Tuesday, 31 January 2017

Ayat – Ayat Tentang Konsep Ilmu Pengetahuan



Konsep Ilmu Pengetahuan

“Ditujukan untuk memenuhi tugas”
Mata Kuliah    : Tafsir
Dosen              :Ahmad.Darlis,M.Pd.I
Jurusan            : Tarbiyah - PAI  (II-B)

Di susun Oleh
Kelompok 6 ( Enam )

Yeni Triana
Siti Fatimah
Suhendri
Putri Wulandari
Siti Hartina

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM JAM’IYAH MAHMUDIYAH TANJUNG PURA - LANGKAT
TAHUN PERIODE : 2016- 2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt karena berkat rahmat Nya penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.Makalah ini merupakan makalah Tafsir  yang membahas Ayat - Ayat Tentang Konsep Ilmu Pengetahuan  .Secara khusus pembahasan dalam makalah ini diatur sedemikian rupa sehingga materi yang disampaikan sesuai dengan mata kuliah. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala­­-kendala yang kami hadapi teratasi . oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak dosen mata kuliah Tafsir 1  Bapak Ahmad Darlis,M.Pd.I yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada kami sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas makalah ini.
2.  Orang tua, teman dan kerabat  yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas makalah ini selesai.
Kami sadar, bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan.Untuk itu kami meminta maaf apabila ada kekurangan. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna meningkatkan kualitas makalah penulis selanjutnya. Kebenaran dan kesempurnaan hanya Allah-lah  yang punya dan maha kuasa .Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberikan manfaat tersendiri bagi generasi muda islam yang akan datang, khususnya dalam bidang Tafsir.



Tanjung Pura,  April  2016

Tim Penyusun
     Kelompok 6 ( Enam )



DAFTAR ISI

 






BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

            Sebagai makhluk yang diberi akal dan pikiran, manusia dituntut untuk berpikir serta menggali ilmu karena Islam sendiri telah mewajibkan untuk menuntut ilmu pengetahuan. Berbicara tentang Ilmu Pengetahuan dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, ada persepsi bahwa Al-Qur’an itu adalah kitab Ilmu Pengetahuan. Sekarang ini, di saat semua teknologi sudah canggih, dunia membuktikan dengan banyaknya temuan-temuan terkini yang ternyata semuanya sudah terdapat dalam Al-Qur’an. Penafsiran Al-Quran sendiri seolah tidak pernah selesai, karena setiap saat bisa muncul sesuatu yang baru, sehingga Al-Quran terasa selalu segar karena dapat mengikuti perkembangan zaman. Pada kesempatan ini penulis hendak sedikit mengulas tentang ayat-ayat Al-Quran tentang ilmu pengetahuan beserta tafsir dan analisisnya. Semoga apa yang penulis tulis dalam makalah ini sedikit membantu pembaca dalam memperoleh khazanah-khazanah keislaman yang baru.
            Berbicara tentang Ilmu Pengetahuan dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, ada persepsi bahwa Al-Qur’an itu adalah kitab Ilmu Pengetahuan. Persepsi ini muncul atas dasar isyarat-isyarat Al-Qur’an yang berkaitan dengan Ilmu Pengetahuan. Dari isyarat tersebut sebagian para ahli berupaya membuktikannya dan ternyata mendapatkan hasil yang sesuai dengan isyaratnya, sehingga semakin memperkuat persepsi tersebut.

B.     Rumusan Masalah

a.      Tafsir Surah Al Muzadilah Ayat 11
b.      Tafsir Surah Maryam Ayat 42-43
c.       Tafsir Surah At Taubah Ayat122
d.      Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 9




BAB II

PEMBAHASAN


A.     QS. Al – Muzadalah Ayat 11

1.      Terjemahan Ayat

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ١١
Artinya :
            Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

2.       Tafsir Ayat
              يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ  (Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kalian, "Berlapang-lapanglah) berluas-luaslah.[1] Kata (تفسّحوا) tafassahu dan (افسحوا ) ifsahu terambil dari kata (فسح) fasaha, yakni lapang. Sedang kata (انشزوا) unsyzuterambil dari kata (نشوز) nusyuz, yakni tempat yang tinggi. Perintah tersebut pada mulanya berarti beralih ke tempat yang tinggi. Yang dimaksud di sini pindah ke tempat lain untuk memberi kesempatan kepada yang lebih wajar duduk atau berada di tempat yang wajar pindah itu atau bangkit melakukan satu aktifitas positif. Ada juga yang memahaminya berdirilah dari rumah Nabi, jangan lama-lama di sana, karena boleh jadi ada kepentingan Nabi SAW yang lain dan yang perlu segera beliau hadapi
فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ (dalam majelis") yaitu majelis tempat Nabi saw. berada, dan majelis zikir sehingga orang-orang yang datang kepada kalian dapat tempat duduk. Dalam konteks ayat ini adalah tempat Nabi Muhammad SAW. memberi tuntunan agama ketika itu. Tetapi, yang dimaksud di sini adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk, tempat berdiri, atau bahkan tempat berbaring. Karena, tujuan perintah atau tuntunan ayat ini adalah memberi tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang yang dihormati atau  yang lemah. Seorang tua non-muslim sekalipun jika Anda-wahai yang muda-duduk di bus atau di kereta, sedang dia tidak mendapat tempat duduk, adalah wajar dan beradab jika Anda berdiri untuk memberinya tempat duduk.[2]
 فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ  (maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untuk kalian) di surga nanti. وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ (Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kalian") untuk melakukan salat dan hal-hal lainnya yang termasuk amal-amal kebaikanفَٱنشُزُواْ (maka berdirilah) menurut qiraat lainnya kedua-duanya dibaca fansyuzuu dengan memakai harakat damah pada huruf Syinnya
يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ (niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian) karena ketaatannya dalam hal tersebut و (dan) Dia meninggikan pula َٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰت (orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat) di surga nanti. yang dimaksud dengan ( الّذين اوتواالعلم)  yang diberi pengetahuan adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berati ayat di atas membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekadar beriman dan beramal saleh dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok yang kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain, baik secara lisan, atau tulisan, maupun dengan keteladanan. Ilmu yang di maksud oleh ayat di atas bukan saja ilmu agama, tetapi ilmu apapun yang bermanfaat.
وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِير (Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan) Allah mengetahui segala perbuatanmu. Tidak ada samar bagi-Nya, siapa yang taat dan siapa yang durhaka di antara kamu. Orang yang berbuat baik akan dibalas dengan kebaikan, dan orang yang berbuat buruk akan dibalas-Nya dengan apa yang pantas baginya, atau diampuni-Nya.[3]
Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa para sahabat berlomba-lomba untuk berdekatan dengan tempat duduk Rasulallah SAW untuk mendengarkan pembicaraan beliau yang mengandung banyak kebaikan dan keutamaan yang besar. Diperintahkan pula untuk memberi kelonggaran dalam majlis dan tidak merapatkannya, dan apabila yang demikian ini menimbulkan rasa cinta didalam hati dan kebersamaan dalam mendengarkan hukum-hukum agama, maka akan dilapangkan baginya kebaikan-kebaikan di dunia dan akhirat.
Isi kandungan pada ayat diatas berbicara tentang etika atau akhlak ketika berada dalam majelis ilmu. Etika dan akhlak tersebut antara lain ditunjukan untuk mendukung terciptanya ketertiban, kenyamanan dan ketenangan suasana dalam majelis, sehingga dapat mendukung kelancaran kegiatan ilmu pengetahuan. Ayat diatas juga sering digunakan para ahli untuk mendorong diadakannya kegiatan di bidang ilmu pengetahuan, dengan cara mengunjungi atau mengadakan dan menghadiri majeis ilmu. Dan orang yang mendapatkan ilmu itu selanjutnya akan mencapai derajat yang tinggi dari Allah.
Menurut Imam Al Qurthubi [4]"Maksud ayat di atas yaitu, dalam hal pahala di akhirat dan kemuliaan di dunia, Allah Subhanahu wa Taala akan meninggikan orang beriman dan berilmu di atas orang yang tidak berilmu. Kata Ibnu Mas`ud, dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Taala memuji para ulama. Dan makna bahwa Allah Subhanahu wa Ta ala akan meninggikan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat, adalah derajat dalam hal agama, apabila mereka melakukan perintah- perintah Allah".
3.       Asbabul Nuzul Ayat
Adapun sebab diturunkan ayat di atas adalah sebagai berikut:
·      Diriwayatkan bahwa apabila ada orang yang baru datang ke majlis Rasulullah, para sahabat tidak mau memberikan tempat duduk kepada orang lain. Kemudian Allah menurunkan ayat tersebut (al-Mujadilah: 11) sebagai perintah untuk memberikan tempat duduk kepada orang yang baru datang (HR. Ibnu Jarir dari Qatadah).
·      Dalam riwayat yang lain dikemukakan bahwa ayat tersebut diturunkan pada hari Jum’at, di saat pahlawan-pahlawan Badar datang ke forum pertemuan yang penuh sesak. Orang-orang yang hadir lebih awal tidak mau memberikan tempat duduk kepada mereka,sehingga mereka terpaksa berdiri. Lalu Rasulullah menyuruh para sahabat yang sedang duduk itu supaya mereka berdiri agar tamu yang baru datang mendapat tempat duduk. Namun, orang-orang yang diperintah berdiri itu merasa tersinggung perasaan mereka. Kemudian, Allah menurunkan ayat di atas (al-Mujadilah: 11) yang memerintahkan kepada mereka untuk memberikan tempat duduk kepada saudara-saudara mereka sesama mukmin (HR. Ibnu Abi Hatim dari Muqatil).[5]

B.      Qs. Maryam ayat 42-43

1.      Terjemahan Ayat

شَيْئًا عَنْكَ يُغْنِي وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يَسْمَعُ لَا مَا تَعْبُدُ لِمَ أَبَتِ يَا لِأَبِيهِ قَالَ إِذْ
            Artinya: Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya: "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?(Qs. Maryam :42)
سَوِيًّا طًاصِرَ كَ هْدِأَ فَاتَّبِعْنِي يَأْتِكَ لَمْ مَا الْعِلْمِ مِنَ جَاءَنِي قَدْ إِنِّي أَبَتِ يَا
            Artinya: Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. (Qs. Maryam :43)
Tafisr Qs Maryam Ayat 42
لِأَبِيهِ قَالَ إِذْ (Yaitu ketika ia berkata kepada bapaknya) yang bernama Azar, أَبَتِ يَا ("Wahai bapakku!) huruf Ta pada lafal Abati ganti dari Ya Idhafah, karena keduanya tidak dapat dikumpulkan menjadi satu. Azar adalah penyembah berhala عَنْكَ يُغْنِي وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يَسْمَعُ لَا مَا تَعْبُدُ لِمَ (Mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu) tidak dapat mencukupimu شَيْئًا (sedikit pun?) baik berupa manfaat maupun bahaya.[6]
Tafsir Qs. Maryam ayat 43
اطًاصِرَ كَ هْدِأَ فَاتَّبِعْنِي يَأْتِكَ لَمْ مَا الْعِلْمِ مِنَ جَاءَنِي قَدْ إِنِّي أَبَتِ يَا (Wahai bapakku! Sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan) penuntun سَوِيًّا (yang lurus) tidak menyimpang dari kebenaran.

C.     Qs. At- Taubah ayat 122

1.      Terjemahan Ayat
۞وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَة مِّنۡهُمۡ طَآئِفَة لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ ١٢٢
     Artinya :
 Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

2.      Tafsir Qs.At Taubah ayat 122
Tatkala kaum Mukminin dicela oleh Allah bila tidak ikut ke medan perang kemudian Nabi saw. mengirimkan sariyahnya, akhirnya mereka berangkat ke medan perang semua tanpa ada seorang pun yang tinggal, maka turunlah firman-Nya berikut ini[7]: لِيَنفِرُو وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ  (Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi) ke medan perang كَآفَّةۚ فَلَو لَا ۡ (semuanya. Mengapa tidak) نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَة (pergi dari tiap-tiap golongan) suatu kabilah مِّنۡهُمۡ طَآئِفَة (di antara mereka beberapa orang) beberapa golongan saja kemudian sisanya tetap tinggal di tempat ئِفَة لِّيَتَفَقَّهُواْ (untuk memperdalam pengetahuan mereka) yakni tetap tinggal di tempat فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ (mengenai agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya) dari medan perang, yaitu dengan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama yang telah dipelajarinya ۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ (supaya mereka itu dapat menjaga dirinya) dari siksaan Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sehubungan dengan ayat ini Ibnu Abbas r.a. memberikan penakwilannya bahwa ayat ini penerapannya hanya khusus untuk sariyah-sariyah, yakni bilamana pasukan itu dalam bentuk sariyah lantaran Nabi saw. tidak ikut. Sedangkan ayat sebelumnya yang juga melarang seseorang tetap tinggal di tempatnya dan tidak ikut berangkat ke medan perang, maka hal ini pengertiannya tertuju kepada bila Nabi saw. berangkat ke suatu ghazwah.[8]
Jadi dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang beriman tidak wajib pergi semua untuk berjihad dan meninggalkan negeri mereka dalam keadaan kosong. Tapi harus tetap ada yang tinggal disana dan satu kelompok lagi yang keluar menuntut ilmu yang bermanfaat. Apabila mereka kembali ke kampung halaman, mereka wajib mengajarkan ilmu yang diperoleh kepada kaumnya yang tidak ikut menuntut ilmu. Mereka harus memberikan pemahaman kepada kaumnya tentang agama Allah SWT, memperingatkan mereka akan bahaya maksiat dan melanggar perintah-Nya. Menyerukan supaya mereka bertakwa kepada Tuhan mereka dengan mengamalkan kitab-Nya dan sunnah Nabi SAW.
 Surat At-Taubah ayat 122 di atas menunjukkan betapa pentingnya pendidikan Islam kepada masyarakat, sehingga nabi SAW sendiri “Seolah-olah” melarang kaum muslimin  ikut berperang semuanya, tetapi harus ada sebagian dari mereka yang memfokuskan perhatiannya pada usaha mendalami ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu agama Islam.
3.      Asbabun Nuzul Ayat
Diriwayatkan oleh Ibn AbiHatim yang bersumberkan dari pada Ikrimah katanya, ketika turun ayat bermaksud: “Jika kamu tidak pergi beramai-ramai (untuk berperang pada jalan Allah – membela agama-Nya), Allah akan menyiksa kamu dengan azab siksa” (At-Taubah: 39) beberapa orang penduduk kampung yang jauh dari bandar tidak menyertai peperangan karena mengajar kaumnya tentang ilmu lalu orang-orang munafik berkata: “Celakalah orang-orang dikampung itu karena ada segelintir yang tidak turun ke medan perang”. Lalu turun ayat ini: وَمَا كَانَ المُؤمِنُونَ لِيَنْفِرُواكاَفَّةًhingga akhirnya



D.    QS. Az-Zumar ayat 9

1.      Terjemahana Ayat
أَمَّنۡ هُوَ قَٰنِتٌ انَآَ ءَ ٱلَّيۡلِ سَاجِدا وَقَآئِما يَحۡذَرُ ٱلۡأٓخِرَةَ وَيَرۡجُواْ رَحۡمَةَ رَبِّهِۦۗ قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٩
Artinya :
 (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Tafsir Ayat: [9]

أَمَّنۡ Apakah orang) dibaca Amman, dan dapat dibaca Aman هُوَ قَٰنِتٌ (yang beribadah) yang berdiri melakukan amal ketaatan, yakni salat انَآَ ءَ ٱلَّيۡلِ (di waktu-waktu malam) di saat-saat malam hari سَاجِدا وَقَآئِما (dengan sujud dan berdiri) dalam salat يَحۡذَرُ ٱلۡأٓخِرَةَ (sedangkan ia takut kepada hari akhirat) yakni takut akan azab pada hari itu وَيَرۡجُواْ رَحۡمَةَ (dan mengharapkan rahmat) yakni surga رَبِّهِ (Rabbnya) apakah dia sama dengan orang yang durhaka karena melakukan kekafiran atau perbuatan-perbuatan dosa lainnya. Menurut qiraat yang lain lafal Amman dibaca Am Man secara terpisah, dengan demikian berarti lafal Am bermakna Bal atau Hamzah Istifham ۗ قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُونَ (Katakanlah, "Adakah sama orang-orang yong mengetahui dengan orang-orang yong tidak mengetahui?") tentu saja tidak, perihalnya sama dengan perbedaan antara orang yang alim dan orang yang jahil.

إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ (Sesungguhnya orang yang dapat menerima pelajaran) artinya, man menerima nasihat أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ (hanyalah orang-orang yang berakal) yakni orang-orang yang mempunyai pikiran.
                    Allah berfirman : Apakah orang yang beribadah secara tekun dan tulus di waktu-waktu malam dalam keadaan sujud akan berdiri secara mantap demikian juga yang rukuk dan duduk atau berbaring, sedang ia terus menerus takut siksa akhirat dan saat yang sama senantiasa mengharapkan rahmat Tuhannya sama dengan mereka yang baru berdoa saat mendapat musibah dan melupakan-Nya ketika memperoleh nikmat serta menjadikan bagi Allah sekutu-sekutu? Tentu saja tidak sama! Katakanlah : “Adakah sama orang-orang yang mengetahui hak-hak Allah dan mengesakan-Nya dengan orang yang tidak mengetahui hak Allah dan mengkufuri-Nya? Sesungguhnya orang yang dapat menarik banyak pelajaran adalah Ulul Albab, yakni orang-orang yang cerah pikirannya.[10]
                        Awal ayat di atas ada yang membacanya aman dalam bentuk pertanyaan dan ada juga yang membacanya amman. Yang pertama merupakan bacaan Naafi, ini merupakan pendapat Ibnu Katsir, dan Hamzah. Ia terdiri dari huruf alif  dan man yang berarti siapa. Kata man berfungsi sebagai subjek (mubtada), sedang predikat (khabar)-nya tidak tercantum karena telah diisyaratkan oleh kalimat sebelumnya yang menyatakan bahwa orang-orang kafir mengada-adakan bagi Allah sekutu-sekutu dan seterusnya. Menurut Quraish bahwa bacaan kedua amman adalah bacaan mayoritas ulama. Ini pada mulanya terdiri dari dua kata yaitu am dan man, lalu digabung dalam bacaan dan tulisannya. Ia mengandung dua kemungkinan makna. Yang pertama kata am yang berfungsi sebagai kata yang digunakan bertanya. Maka dengan demikian ayat ini bagaikan menyatakan “Apakah si kafir yang mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah sama dengan yang percaya dan tekun beribadah? Yang kedua, kata am berfungsi memindahkan uraian ke uraian yang lain, serupa dengan kata bahkan. Makna ini menjadikan ayat di atas bagaikan menyatakan. “ Tidak usah mengancam mereka, tapi tanyakanlah apakah sama yang mengada-adakan sekutu bagi Allah dengan yang tekun beribadah? Sedangkan kata qaanit terambil dari kata qanuut, yaitu ketekunan dalam ketaatan disertai dengan ketundukan hati dan ketulusannya. Sementara itu, ulama menyebut juga nama-nama tertentu bagi tokoh yang dinamai qaanit oleh ayat di atas, seperti Sayyidina Abu Bakar, atau ‘Ammar Ibnu Yasir ra. dan lain-lain. Ini merupakan contoh dari sekian tokoh yang dapat menyandang sifat tersebut. Dengan kata lain ayat di atas menggambarkan sikap lahir dan batin siapa yang tekun itu. Sikap lahirnya digambarkan oleh kata-kata saajidan/ sujud dan qaaiman/ berdiri sedangkan sikap batinnya dilukiskan oleh kalimat yahdzaru al-akhirata wa yarjuu ar-rahmah/ takut kepada akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya. 

Analisa :
Pada ayat tersebut terlihat adanya hubungan orang yang mengetahui (berilmu) dengan melakukan ibadah di waktu malam, takut terhadap siksaan Allah di akhirat serta mengaharapkan ridha dari Allah; dan juga menerangkan bahwa sikap yang demikian itu merupakan salah satu ciri dari ulul al-bab, yaitu orang yang menggunakan hati untuk menggunakan dan mengarahkan ilmu pengetahuan tersebut pada tujuan peningkatan akidah, ketekunan beribadah dan ketinggian akhlak yang mulia.
Sehubungan dengan ayat هل يستوى الّذين يعلمون والّذين لا يعلمون, al-Maraghi mengatakan: “Katakanlah hai rasul kepada kaummu, adakah sama, orang-orang yang menengetahui bahwa ia akan mendapatkan pahala karena ketaatan kepada tuhannya dan akan mendapatkan siksaan disebabkan karena kedurhakaannya dengan orang yang mengetahui al-hal yang demikian itu?” Ungkapan pertanyaan dalam ayat ini menunjukan bahwa yang pertama (orang-orang yang mengetahui) akan dapat mencapai derajat kebaikan; sedangkan yang kedua (-orang-orang yang tidak mengetahui) akan mendapatkan kehinaan dan keburukan.
Imam Al Qurtubi berkata: "Menurut Az-Zujaj Radhiyallahuanhu, maksud ayat tersebut yaitu orang yang tahu berbeda dengan orang yang tidak tahu, demikian juga orang taat tidaklah sama dengan orang bermaksiat. Orang yang mengetahui adalah orang yang dapat mengambil manfaat dari ilmu serta mengamalkannya. Dan orang yang tidak mengambil manfaat dari ilmu serta tidak mengamalkannya, maka ia berada dalam barisan orang yang tidak mengetahui".



BAB III

PENUTUP

A.     Kesimpulan

Dari makalah dapat disimplkan bahwa ilmu pengetahuan memiliki kedudukan yang penting dalam alqu’an di buktikan dengan banyaknya ayat yang mejelaskan keutamaan memuntut ilmu.
Allah akan meninggikan tempat bagiorang-orang yang berilmu disurganya dan menjadikan mereka di dalam surga termasuk orang-orang yang berbakti tanpa kekhwatiran dan kesedihan. Mencari ilmu adalah sebuah kewajiban bagi umat manusia dan mengamalkannya juga merupakan ibadah. Semakin tinggi ilmu yang dikuasai, semakin takut pula kepada Allah SWT sehingga dengan sendirinya akan mendekatkan diri kepada-Nya.

B.  Saran

Demikian makalah ini penyusun buat, penyusun mohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan. Penyusun meminta kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.



DAFTAR FUSTAKA


Al-Mahalliy Jalalud– Din –dan Jalalud– Din – Al-Mahalliy,Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Terjemahan Mahyudin Syaf dan Bahrun Abubakar  Bandung:Sinar Baru,Cet 1,1990.
Shihab,  M. Quraish.Tafsir Al-Mishbah, Vol. 13 (Jakarta: Lentera Hati, 2002
Al-Maraghiy. Ahmad Musthafa, Tafsir Al-Maraghiy, juz XXVIII
Muhammad al-Wahidi, Asbab al-Nuzul,
Abudin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012
HamkaTafsir Al-Azhar Jilid 10  Jakarta : Pustaka Panjimas, 1998.




[1] Jalalud– Din – Al-Mahalliy dan Jalalud– Din – Al-Mahalliy,Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Terjemahan Mahyudin Syaf dan Bahrun Abubakar ( Bandung:Sinar Baru,Cet 1,1990) hal.2402
[2] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 13 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 490-491
[3] Ahmad Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy, juz XXVIII, hlm. 2
[4] HamkaTafsir Al-Azhar Jilid 10  (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1998) Hlm. 8059


[5] Muhammad al-Wahidi, Asbab al-Nuzul, hal: 213
[6]  Jalalud– Din – Al-Mahalliy dan Jalalud– Din – Al-Mahalliy,Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Terjemahan Mahyudin Syaf dan Bahrun Abubakar ( Bandung:Sinar Baru,Cet 1,1990) hal.2402
[7] Ibid.hal.819
[8] Ibid.hal.819
[9] Ibid.hal.1989-1990
[10] Abudin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012), Hlm245

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOPERATIF DALAM PEMBELAJARAN FIQIH

  BAB I PENDAHULUAN A.      Latar Belakang Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas adalah pembe...