HUBUNGAN
GURU DAN MURID TERHADAP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK
DIAJUKAN UNTUK
MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
DOSEN PENGAMPU : Ir. ELFIDAYATI, S.Pd.I, M.Ps.I
OLEH
KELOMPOK 11 ( Sebelas)
-
Risdiana
-
Nurhayati
-
Suryani Tarigan
PPRODI / SEMESTER : PAI – V - A
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM
JAM’IYAH
MAHMUDIYAH
TANJUNG
PURA
LANGKAT
2017
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkat atas kehadirat Allah yang maha Esa atas ridho dan hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah ini dengan penuh keyakinan serta
usaha maksimal. Semoga dengan terselesaikannya tugas ini dapat memberi
pelajaran positif bagi kita semua.
Selanjutnya
penulis juga ucapkan terima kasih kepada ibu
dosen mata kuliah Perkembangan
Peserta Didik yang telah memberikan
tugas Makalah ini kepada kami sehingga dapat memicu motifasi kami untuk
senantiasa belajar lebih giat dan menggali ilmu lebih dalam khususnya mengenai
“ Hubungan Guru
Dan Murid Terhadap Perkembangan Anak ” sehingga dengan ini
kami dapat menemukan hal-hal baru yang belum kami ketahui.
Terima kasih juga kami sampaikan atas petunjuk yang di
berikan sehingga penulis dapat
menyelasaikan tugas Makalah ini dengan usaha semaksimal mungkin. Terima kasih
pula atas dukungan para pihak yang turut membantu terselesaikannya makalah ini,
ayah bunda, teman-teman serta semua pihak yang penuh kebaikan dan telah
membantu penulis.
Terakhir kali sebagai seorang manusia biasa yang mencoba
berusaha sekuat tenaga dalam penyelesaian Makalah ini, tetapi tetap saja
tak luput dari sifat manusiawi yang penuh khilaf dan salah, oleh karena itu
segenap saran penulis harapkan dari semua pihak guna perbaikan tugas-tugas
serupa di masa datang.
Tanjung Pura, Desember 2017
Penyusun
Kelompok 11 ( Sebelas ))
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Guru merupakan seseorang yang
memiliki tugas yang sangat berat yaitu mendidik, mencerdaskan kehidupan bangsa
sehingga nanti akan tumbuh generasi-generasi penerus bangsa yang berkualitas
yang nantinya akan mengharumkan nama bangsa Indonesia ini. Berkat tugas yang
dipikul oleh seorang guru sangat berat inilah menjadikannya sebagai seorang
pahlawan tanpa tanda jasa.
Melihat begitu banyak tugas dan
beban yang dipikul, seorang guru harus berhati-hati dalam melakukan apapun agar
nantinya tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Selain itu, seorang
guru harus memiliki kepribadian yang baik karena begitu banyak orang yang
memperhatikan bahkan menirukan sikapnya itu. Apabila seorang guru memiliki
kepribadian yang sangat buruk, secara tidak langsung muridnya pun akan
mengikuti apa yang dilakukan oleh gurunya itu. Jika hal ini terus-menerus
dibiarkan begitu saja akan berdampak buruk bagi kehidupan murid tersebut baik untuk
saat itu juga maupun untuk kehidupannya kelak.
B. Rumusan Masalah
a.
Bagaimana kepribadian yang harus
dimiliki oleh seorang guru.?
b.
Bagaimana pengaruh peran guru
terhadap perilaku seorang murid?
C. Tujuan Pembahasan
a.
Untuk mengetahui kepribadian yang
harus dimiliki oleh seorang guru.
b.
Untuk mengetahui pengaruh peran guru
terhadap perilaku seorang murid .
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pribadi Guru
Tiap orang yang pernah sekolah dan
karena itu berhubungaan dengan guru mempunyai gambaran tertentu tentang
kepribadian guru. Ternyata banyak kesamaan mengenai gambaran orang pada umumnya
tentang guru sehingga terbentuklah stereotip guru. Gambaran tentang guru tampak
dalam cerita-cerita, film, sandiwara, karikatur dalam permainan peranan oleh
anak-anak yang belum bersekolah.
Walaupun gambaran tentang guru itu
tidak lengkap dan mungkin juga tidak benar seluruhnya, namun orang akan
berinteraksi dengan guru berdasarkan stereotip guru itu.
Guru merupakan sumber pengetahuan
utama bagi murid-muridnya, namun pada umumnya orang tidak memandang guru
sebagai orang yang pandai yang memepunyai intelegensi yang tinggi. Orang yang
ber-IQ tinggi akan menjadi dokter atau insinyur dan tidak menjadi guru,
walaupun dalam kenyataan terbukti bahwa guru yang beralih jabatannya dapat
melakukan tugasnya dengan baik sebagai jenderal, gubernur, menteri, duta besar,
dan lain sebagainya. Walaupun demikian orang tetap berpegang pada stereotip
guru.
Guru memang ada lainnya dengan
pekerjaan lain. Guru wanita, bila dibandingkan dengan gadis atau wanita lain
yang bekerja di kantor, bersifat lebih serius, berpakaian lebih konservatif
karena enggan mengikuti mode terbaru, bahkan tak malu menggunakan pakaian
berulang-ulang. Guru lebih kritis terhadap kelakuan orang lain, mungkin karena
telah terbiasa mengecam kelakuan murid. Guru wanita tidak mudah bergaul dengan
sembarangan orang. Dalam hiburan seperti nonton bioskop ia membatasi diri dan
tak suka berjumpa dengan murid di tempat serupa itu.
Dalam suatu percobaan diperlihatkan
10 foto, diantaranya tiga foto guru yang khas. Ternyata bahwa murid-murid yang
digunakan sebagai sampel kebanyakan tepat menerka foto guru, sedangkan untuk
jabatan lain tebakan mereka meleset. Dari percobaan itu tampak bahwa orang
memiliki gambaran tentang stereotip guru, orang yang serius, sadar akan harga
diri, bersikap menjaga jarak sosial dengan orang lain.
Guru hendaknya memiliki kepribadian,
yaitu diantaranya:[1]
1. Kepribadian yang mantap dan
stabil:
§ Bertindak
sesuai dengan norma hukum
§ Bertindak
sesuai dengan norma sosial
§ Memiliki konsisten
dalam bertindak
2. Kepribadian berakhlak mulia:
§ Berakhlak
mulia dan menjadi teladan
§ Memiliki
perilaku yang diteladani oleh peserta didik
3. Kepribadian
yang dewasa:
§ Menampilkan
kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik
§ Memiliki
etos kerja sebagai guru
4. Kepribadian yang arif:
§ Menampilkan
tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat
§ Menunjukkan
dalam berfikir dan bertindak
5. Kepribadian yang berwibawa:
§ Memiliki
perilaku yang bersifat positif terhadap peserta didik
§ Memiliki
perilaku yang disegani
Kepribadian akan turut menentukan
apakah para guru dapat disebut sebagai pendidik yang baik atau sebaliknya,
justru menjadi perusak anak didiknya. Guru sebagai teladan bagi murid-muridnya
harus memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan
idola dalam seluruh segi kehidupannya. Karenanya guru harus selalu berusaha
memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengangkat
kewibawaannya, terutama di depan murid-muridnya. Disamping itu guru juga harus
mengimplementasikan nilai-nilai tinggi terutama yang diambilkan dari ajaran
agama, misalnya jujur dalam perbuatan dan perkataan.[2]
B. Perkembangan Pribadi Guru
Kepribadian guru terbentuk atas
pengaruh kode kelakuan seperti yang diharapkan oleh masyarakat dan sifat
pekerjaannya. Guru harus menjalakan perannya menurut kedudukannya dalam
berbagai situasi sosial. Kelakuan yang tidak sesuai dengan peranan itu akan
mendapat kecaman dan harus dielakkannya. Sebaliknya kelakuan yang sesuai akan
dimantapkan dan norma-norma kelakuan akan diinternalisasikan dan menjadi suatu
aspek dari kepribadiannya.
Dalam situasi kelaas guru menghadapi
sejumlah murid yang harus dipandangnya sebagai “anaknya”. Sebaliknya
murid-murid akan memperlakukannya sebagai bapak guru dan ibu guru. Berkat
kedudukannya maka guru didewasakan, di-“tua”-kan sekalipun menurut usia yang
sebenarnya belum pantas menjadi “orang tua”.
Orang tua murid akan memandang guru
sebagai “partner” yang setaraf kedudukannya dan mempercayakan anak mereka untuk
diasuh oleh guru. Dalam menjalankan peranannya sebagai guru ia lambat laun
membentuk kepribadiannya. Ia diperlakukan oleh lingkungan sosialnya sebagai
guru dan ia akan bereaksi sebagai guru pula. Ia menjadi guru karena
diperlakukan dan berlaku sebagai guru.
Apa yang terjadi dengan guru juga
terdapat pada orang lain yang mempunyai kedudukan dan peranan tertentu. Seorang
bupati, gubernur ataupun menteri akan diperlakukan oleh lingkungan sosialnya
dengan kehormatan yang layak diberikan kepada orang berpangkat tinggi. Berkat
perlakuan itu bupati atau pejabat tinggi itu akan membentuk pribadinya yang
serasi dengan jabatannya. Caranya berbicara, senyum, berjalan, duduk,
berpakaian, akan disesuaikannya dengan perannya yang lambat laun menjadi ciri
kepribadiannya yang mungkin akan melekat pada dirinya sepanjang hidupnya
walaupun ia telah meninggalkan jabatannya.[3]
Namun ada pula orang yang hanya
berkelakuan menurut jabatannya selama ia menjalankan peranan itu, seperti
pegawai kantor, saudagar, supir, dan lain-lain. Di luar pekerjaannya ia bebas
berkelakuan menurut kehendaknya tanpa terikat oleh jabatannya. Akan tetapi guru
diharapkan senantiasa berkelakuan sebagai guru selama 24 jam sehari. Apa saja
dilakukannya, kapan saja, apakah ia makan di restoran, menonton bioskop,
menerima tamu di rumah ia harus senantiasa sadar akan kedudukannya sebagai
guru. Ia harus mempertimbangkan film apa ditontonnya, di restoran mana ia
makan, bagaimana ia harus berpakaian sewaktu menerima tamu.
Kedudukannya sebagai guru akan
membatasi kebebasannya dan dapat pula membatasi pergaulannya. Ia tidak akan
diajak melakukan kegiatan yang rasanya kurang layak bagi guru. Ia akan mencari
pergaulannya terutama dari kalangan guru yang sependirian dengan dia.
Kepribadian sesungguhnya adalah
sesuatu yang abstrak, sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat
diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala aspek
kehidupan. Misalnya dalam tindakan, ucapan, caranya bergaul, berpakaian,
dan dalam menghadapi persoalan atau masalah.
Ada 3 faktor yang menentukan dalam
perkembangan kepribadian :[4]
1.
Faktor bawaan
Unsur ini terdiri dari bawaan
genetik yang menetukan diri fisik primer (warna mata, kulit) selain itu
juga kecenderungan-kecenderungan dasar misalnya kepekaan, penyesuaian diri.
2.
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan seperti sekolah,
atau lingkungan sosial/budaya seperti teman, guru, dan lain-lain. Dapat
mempengaruhi terbentuknya kepribadian.
3.
Interaksi bawaan dan lingkungan
Interaksi yang terus menerus antara
bawaan dan lingkungan menyebabkan timbulnya perasaan aku/diriku dalam
diri seseorang.
Kepribadian guru terbentuk atas
pengaruh kode kelakuan seperti yang diharapkan oleh masyarakat dan sifat
pekerjaannya. Guru harus menjalankan peranannya menurut kedudukannya dalam
berbagai situasi sosial.
Tingkah laku atau moral guru pada
umumnya, merupakan penampilan lain dari kepribadian. Bagi anak didik yang masih
kecil guru adalah contoh teladan yang sangat penting dalam pertumbuhannya, guru
adalah orang pertama sesudah orang tua, yang mempengaruhi pembinaan kepribadian
anak didik. Jika tingkah laku atau akhlak guru tidak baik, maka umunya
akhak-akhlak anak didik akan rusak, karena anak mudah terpengaruh oleh
orang-orang yang dikaguminya. Atau dapat juga menyebabkan anak didik
gelisah, cemas atau terganggu jiwa karena ia menemukan contoh yang berbeda
atau berlawanan dengan contoh yang selama ini didapatnya di rumah dari orang
tuanya.
Menurut Athiyah Al-Abrosy
bahwasannya sifat-sifat yang seyogyanya dimiliki seorang guru:
§ Hubungan
guru dengan murid harus baik.
§ Guru harus
selalu memperhatikan murid serta pelajaran mereka.
§ Guru harus
peka terhadap lingkungan sekitar murid.
§ Guru wajib
menjadi contoh/teladan di dalam keadilan dan keindahan serta kemuliaan.
§ Guru wajib
ikhlas di dalam pekerjaannya.
§ Guru wajib
menghubungkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan.
§ Guru harus
selalu membaca dan mengadakan penyelidikan.
§ Guru harus
mampu mengajar bagus penyiapannya dan bijaksana dalam menjalankan tugasnya.
§ Guru harus
punya niat yang tetap.
§ Guru harus
sehat jasmaninya.
§ Guru harus
punya pribadi yang mantap.
Dalam situasi kelas, guru menghadapi
sejumlah murid yang harus dipandangnya sebagai anaknya. Sebaliknya murid-murid
akan memperlakukannya sebagai bapak guru dan ibu guru. Berkat kedudukannya,
maka guru di dewasakan atau di tuakan, sekalipun menurut usia yang sebenarnya
belum pantas menjadi orang tua.
Dalam menjalankan peranannya sebagai
guru, ia lambat laun membentuk kepribadiannya. Ia diperlakukan oleh lingkungan
sosialnya sebagai guru dan ia bereaksi sebagai guru pula. Jadi ia menjadi guru
karena diperlakukan dan belaku sebagai guru.
Kedudukannya sebagai guru, akan
membatasi kebebasannya serta dapat membatasi pergaulannya. Seorang guru tidak
akan diajak melakukan kegiatan yang rasanya kurang layak bagi guru, tetapi
seorang guru akan mencari pergaulannya terutama dari kalangan guru yang
sependirian dengannya.
C. Peran Guru
Di sekolah guru berperan sangat penting dalam kegiatan
belajar mengajar. Namun, tidak hanya berperan dalam KBM saja melainkan sangat
berperan penting juga dalam proses pembentukan dan perkembangan perilaku siswa
didiknya.[5]
Sebagai pendidik, guru tidak hanya
bertugas memberi dan menyampaikan materi mata pelajaran saja, melainkan harus
dapat membimbing, mengarahkan dan memberi teladan yang baik untuk siswa
didiknya sehingga dapat membantu menumbuhkan dan mengembangkan perilaku yang
baik semua siswa didiknya.
Guru harus menjadi panutan dan dihormati oleh semua
siswanya, untuk itu guru harus mampu memberikan dan menunjukan contoh perilaku
yang baik dalam setiap kesempatan, baik di sekolah maupun di luar. Misalnya,
saat menerangkan sesuatu permasalahan atau menjelaskan materi tidak menggunakan
atau memberikan kata-kata yang kurang baik untuk seusia anak SD. Menunjukan
sikap disiplin, misalnya guru harus membiasakan datang ke sekolah dan masuk
kelas tepat waktu. Agar semua siswanya termotivasi untuk datang dan masuk kelas
lebih awal sehingga tidak akan ada yang terlambat masuk kelas. Menanamkan
nilai-nilai moral yang sangat penting bagi perkembangan psikologi siswa.
Misalnya, mengajarkan kepada siswanya bahwa sebagai yang muda harus menghormati
yang lebih tua dari kita.
Menurut Farwell dan Peter dalam Stone (1983)
“Titik berat bimbingan di Sekolah Dasar adalah pada pengembangan pemahaman diri
dan memberi kemudahan belajar kepada siswa.”[6]
Bahwa seorang guru membimbing murid-muridnya yaitu
pada pengembangan perilaku dan pemahaman diri untuk mempunyai akhlak dan
perilaku yang baik dari contoh yang diberikan oleh guru itu sendiri dan guru
juga harus memberikan kemudahan dalam proses belajar mengajar dengan cara
menciptakan suasana belajar yang nyaman dan tidak membosankan sehingga siswa
dapat mengikuti KBM dengan perasaan yang menyenangkan dan semua materi yang
disampaikan bisa diserap muridnya dengan mudah dan cepat.
Perilaku atau sikap guru akan memberikan warna yang
tersendiri terhadap watak siswanya kedepan.Yaitu teladan yang ditunjukan oleh
seorang guru akan lebih mudah dan cepat diserap atau melekat dalam perilaku
siswa didiknya dibandingkan dengan materi mata pelajaran yang disampaikannya.
Seorang pendidik hanya dapat memberikan kepada
anak didiknya apa-apa yang dipunyainya (Purwanto:2004). Pendapat itu menjelaskan
bahwa jika seorang pendidik atau guru itu sendiri sering berbuat sesuatu yang
tidak baik atau salah terhadap siswanya maka akan sia-sia semua apa yang telah
ia berikan kepada siswanya itu.
Siswa sangat mengharapkan guru yang ideal yaitu yang
dapat memberikan keteladanan dan contoh-contoh perilaku yang baik dalam
kehidupan sehari-hari, serta bukti apa yang dikatakan guru tersebut pasti
siswanya akan melakukan sesuai perintah tersebut. Guru yang baik atau teladan
adalah guru yang ketika ia menyuruh siswanya untuk disiplin maka ia harus
terlebih dahulu belajar untuk disiplin. Misalnya seorang guru memerintahkan
siswanya untuk membuang sampah pada tempatnya, maka gurulah yang terlebih dulu
mencontohkan untuk membuang sampah pada tempatnya. Jadi, guru selalu
mengedepankan perbuatan kemudian menyampaikan kepada siswa didiknya. Karena
anak-anak selalu melihat dan mencontoh apa yang dilkukan seorang gurunya.
Tetapi jika hanya mendengarkan saja pasti yang didengarnya itu akan terlintas
sesaat kemudian akan hilang oleh perbuatan guru lainnya.[7]
Untuk itu, menjadi seorang guru harus bisa dijadikan
teladan oleh semua siswa didiknya, mengetahui dan memahami tugas-tugas
seorang guru yang baik dan teladan bukan hanya memberikan materi mata pelajaran
saja tetapi memberikan contoh perilaku yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan
akhlak dan perilaku siswa didiknya, apalagi siswa sekolah dasar mudah menyerap
apa yang dicontohkan oleh orang yang lebih dewasa terutama gurunya.
D. Jenis-Jenis Hubungan Guru-Murid
Hubungan guru
murid banyak ragamnya bergantung pada guru, murid serta situasi yang dihadapi.
Tiap guru mempunyai hubungan yang berbeda menurut pribadi dan situasi yang
dihadapi. Untuk mempelajarinya, kita dapat berpegang pada tipe-tipe guru,
misalnya guru yang otoriter yang menjaga jarak dengan murid dan guru yang
ramah, yang dekat serta akrab dengan muridnya. Guru yang otoriter tak
mengizinkan anak melewati batas atau jarak social tertentu. Guru itu tak ingin
murid menjadi akrab dengan dia. Juga dalam situasi rekreasi ia mempertahankan
jarak itu. Guru tetap merasa berkuasa dan berhak untuk memberikan perintah.
Diharapkannya agar perintah itu juga ditaati. Guru yang otoriter ini yang
mungkin dianggap kurang ramah tidak akan diajak oleh murid-muridnya dalam
kegiatan santai yang gembira. Murid juga tidak akan mudah membicarakan
soal-soal pribadi dengan dia. Jadi antara guru dan murid tidak terdapat
hubungan yang akrab. Guru seperti ini disegani, ditakuti, mungkin juga kurang
disukai atau justru dikagumi bila ia juga memiliki sifat-sifat baik.
Sebaiknya
guru yang ramah akan dekat kepada muridnya. Murid-murid suka meminta dia turut
serta dalam kegiatan rekreasi dan membicarakan soal-soal pribadi, namun mungkin
dianggap kurang berwibawa.
Tipe guru
yang murni, yang sepenuhnya otoriter atau sepenuhnya ramah tentu tidak ada.
Tiap guru akan mempunyai kedua sifat itu dalam taraf tertentu.
Akan tetapi kedua tipe itu dapat dijadikan pegangan yang berguna untuk
menganalisis hubungan antara guru dan murid. Peranan yang dijalankan oleh guru
dalam hubungannya dengan murid-muridnya akan mendekati salah satu tipe itu
dalam taraf yang berbeda-beda. Respons murid terhadap peranan guru itu
merupakan faktor utama yang menentukan efektivitas guru. Tipe kelakuan guru
tertentu mungkin lebih efektif terhadap murid tertentu, misalnya bagi sejumlah
murid tipe guru yang otoriter yang efektif, sedangkan bagi murid
lain tipe guru yang ramah lebih sesuai.
Adapun hubungan guru – murid
dikatakan baik apabila hubungan itu memilki sifat-sifat sebagai berikut:[8]
§ Keterbukaan,
sehingga baik guru maupun murid saling bersikap jujur dan membuka diri satu
sama lain;
§ Tanggap
bilaman seseorang tahu bahwa dia dinilai oleh orang lain;
§ Saling
ketergantungan antara satu dengan yang lain;
§ Kebebasan
yang memperbolehkan setiap orang tumbuh dan mengembangkan keunikannya,
kreatifitasnya dan kepribadiannya;
§ Saling
memenuhi kebutuhan, sehingga tidak ada kebutuhan satu orang pun yang tidak
terpenuhi.
E. Reaksi Murid Terhadap Peranan Guru
Pendidik dan peserta didik merupakan
dua jenis status yang dimiliki oleh manusia-manusia yang memainkan peran
fungsional dalam wilayah aktivitas yang terbingkai sebagai dunia pendidikan.
Reaksi murid yang berlainan terhadap
tuntutan guru yang kurang dikehendaki antara lain : mengganggu jalannya
pelajaran dalam kelas dan mengancam adanya perbedaan antara status guru dan
murid.
Proses pendidikan banyak terjadi
dalam interaksi sosial antara guru dan murid. Sifat interaksi ini banyak
tergantung pada tindakan guru yang ditentukan antara lain oleh tipe peranan
guru. Bagaimana reaksi murid terhadap peranan guru dapat diketahui dari ucapan
murid tentang guru itu. Tentang hal ini telah dilakukan sejumlah penelitian.
F. Perilaku Murid Berhubungan Dengan Perilaku Guru
Kita dapat mengamati perilaku anak
dalam kelas dan mencoba melihat hubungannya dengan tindakan guru. Tak semua
perbuatan anak diakibatkan perbuatan guru. Juga tidak selalu mudah dipastikan
bahwa perilaku anak ada hubungannya dengan perilaku guru. Perilaku guru yang
sama mungkin berbeda pengaruhnya terhadap murid di SD dan di SM.[9]
Perilaku anak dalam kelas yang kita
amati dapat berupa (1) perbuatan yang menunjukkan ketegangan, rasa cemas yang
tampak pada anak SD dengan mengicap jari, menarik-narik rambut, (2) perbuatan
yang tak bertalian dengan pelajaran sepeti melihat-lihat ke depan, kiri-kanan,
(3) bercakap-cakap atau berbisik-birik dengan anak lain,
(4) main-main dengan sesuatu, (5) mematuhi apa yang disuruh lakukan
oleh guru, (6) tidak mematuhi perintah guru, melakukan sesuatu yang mengganggu
pelajaran.
Pada umumnya perbuatan anak sebagai
reaksi terhadap perilaku guru dapat bersifat menurut atau tidak menurut,
menyesuaikan diri dengan perintah guru atau menentangnya. Anak yang menurut
akan menunjukkan kerjasama, turut memberi sumbangan pikiran, mengajukan
pertanyaan, memberi bantuan dan dengan demikian memperlancar pelajaran.
Dalam penelitian pada murid-murid SD
ternyata bahwa bila guru itu dominatif maka lebih banyak murid yang
bercakap-cakap, berbisik-bisik atau mengadakan kontak satu sama lain secara
tersembunyi, bermain-main dengan sesuatu secara diam-diam. Jadi sebenarnya
tidak mengindahkan guru. Mereka kurang atau jarang mengemukakan saran-saran
atau buah pikirannya secara sukarela, kurang terdorong untuk menjawab pertanyaan
guru atau mengajukan pertanyaan atau menyatakan sesuatu secara spontan / pada
guru yang integratif anak-anak lebih berani dan bersedia untuk mengemukakan
pendapatanya, lebih spontan dalam ucapannya dan suka bekerjasama.
Dominasi guru tak selalu berhasil untuk
mencapai kepatuhan sepenuhnya, bahkan dapat menimbulkan konflik atau tantangan
sekalipun dalam bentuk yang tersembunyi. Selain itu dominasi guru terhadap
murid dapat menimbulkan dominasi murid terhadap murid-murid yang lain yang
lebih lemah. Khususnya anak yang paling banyak didominasi oleh guru cenderung
untuk menunjukkan kekuasaannya terhadap anak-anak lain sebagai kompensasi.
Berdasarkan studi ini dapat
dikemukakan hipotesis yang berikut: (1) guru yang dominatif dalam kelas akan
menghadapi murid-murid yang tidak menunjukkan sikap kerjasama, (2) murid-murid
di bawah pimpinan guru-guru dominatif juga akan bersikap dominatif terhadap
murid-murid lain, (3) guru-guru yang integratif atau koperatif dalam
hubungannya dengan murid akan menimbulkan sikap kerjasama pada muridnya, baik
terhadap guru mapun terhadap murid lainnya. Tampaknya dalam interaksi sosial,
anak-anak meniru gurunya dan melakukannya dalam hubungan mereka dengan
anak-anak lain.[10]
Guru yang dominatif dapat
menimbulkan sikap menentang. Mereka ingin diakui kepribadiannya. Khususnya
pemuda pada masa pubertas justru ingin membentuk kepribadiannya sebelum
memasuki masa kedewasaannya. Karena itu mereka peka akan ucapan atau tindakan yang menyinggung perasaan dan harga dirinya.
Terhadap tindakan yang demikian mereka berontak secara terbuka atau
tersembunyi. Akan tetapi dalam hal pelajaran dan sekolah mereka ingin mendapat
guru yang berwibawa, yang tegas, yang dapat menegakkan dan memelihara disiplin.
Mereka tahu, tanpa disiplin, tanpa kewibawaan, otoritas atau dominasi guru
murid-murid tidak akan belajar sungguh-sungguh. Dominasi guru dapat dijalankan
tanpa menyinggung perasaan atau harga diri murid dan secara obyektif dapat
ditujukan untuk mencapai hasil belajar yang diharapkan. Untuk mencapai hasil
akademis tampaknya guru yang dominatif lebih serasi daripada guru yang
integratif atau demokratis. Guru yang demoratis-integratif akan lebih disenangi
oleh murid akan tetapi dalam pelajaran mengenai informasi atau pengetahuan
mereka akan ketinggalan. Dalam pergaulan, murid-murid yang diajar oleh guru
dominatif cenderung untuk
mendominasi teman-temannya, sedangkan murid-murid guru yang integratif akan
cenderung untuk bersikap ramah dalam persahabatannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Guru hendaknya
memiliki kepribadian, yaitu diantaranya:
§ Kepribadian
yang mantap dan stabil: bertindak sesuai dengan norma hukum, bertindak sesuai
dengan norma sosial, memiliki konsisten dalam bertindak.
§ Kepribadian
berakhlak mulia: berakhlak mulia dan menjadi teladan, memiliki perilaku yang
diteladani oleh peserta didik.
§ Kepribadian
yang dewasa: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik, memiliki
etos kerja sebagai guru.
§ Kepribadian
yang arif: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik,
sekolah dan masyarakat, menunjukkan dalam berfikir dan bertindak.
§ Kepribadian
yang berwibawa: memiliki perilaku yang bersifat positif terhadap peserta didik,
memiliki perilaku yang disegani.
Peran guru
sangat berpengaruh terhadap perilaku seorang murid di kalangan Sekolah Dasar
karena murid tersebut lebih banyak menghabiskan waktu mereka di sekolah dan di
sekolah tersebut mereka diawasi dan dididik oleh seorang guru.
DAFTAR PUSTAKA
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru, cet 1 .Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
Suryabrata, Sumadi .2006.Psikologi Pendidikan, Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada,
Muzdalifah
dan M Rahman, 2005. “Psikologi Perkembangan”, Kudus: Nora Media
Enterpise.
Walgito, Bimo. 2002.Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta:,Andi Offset,
[1] Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010),
cet 1, hlm. 15
[2] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan,
(Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 169-170.
[3] Ibid. h.171
[6] Ibid., hlm. 245
[7] Ibid, h. 246
[9] Ibid,hal, 147
[10] Ibid,hal, 148-149