlm. 32-33
[6]  Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta:,Andi Offset, 2002)Hlm.39-40
[6] Ibid., hlm. 245
[7] Ibid, h. 246
[8] Muzdalifah dan M Rahman, “Psikologi Perkembangan”, (Kudus: Nora Media Enterpise.2005)  hlm. 145

[9]  Ibid,hal, 147
[10] Ibid,hal, 148-149

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOPERATIF DALAM PEMBELAJARAN FIQIH

  BAB I PENDAHULUAN A.      Latar Belakang Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas adalah pembe...