Thursday 1 June 2017

PERUSAHAAN PERS






KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang PERUSAHAAN PERS ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai perusahaan pers. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah Kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi Kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan Kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.


Medan. 29 April 2017
Penyusun

Kelompok IV

DAFTAR ISI


 


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

                 Kebebasan berekspresi, berpendapat, dan kebebasan informasi merupakan manisfestasi dari tugas pers dalam melakukan kegiatan jurnalistiknya. Kemerdekaan pers adalah bagian dari kebebasan berekspresi, di Indonesia dijamin secara konstitusional melalui Pasal 28 E dan Pasal 28 huruf F Perubahan II Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Selain itu kemerdekaan pers dan berekspresi juga dijamin dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang lain, seperti Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik. Sebagai satu negara yang meratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, Indonesia tentunya dibebani kewajiban internasional untuk     melakukan     harmonisasi     berbagai     peraturan     perundang-undangannya agar tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan dari Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik.
                 Pada era reformasi dan demokrasi, adanya suatu kebebasan pers merupakan sebuah keharusan. Meskipun pada sisi lain menimbulkan persoalan   kontroversial.   Memang   kebebasan   pers   dijamin     secara nasional. Namun, kebebasan apapun tidak diharapkan adanya kebebasan pers yang total absolute
                 Namun, UU Pers yang menjamin kemerdekaan berekspresi dan berpendapat ternyata belum sepenuhnya dapat menjamin pers dalam melakukan tugas dan fungsinya sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini. Padahal dalam UU tersebut, pers dijamin dan mendapat perlindungan hukum, serta dibebaskan dari paksaan dan campur tangan pihak manapun. Hal ini dapat terlihat dari berbagai peristiwa yang menimpa dunia pers sejak jaminan dan peraturan tentang pers diundangkan. Hal yang harus menjadi perhatian adalah tentang jati diri pers itu sendiri.
                 Kebebasan pers masih belum dapat terwujud. Ketika ia  melakukan fungsinya sebagai wahana informasi dan alat kontrol sosial, pers masih dapat dijerat dengan pasal-pasal Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) dalam melakukan tugas jurnalistiknya. Padahal pers telah memilki undang- undangnya sendiri, yaitu UU Nomor 40 Tahun 1999. Namun, dalam praktiknya digunakan UU lain, seperti KUHP, untuk mengatur kegiatan jurnalistik yang dilakukan pers. Hal ini dapat mengarah pada krminalisasi pers sebagai bentuk lain dari pembungkaman terhadap dunia pers.

B.     Rumusan Masalah

                  

Berdasarkan     latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1.      Bagaimana kriteria perusahaan pers yang sesuai denan undang – undang hukum pers ?
2.      Bagaimanakah kedudukan dewan pers dalam menyelesaikan sengketa pemberitaan pers?

C.     Tujuan Pembahasan


1.      Untuk mengetahui kriteria perusahaan pers yang sesuai denan undang – undang hukum pers .
2.      Untuk mengetahui kedudukan dewan pers dalam menyelesaikan sengketa pemberitaan pers.




BAB II

PEMBAHASAN

A.    Kriteria Perusahaan Pers Yang Sesuai Denan Undang – Undang Hukum Pers

1.      Pengertian Perusahaan pers
            Istilah pers atau press berasal dari istilah latin Pressus artinya adalah tekanan, tertekan, terhimpit, padat. (Ensiklopedi politik 4). Pers dalam kosakata Indonesia berasal dari bahasa Belanda yang mempunyai arti sama dengan bahasa inggris “press”, sebagai sebutan untuk alat cetak.[1]
Keberadaan pers dari terjemahan istilah ini pada umumnya adalah sebagai media penghimpit atau penekan dalam masyarakat. Makna lebih tegasnya adalah dalam fungsinya sebagai kontrol sosial.7 Dalam Ensiklopedi Nasional Inonesia Jilid 13, pengertian pers itu dibedakan dalam dua arti. Pers dalam arti luas, adalah media tercetak atau elektronik yang menyampaikan laporan dalam bentuk fakta, pendapat, usulan dan gambar kepada masyarakat luas secara regular. Laporan yang dimakasud adalah setelah melalui proses mulai dari pengumpulan bahan sampai dengan penyiarannya. Dalam pengertian sempit atau terbatas, pers adalah media tercetak seperti surat kabar harian, surat kabar mingguan,majalah dan buletin, sedangkan media elektronik, meliputi radio, film dan televise.
Dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers, yang dimaksud dengan pers ialah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi: mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya, dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Dalam kamus lengkap bahasa Indonesia kata pers didefenisikan sebagai, usaha percetakan dan penerbitan; orang yang bergerak dalam penyiaran berita; wartawan; penyiaran berita melalui Koran, majalah, televise, radio, dsb.[2]
Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau menyalurkan informasi.
2.      UU yang mengatur Perusahaan Pers

 

                 Ketentuan umum tentang pers, pada UU PERS nomor 40/1999 menjelaskan apa itu pers dan apa itu perusahaan pers. Namun yang jelas peraturan nasional ini dipacu dengan konstitusi dasar tentang jaminan kebebasan mengeluarkan pendapat dan pemikiran yang dikenal pada pasal 28 UUD 1945.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan :[3]
1.      Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
2.      Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
3.      Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
4.      Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
5.      Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
6.      Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.
7.      Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan asing.
8.      Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
9.      Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.
10.  Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
11.  Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
12.  Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
13.  Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
14.  Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.
BAB II
ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN
PERANAN PERS
Pasal 2
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.[4]
Pasal 3
  1. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
  2. Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
 
Pasal 4
  1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
  2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
  3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
  4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Pasal 5
  1. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
  2. Pers wajib melayani Hak Jawab.
  3. Pers wajib melayani Hak Tolak.
Pasal 6
Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut :[5]
  1. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
  2. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan;
  3. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;
  4. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
  5. memperjuangkan keadilan dan kebenaran;
BAB III
WARTAWAN
Pasal 7
  1. Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
  2. Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 8
Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
BAB IV
PERUSAHAAN PERS
Pasal 9
  1. Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.
  2. Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.
Pasal 10
Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.
Pasal 11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.
Pasal 12
Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamt dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.
Pasal 13
Perusahaan iklan dilarang memuat iklan :[6]
  1. a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antarumat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
  2. b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  3. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
Pasal 14
Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.
BAB V
DEWAN PERS
Pasal 15
  1. Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
  2. Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
    1. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;
    2. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
    3. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
    4. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
    5. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
    6. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
    7. mendata perusahaan pers;
  3. Anggota Dewan Pers terdiri dari :
    1. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
    2. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
    3. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers;
  4. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota.
  5. Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
  6. Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
  7. Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari : [7]
    1. organisasi pers;
    2. perusahaan pers;
    3. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.
BAB VI
PERS ASING
Pasal 16
Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 17
  1. Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
  2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
    1. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
    2. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 18
  1. Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
  2. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
  3. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
  1. Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang pers yang berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
  2. Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku :[8]
  1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2815) yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia);
  2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala;
Dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 21
            Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

B.     Kedudukan Dewan Pers dalam Menyelesaikan Sengketa Pemberitaan Pers

                        Istilah pers atau press berasal dari istilah latin Pressus artinya adalah tekanan, tertekan, terhimpit, padat. (Ensiklopedi politik 4). Pers dalam kosakata Indonesia berasal dari bahasa Belanda yang mempunyai arti sama dengan bahasa inggris “press”, sebagai sebutan untuk alat cetak.[9]
                        Dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers, yang dimaksud  dengan pers ialah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi: mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya, dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

          Secara yuridis Dewan Pers pertama kali dibentuk tahun 1968 berdasar UU No. 11 Tahun 1966 tentang pokok pers yang ditandatangani presiden Soekarno. Dewan Pers kala itu berfungsi mendampingi pemerintah membina pertumbuhan dan perkembangan pers nasional (pasal 6 ayat (1) UU No. 11/1966). Ketua dewan pers secara ex-officio dijabat menteri penerangan.[10]

          Keadaan seperti itu berlangsung selama Pemerintahan orde   baru Dimana menteri penerangan tetap merangkap Ketu Dewan Pers. Setelah UU No. 11 tahun 1966 diganti UU No. 21 tahun 1982 terjadi perubahan tetapi tidak mengubah kedudukan dan fungsi dewan pers,  perubahan yang terjadi adalah dengan menyebut keterwakilan berbagai unsur dalam keanggotaan Dewan Pers, yaitu terdiri atas wakil organisasi pers, wakil pemerintah, dan wakil masyarakat (Pasal 6 ayat (2) UU No. 21 Tahun 1982). Sedangkan UU sebelumnya hanya menjelaskan “Anggota   Dewan Pers terdiri dari wakil-wakil organisasi pers dan ahli-ahli dalam bidang pers”.[11]

              Keberadaan pers dari terjemahan istilah ini pada umumnya  adalah sebagai media penghimpit atau penekan dalam masyarakat. Makna lebih tegasnya adalah dalam fungsinya sebagai kontrol sosial. Dalam Ensiklopedi Nasional Inonesia Jilid 13, pengertian pers itu dibedakan dalam dua arti. Pers dalam arti luas, adalah media tercetak atau elektronik yang menyampaikan laporan dalam bentuk fakta, pendapat, usulan dan gambar kepada masyarakat luas secara regular. Laporan yang dimakasud adalah setelah melalui proses mulai dari pengumpulan bahan sampai dengan penyiarannya. Dalam pengertian sempit atau terbatas, pers adalah media tercetak seperti surat kabar harian, surat kabar mingguan, majalah dan buletin, sedangkan media elektronik, meliputi radio, film dan televisi.

              Dalam kamus lengkap bahasa Indonesia kata pers didefenisikan sebagai, usaha percetakan dan penerbitan; orang yang bergerak dalam penyiaran berita; wartawan; penyiaran berita melalui Koran, majalah, televise, radio, dsb.[12]

              Dewan Pers adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang berfungsi untuk mengembangkan dan melindungi kehidupan pers di Indonesia. Dewan Pers berdiri sejak tahun 1966 melalui Undang-undang No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan pokok pers, tetapi pada saat itu Dewan Pers berfungsi sebagai penasehat Pemerintah dan memiliki hubungan secara struktural dengan Departemen Penerangan. Seiring berjalannya waktu Dewan Pers terus berkembang dan akhirnya memiliki dasar hukum terbaru yaitu Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sejak saat itu, Dewan Pers menjadi sebuah lembaga independen. Pembentukan Dewan Pers juga dimaksudkan untuk memenuhi Hak Asasi Manusia (HAM), karena kemerdekaan pers termasuk sebagai bagian dari HAM. Dewan Pers memiliki wewenang untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik. Sebagai lembaga independen, Dewan  Pers  tidak  memiliki  perwakilan  dari  Pemerintah  pada  jajaran anggotanya.[13]

              Kedudukan dewan pers dalam menyelesaikan sengketa pemberitaan pers adalah sebagai lembaga mediasi atas sengketa pemberitaan pers, dimana keputusannya sama dengan kedudukan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, sah, dan mengikat sebagai putusan akhir, yang efektifitasnya bergantung kepada itikad baik Para Pihak yang bersengketa dalam sengeta pers tersebut. Berdasarkan Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

 

Tentang Kekuasaan Kehakiman menjelaskan bahwa:[14]
“Selain Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya serta Mahkamah Konstitusi, terdapat badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman”.
Dan ayat (2), yang berbunyi:
“Fungsi yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a) penyelidikan dan penyidikan; b) penuntutan; c) pelaksanaan putusan; d) pemberian jasa hukum; dan e) penyelesaian sengketa di luar pengadilan.”
Kemudian pada Pasal 60 Ayat (1) yang menyatakan:
       “Alternatif penyelesaian sengketa merupakan lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur  yang disepakati para pihak, yakni pe-nyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli”.
Kemudian pada pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang menegaskan bahwa :[15]
       “Semua  sengketa  atau  beda  pendapat  yang  timbul   atau yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa”.
       Alternatif penyelesaian sengketa adalah lem-baga penyelesaian sengketa atau beda pen-dapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni, penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
       Sama halnya dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers pasal 15 ayat (2) huruf d yang menyatakan:
       “Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers”.
       Dalam artian, Dewan Pers melakukan peranannya sebagai mediator, dalam hal ini Dewan Pers lebih banyak mendengar keinginan para pihak posisi dewan pers disini hanya sebagai penengah. Kemudian sebagai fasilitator, disini dewan pers memberikan pertimbangan terhadap alternatif-alternatif yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan masalah. Kemudian Dewan Pers juga dapat melakukan Ajudikasi atau Dewan Pers sebagai “hakim” mengambil keputusan terhadap kasus yang diperiksanya. Ajudikasi merupakan cara penyelesaian suatu sengketa melalui lembaga peradilan (non-ajudikasi berarti di luar pengadilan).
       Dalam penyelesaian sengketa pers yang mengacu pada Undang- Undang Pers dan Kode Etik Jurnalis ini, peranan Dewan Pers sangatlah penting dalam kehidupan pers. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan Dewan Pers dalam penyelesaian sengketa pers adalah  menerima seluruh laporan dan pengaduan baik itu dari masyarakat, pemerintah, ataupun pers itu sendiri. Dalam penyelesaian sengketa pers yang dilaporkan atau diadukan tersebut Dewan Pers menggunakan mekanisme mediasi.
       Bila tidak tercapai titik temu antara kedua belah pihak, Dewan Pers kemudian mengeluarkan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang disampaikan kepada kedua pihak yang bersengketa. PPR itu juga dimuat di buletin ETIKA dan website Dewan Pers (www.dewanpers.or.id dan www.dewanpers.org) yang dapat diunduh oleh siapa pun.
       Dewan Pers selalu menekankan supaya masyarakat menggunakan Hak Jawab mereka. Dengan demikian akan ada referensi tertulis atau terekam bahwa berita yang keliru itu pernah dibantah dan diluruskan. Kalau tidak ada referensi tertulis atau terekam, maka masyarakat bahkan anak-cucu orang atau lembaga bersangkutan akan beranggapan bahwa berita itu benar adanya, karena tidak pernah dibantah.
       Karena itu, setiap kali ada berita yang merugikan, Dewan Pers menganjurkan segera digunakan Hak Jawab secara proporsional. Bantah setiap paragraf atau bagian yang tidak benar dengan fakta-fakta yang relevan, dan mengirim tembusannya ke Dewan Pers.

Asas Pers

- UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers

          Berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 2 yang menyatakan, kemerdekaan pers ialah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

·           Asas Demokrasi, Pers harus memegang prinsip demokrasi,   yaitu dengan menjunjung tinggi nilai demokrasi dengan  menghormati dan menjamin adanya hak asasi manusia dan menjunjung tinggi kemerdekaan dalam penyampaian pikiran/pendapatnya, baik secara lisan maupun tulisan.
·           Asas Keadilan, Dalam penyampaian informasinya kepada  khalayak ramai (masyarakat) itu harus memegang teguh nilai keadilan. Dimana dalam pemberitaan itu tidak memihak atau tunduk pada salah satu pihak tetapi harus berimbang dan tidak merugikan salah satu pihak (berat sebelah).
·           Asas Supremasi Hukum, Pers dalam menjalankan setiap kegiatannya harus berlandaskan hukum. Dimana meletakkan Hukum sebagai landasan bertindak yang diposisikan di tingkat tertinggi. Sehingga Pers tidak lantas begitu bebasnya bertindak meskipun telah ada jaminan Kebebasan Pers yang diberikan oleh Undang-Undang.
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 5 ayat (1) mewajibkan pers untuk menghormati asas praduga tak bersalah dalam memberitakan peristiwa dan opini yang menyatakan, Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
       Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU Pers menyebutkan bahwa “Pers nasional dalam menyiarkan informasi, tidak menghakimi  atau membuat kesimpulan kesalahan seseorang, terlebih lagi  untuk kasus-kasus yang masih dalam proses peradilan serta dapat mengakomodasikan kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan tersebut.”
       Menurut Pasal 3 Kode Etik Junalistik, wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Penafsiran dari ketentuan pasal ini antara lain:
1.            Menguji  informasi  berarti  melakukan  check  and  recheck tentang kebenaran informasi itu.
2.            Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing masing pihak secara proporsional.
3.            Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
4.            Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.




BAB III

PENUTUP

A.                Kesimpulan

Berdasarkan Uraian pembahasan pada bab sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1.          Kriteria perusahaan pers yang sesuai dengan undang undang tertera dalam Undang- Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
2.          Kedudukan dewan pers dalam menyelesaikan sengketa pemberitaan Media Massa adalah sebagai lembaga mediasi atas sengketa pemberitaan, dimana keputusannya sama dengan kedudukan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, sah, dan mengikat sebagai putusan akhir (final and binding), yang efektifitasnya bergantung kepada itikad baik Para Pihak yang bersengketa dalam sengeta pers tersebut. Karena berdasarkan Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 2 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, serta Pasal 15 ayat (2) huruf d Undang- Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Dimana penyelesaian sengketa dapat dilakukan diluar pengadilan yang efektifitasnya bergantung pada itikat baik.

B.      Saran

Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, penulis menarik beberapa saran untuk ditindak lanjuti, sebagai berikut:
1.      Perlu kita ketahu bahwa kriteria perusahaan Pers harus sesuai dengan dengan undang undang yang tertera dalam Undang- Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers
2.        Perlu dilakukan penguatan kedudukan dewan pers sebagai bentuk peradilan khusus penyelesaian sengketa pemberitaan pers melalui pengaturan dalam Undang-undang Pers maupun dalam Undang- undang Kekuasaan Kehakiman atau dalam Undang-undang tersendiri yakni dalam Undang-undang Badan Penyelesaian Sengketa Pers.
DAFTAR PUSTAKA

Hikma Kusumaningrat. Jurnalistik Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005
Kusmadi. Dewan Pers Periode 2010-2013. Jakarta: Dewan Pers. 2012
Lihat Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 38
Lihat pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Pius Abdillah. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Arkola, 2010
Samsul Wahidin. Hukum Pers. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999.Tentang Pers
Wikipedia.   2013. Dewan Pers.Dikutip pada laman website:  http: //id. wikipedia. org/ wiki/  Dewan_Pers diakses pada hari Sabtu, 30 April . Pkl 13.08 Wib



     [1] Samsul Wahidin. Hukum Pers. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 35
   [2] Pius Abdillah. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. (Surabaya: Arkola, 2010), hal. 498

[3] Lihat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999Tentang Pers
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Samsul Wahidin. Hukum Pers. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 35
[10] Kusmadi. Dewan Pers Periode 2010-2013. (Jakarta: Dewan Pers, 2012), hlm. 9
[11] Ibid, hal. 13
[12] Pius Abdillah. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. (Surabaya: Arkola, 2010),  hal. 498
[13] Wikipedia.        2013.        Dewan        Pers.        Dikutip        pada          laman        website: http://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Pers diakses pada hari Sabtu, 30 April . Pkl 13.08 Wib
[14] Lihat Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 38
[15] Lihat pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

No comments:

Post a Comment

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOPERATIF DALAM PEMBELAJARAN FIQIH

  BAB I PENDAHULUAN A.      Latar Belakang Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas adalah pembe...