Anjuran Belajar mengajar
“Ditujukan untuk memenuhi
tugas”
Mata Kuliah : Tafsir
Dosen :Ahmad.Darlis,M.Pd.I
Jurusan :
Tarbiyah - PAI (II-A)
Di susun Oleh
Kelompok 7 ( Tujuh )
Husnah Hukmanda
Indana Zulfa
Marimar Dongoran
Yusrah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM JAM’IYAH
MAHMUDIYAH TANJUNG PURA - LANGKAT
TAHUN PERIODE : 2016- 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt karena berkat
rahmat Nya penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.Makalah ini merupakan
makalah Tafsir yang
membahas “
Anjuran Belajar Mengajar ”.Secara khusus pembahasan dalam makalah ini diatur
sedemikian rupa sehingga materi yang disampaikan sesuai dengan mata kuliah.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami
hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala
yang kami hadapi teratasi . oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak dosen mata kuliah Tafsir 1 Bapak Ahmad Darlis,M.Pd.I yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada
kami sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas makalah ini.
2. Orang tua, teman dan kerabat yang
telah turut membantu,
membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas makalah ini selesai.
Kami sadar, bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan.Untuk itu
kami meminta maaf apabila ada kekurangan. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran
dari para pembaca guna meningkatkan kualitas makalah penulis selanjutnya.
Kebenaran dan kesempurnaan hanya Allah-lah yang punya dan maha kuasa
.Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberikan manfaat
tersendiri bagi generasi muda islam yang akan datang, khususnya dalam bidang Tafsir.
Tanjung Pura, April
2016
Tim
Penyusun
Kelompok 7 ( Tujuh )
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan Allah dengan berbagai potensi yang
dimilikinya, tentu dengan alasan yang sangat tepat potensi itu harus ada pada
diri manusia, sebagaimana sudah diketahui manusia diciptakan untuk menjadi
khalifatullah fil ardh. Potensi yang dimiliki manusia tidak ada artinya kalau
bukan karena bimbingan dan hidayah Allah yang terhidang di alam ini. Namun
manusia tidak pula begitu saja mampu menelan mentah-mentah apa yang dia lihat,
kecuali belajar dengan megerahkan segala tenaga yang dia miliki untuk dapat memahami
tanda-tanda yang ada dalam kehidupannya. Tidak hanya itu, manusia setelah
mengetahui wajib mengajarkan ilmunya agar fungsi kekhalifahan manusia tidak
terhenti pada satu masa saja, Dan semua itu sudah diatur oleh Allah SWT.
Menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia.
Tanpa ilmu manusia akan tersesat dari jalan kebenaran. Tanpa ilmu manusia tidak
akan mampu merubah suatu peradaban. Bahkan dirinyapun tidak bisa menjadi lebih
baik.
B. Rumusan Masalah
- Apa tafsiran surat Al-Alaq 1- 5?
- Seperti apakah tafsiran surat Al-Ghaasyiyah ayat 17-20?
- Bagaimana tafsiran surat Ali Imran ayat 190 -191?
- Bagaimana juga tafsiran surat At-Taubah ayat 122?
- Bagaimana tafsiran Al- Ankabut 19-20?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tafsiran surat Al-Alaq 1- 5
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam”.
[1]
Disebutkan dalam hadits-hadits sahih bahwa Nabi
Muhammad saw. Mendatangi gua hira’ untuk tujuan beribadah beberapa hari, beliau
kembali kepada istrinya (Siti Khadijah) untuk mengambil bekal secukupnya.
Hingga pada suatu hari didalam gua, beliau dikejutkan oleh mlaikat pembawa
wahyu ilahi. Malaikat berkata kepadanya, “Bacalah!” beliau menjawab “saya tidak
bisa membaca”. Perawi mengatakan bahwa untuk kedua kalinya malaikat memegang
Nabi dan menekan-nekannya hingga Nabi kepayahan dan setelah itu dilepaskan.
Malaikat berkata lagi kepadanya, “Bacalah!” kemudian Nabi menjawab dengan
jawaban yang sama. Yang ketika barulah nabi mengucapkan apa yang diucapkan oleh
malaikat yaitu surah al Alaq 1-5.
ayat 1).
“Bacalah! Dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta.” Dalam waktu pertama saja,
yaitu “bacalah”, telah terbuka kepentingan pertama di dalam perkembangan agama
ini selanjutnya. Nabi SAW disuruh membaca wahyu akan diturunkan kepada beliau
itu di atas nama Allah, Tuhan yang telah mencipta. Jadi jells bahwa Allah dalam
surah pertama menjelaskan bahwa ayat petama yang diturunkan mengenai
pendidikan. Dan diayat pertama juga telah berlangsung pendidkan tingkat Tinggi
dari alllah kepada Jibril unruk Nabi
Muhammad. Saw.[2]
Syekh “Abdul Halim Mahmud (mantan pemimpin tinggi Al-Azhar
Mesir) sebagaimana dikutip Quraish Shihab dia menulis dalam bukunya al-Qur’an Fi Syahr al-Qur’an: “ dengan
kalimat iqra’ bismi Rabbika,
al-Qur’an tidak hanya sekedar menyuruh membaca, tetapi membaca adalah lambang
dari segala apa yang dilakukan oleh manusia, baik yang sifatnya aktif maupun
pasif. Kalimat tersebut dalam pengertian dan semangatnya ingin menyatakan
“bacalah demi Tuhanmu, bergeraklah demi Tuhanmu, bekerjalah demi Tuhanmu” .
demikian juga ketika kita berhenti melakukan aktifitas hendaklah didasari pada Bismi rabbika sehingga akhirnya ayat itu
berarti “jadilah seluruh kehidupanmu,
Wujudmu, dalam cara dan tujuanmu, kesemuanya demi karena Allah semata”.[3]
(ayat 2). Yaitu “Menciptakan manusia dari
segumpal darah.” Yaitu peringkat yang kedua sesudah nuthfah, yaitu
segumpal air yang telah berpadu dari mani si laki-laki dengan mani si
perempuan, yang setelah 40 hari lamanya, air itu telah menjelma jadi segumpal
darah, dan dari segumpal darah itu kelak akan menjelma pula setelah melalui 40
hari, menjadi segumpal daging (Mudhghah).
(ayat
3). “Bacalah! Dan Tuhan engkau itu adalah Maha Mulia.” Setelah di ayat yang
pertama beliau disuruh membaca di atas nama Allah yang menciptakan insan dari
segumpal darah, diteruskan lagi menyuruhnya membaca di atas nama Tuhan. Sedang
nama Tuhan yang selalu akan diambil jadi sandaran hidup itu ialah Allah Yang
Maha Mulia, Maha Dermawan, Maha Kasih dan Sayang kepada Makhluk-Nya.
(ayat 4). “Dia yang mengajarkan dengan
qalam.” Itulah keistimewaan Tuhan itu lagi. Itulah kemuliaan-Nya yang
tertinggi. Yaitu diajarkan-Nya kepada manusia berbagai ilmu, dibuka-Nya
berbagai rahasia, diserahkan-Nya berbagai kunci untuk pembuka perbendaharaan
Allah, yaitu dengan qalam. Dengan pena! Di samping lidah untuk
membaca, Tuhan pun mentakdirkan pula bahwa dengan pena ilmu pengetahuan dapat
dicatat. Pena adalah beku dan kaku, tidak hidup, namun yang dituliskan oleh
pena itu adalah berbagai hal yang dapat difahamkan oleh manusia
(ayat 5). “Mengajari manusia apa-apa yang
dia tidak tahu.” Lebih dahulu Allah Ta’ala mengajar manusia mempergunakan qalam.
Sesudah dia pandai mempergunakan qalam itu banyaklah ilmu pengetahuan
diberikan oleh Allah kepadanya, sehingga dapat pula dicatatnya ilmu yang baru
didapatnya itu dengan qalam yang telah ada dalam tangannya:
Maka di dalam
susunan kelima ayat ini, sebagai ayat mula-mula turun kita menampak dengan
kata-kata singkat Tuhan telah menerangkan asal-usul kejadian seluruh manusia
yang semuanya sama, yaitu daripada segumpal darah, yang berasal dari segumpal
mani.
Ar-Razi menguraikan dalam tafsirnya,[4]
bahwa pada dua ayat pertama disuruh membaca di atas nama Tuhan yang telah
mencipta, adalah mengandung qudrat, dan hikmat dan ilmu dan rahmat. Semuanya
adalah sifat Tuhan. Dan pada ayat yang seterusnya seketika Tuhan menyatakan
mencapai ilmu dengan qalam atau pena, adalah suatu isyarat bahwa ada juga di
antara hukum itu yang tertulis, yang tidak dapat difahamkan kalau tidak
didengarkan dengan seksama. Maka pada dua ayat pertama memperlihatkan rahasia
Rububiyah, rahasia Ketuhanan. Dan di tiga ayat sesudahnya mengandung rahasia
Nubuwwat, Kenabian. Dan siapa Tuhan itu tidaklah akan dikenal kalau bukan dengan
perantaraan Nubuwwat, dan nubuwwat itu sendiri pun tidaklah akan ada, kalau
tidak dengan kehendak Tuhan.
Dari semua yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.
Manusia adalah makhluk yang
yang dapat dan harus didik
2.
Dengan pendidikan, potensi
keagamaan dan potensikemanusian akan berkembang secara normal dan wajar.
3.
Dengan pendidikan, martabat
kemanusiaan akan terjaga dan akan terus meningkat menuju kesempurnaan
4.
Dengan pendidikan, sifat sifat
jelek manusia akan dapat dikurangi.[5]
B. Tafsiran surat Al-Ghaasyiyah ayat
17-20
“Maka
apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan. Dan langit,
bagaimana ia ditinggikan?. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?. Dan bumi
bagaimana ia dihamparkan?.”[6]
Dalam kandungan ayat ini Allah SWT mengajak
orang-orang yang meragukan kekuasaannya untuk memperhatikan alam raya. Allah
berfirman maka apakah mereka tidak
memperhatikan bukti kuasa allah yang terbentang di alam raya ini, antara
lain kepada unta yang menjadi kendaraan
dan bahan pangan mereka bagaimana ia
diciptakan oleh Allah dengan sanngat mengagumkan? dan apakah mereka tidak merenungkan tentang
langit yang demikian luas dan yang selalu mereka saksikan bagaimana ia ditinggikan tanpa ada
cagak yang menopangnya? Dan juga
gunung-gunung yang demikian tegar dan mereka bias daki bagaimana ia ditergakkan? Dan bumi tempat kediaman mereka dan
yang tercipta bulat bagaiman ia
dihamparkan?
Penggunaan kata illa/kepada yang digandeng
dengan kata yanzhurun/melihat aatau memperhatikan, untuk mendorong setiap orang
melihat sampai batas ahkir yang dituunjuk oleh kata ila itu dalam hal ini unta.
Sehingga pandangan perhatian bnar-benar menyeluruh, sempurna dan mantap agar
dapat menarik darinya sebanyak mungkin bukti tentang kuasa allah da kehebatan
ciptaannya.
(17) “Maka apakah
mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan.”
Apakah kaum musyrikin mengingkari apa yang telah Kami
ceritakan kepada mereka tentang hari kebangkitan dan apa yang berkaitan
dengannya tentang kebahagiaan dan kesengsaraan ? Tidakkah mereka memperhatikan
perihal kejadian binatang unta yang menakjubkan dan selalu ada dihadapan mereka
serta selalu mereka pergunakan pada setiap kesempatan ? Jika mereka mau
memikirkan perihal penciptaan unta tersebut, niscaya mereka akan mendapatkan
bahwa di dalam penciptan unta terdapat suatu keajaiban diantara
binatang-binatang lain. Unta yang bertubuh besar, berkekuatan prima serta
memiliki ketahanan yang tinggi dalam menanggung lapar dan dahaga. Unta sangat
tahan dalam melakukan kerja berat, berjalan di terik matahari sahara tanpa
berhenti dan menempuh perjalanan sepanjang ribuan kilometer, sehingga
binatang ini patut menyandang gelar istimewa sebgai perahu sahara.
Ciri khas lain dari unta adalah wataknya yang penurut, baik
anak kecil maupun dewasa. Iapun tetap bersabar disakiti oleh keduanya. untuk
memberi makan kepadanya, cukuplah apa yang ada di padang penggembalaan berupa
daun-daunan dan pohon berduri. Di kalangan orang arab, unta di anggap sebagai
binatang yang menakjubkan, karena mereka sudah kenal betul dengan watak dan
tabiatnya.
Ayat ini dipaparkan dalam kalimat istifham (bertanya) yang
mengandung pengertian sanggahan terhadap keyakinan kaum kuffar dan sekaligus
merupakan celaan atas sikap keingkaran mereka kepada hari kebangkitan.
Sanggahan tersebut berupa argumen dengan dassar-dasar ilmu pengetahuan islam
yang didapatkan orang muslim dari Rasulnya, sehingga secara tidak langsung
terjadi proses belajar mengajar sebagai landasan orang muslim, baik itu ilmu
pengetahuan, filsafat, dan ilmu-ilmu lainnya.[7]
(18). “Dan langit bagaimana ia
tinggikan?”Apakah
mereka tidak memperhatikan kejadian langit yang terangkat demikian tingginya
tanpa memakai tiang penyangga ? Dengan
demikian, seseorang yang menginginkan derajat yang tinggi di sisi Allah , maka
ia wajib menuntut ilmu setinggi-tingginya.
(19)”Dan gunung-gunung bagaimana ia
ditegakkan ?Apakah
mereka tidak memperhatikan kepada kejadian gunung- gunung, bagaimana gunung-
gungung tersebut di pancangkan sedemikian kokohnya sehingga tidak goyah atau
goncang? Demikian juga seperti orang yang sudah memiliki ilmu pengetahuan maka
ia mempunyai landasan yang kuat, dan tidak terpengaruh oleh hal-hal yang
bertentangan.
(20) Dan bumi bagaimana di hamparkan
? Dan
dengan dihamparkannya bumi sedemikian rupa, ia sangat cocok untuk kebutuhan
para penghuninya. Mereka bisa memanfaatkan apa-apa yang ada di permukaan bumi
dan apa-apa yang ada di dalam perut bumi berupa aneka jenis tambang dan mineral
yang memberi faedah bagi kehidupan mereka Dengan demikian, ibarat manusia yang
sudah mempunyai ilmu ataupun iman dengan landasan yang kuat, ilmu tersebut
dapat digunakan atau dimanfaatkan ilmunya dengan baik.
Allah sengaja memaparkan semua ciptaannya secara khusus,
sebab bagi orang yang berakal dan mau belajar tentu akan mau memikirkan apa-apa
yang ada disekitarnya. Seseorang akan mau mempelajari bagaimana memperhatikan
unta yang dimilikinya. Pada saat ia mengangkat pandangannya ke atas – ia
melihat langit. Jika ia memalingkan pandangannya ke kiri dan ke kanan – tampak
di sekelilingnya gunung-gunung. Dan jika meluruskan pandangannya atau menunduk
– ia akan melihat bumi yang terhampahar. Bagi orang-orang arab dalam
kesehariannya mereka tentu akan melihat kesemuanya itu.
Sebab itu Allah memerintahkan mereka agar mau belajar
memikirkan seluruh kejadian benda-benda di alam semesta. Dengan seperti itu
manusia dapat mempelajari hal-hal ( yang telah diciptakan oleh Allah dari
penciptaan yang fakta, manusia dapat melihat lalu menggerakkan otaknya untuk
berfikir bagaimana Allah menciptakan semuanya semesta alam. Apabila mereka
telah mempelajari dan memperhatikan semua tentang ciptaan Allah dengan seksama,
tentu mereka akan mengakui bahwa penciptanya dapat membuktikan manusia pasti
akan kembali pada hari kiamat nanti, dengan bertujuan beriman kepada Allah. [8]
C. Tafsiran surat Ali Imran ayat 190 -191
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari
siksa neraka."[9]
Tafsir
Kontemporer (oleh kementrian agama RI)
(190.) Ketika sedang tidur dengan istrinya yaitu Aisyah,
Rasulullah beranjak dari tidurnya dan mengambil wudhu untuk shalat, membaca dan
merenungkan Al- Qur’an. Beliau merasa seperti seorang hamba yang tidak
bersyukur kepada Allah. Karena berkaitan dengan memikirkan pergantian siang dan
malam, mengikuti terbit dan terbenamnya matahari, siang lebih lama dari malam
dan sebaliknya. Semuanya itu menunjukkan atas kebesaran dan kekuasaan
penciptanya bagi orang- orang yang berakal. Memikirkan terciptanya langit dan
bumi, pergantian siang dan malam secara teratur dengan menghasilkan waktu-
waktu tertentu bagi kehidupan manusia merupakan satu tantangan tersendiri bagi
kaum intelektual beriman. Mereka diharapkan dapat menjelaskan secara akademik
fenomena alam itu, sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwa Tuhan tidaklah
menciptakan semua fenomena itu dengan sia- sia.
(191). Salah satu ciri khas bagi orang berakal yang
merupakan sifat khusus manusia dan kelengkapan ini dinilai sebagai makhluk yang
memiliki keunggulan dibanding makhluk lain, yaitu apabila ia memperhatikan
sesuatu, selalu memperoleh manfaat dan faedah, ia selalu menggambarkan
kebesaran Allah, mengingat dan mengenang kebijaksaan, keutamaan dan banyaknya
nikmat Allah kepadanya, ia selalu mengingat Allah di setiap waktu dan keadaan,
baik pada waktu ia berdiri, duduk atau berbaring. Tidak ada satu waktu dan
keadaan dibiarkan berlalu begitu saja, kecuali diisi dan digunakannya untuk
memikirkan tentang penciptaan dan bumi. Memikirkan keajaiban- keajaiban yang
terdapat didalamnya, yang menggambarkan kesempurnaan alam dan kekuasaan Allah.
Akhirnya
setiap orang yang berakal akan mengambil kesimpulan dan berkata, “Ya Tuhan
kami, tidaklah Engkau menciptakan ini semua, yaitu langit dan bumi serta segala
isinya dengan sia- sia, tidak mempunyai hikmah yang mendalam dan tujuan
tertentu yang akan membahagiakan kami di dunia dan akhirat. Maha suci Engkau Ya
Allah dari segala sangkaan yang bukan- bukan yang ditujukan kepada Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa api neraka yang telah disediakan bagi orang- orang
yang tidak beriman.
Penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dam siang,
sungguh merupakan fenomena yang sangat kompleks, yang terus- menerus menjadi
objek penelitian umat manusia, sejak awal lahirnya peradaban manusia.
Hanya
para ilmuan dan filosof yang sangat ulung dan tekun serta tawadhu’, yang akan
mampu menyingkap rahasia alam ini. Merekalah yang disebut sebagai Ulil
Albab yang pada kesimpulannya “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia- sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api
neraka”.[10]
Intinya surat Ali Imran ayat 190-191 adalah Semua ciptaan
Allah sebagai wujud kekuasaan- Nya dapat dijadikan objek pembelajaran dan ilmu
pengetahuan oleh orang yang berfikir.
D. Tafsiran surat At-Taubah ayat 122
Artinya:
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.
Pemahaman terhadap ayat ini hubungannya dengan
pengembangan ilmu pengetahuan tersebut amat erat dengan pendidikan, khususnya
untuk memperdalam ilmu pengetahuan. “Mengapa tidak pergi dari setiap golongan
diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan tentang agama”.
Artinya, meganjurkan dengan gencarnya, untuk memperdalam
pengetahuan agama, sehingga manusia dapat memperoleh manfaat untuk dirinya
sendiri dan orang lain.
Bukan hanya sekedar pengetahuan namun kesungguhan
upaya yang dengan keberhasilan upaya itu para pelaku menjadi pakar-pakar
dalam bidangnya.[11]
Disebutkan dalam tafsir al-mishbah ayat ini menuntun kaum
muslim untuk membagi tugas dengan menegaskan bahwa tidak sepatutnya bagi
orang-orang mukmin yang selama ini dihancurkan agar bergegas menuju
medan perang. Mereka pergi semua ke medan perang sehingga tidak tersisa lagi
yang melaksanakan tugas-tigas lain. Jika memang tidak ada panggilan yang
bersifat mobilisasi umum. Maka mereka tidak pergi dari setiap golongan,
yakni kelompok besar diantara mereka beberapa orang dari golongan itu untuk
bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuan tentang agama sehingga mereka
dapat memperoleh manfaat untuk diri mereka dan untuk orang lain dan juga
untuk memberi peringatan kepada kaum mereka yang menjadi anggota pasukan yang
ditugaskan Rasulullah SAW itu apabila nanti telah selesainya tugas mereka
yakni anggota pasukan itu telah kembali kepada mereka yang ,memperdalam
pengetahuan itu, supaya mereka yang jauh dari Rasulullah SAW karena
tugasnya dapat berhati-hati dan menjaga diri mereka.[12]
E. Tafsiran surat Al - Ankabut ayat 19- 20
Artinya : “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(19) Katakanlah:` Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(20)”
Sebagian
ulama memandang ayat ini ditujukan kepada penduduk Mekah yang masih tidak mau
beriman kepada Rasulullah. Tetapi jumhur mufassirin berpendapat bahwa ayat ini
masih merupakan rangkaian dari peringatan Nabi Ibrahim as kepada kaumnya. Di
sini Allah menegaskan bilamana orang-orang kafir masih tidak juga percaya
kepada Allah Yang Maha Esa menurut apa yang disampaikan oleh para Rasul-Nya,
maka mereka diajak untuk melihat dan memikirkan tentang proses kejadian diri
mereka sendiri sejak dari permulaan sampai akhir.
Allah
SWT berfirman, menceritakan kisah Nabi Ibrahim a.s. bahwa Ibrahim memberi
petunjuk kepada kaumnya untuk membuktikan adanya hari bangkit yang mereka
ingkari melalui apa yang mereka saksikan dalam diri mereka sendiri. Yaitu bahwa
Allah SWT menciptakan yang pada sebelumnya mereka bukanlah sesuatu yang disebut
– sebut ( yakni tiada ). Kemudian mereka ada dan menjadi manusia yang dapat
mendengar dan melihat. Maka Tuhan yang memulai penciptaan itu mampu
mengembalikannya menjadi hidup kembali, dan sesungguhnya mengembalikan itu
mudah dan ringan bagi-Nya.
Kemudian Ibrahim memberi mereka petunjuk akan hal tersebut melalui segala sesuatu yang mereka saksikan di cakrawala, berupa berbagai macam tanda – tanda kekuasaan Allah yang telah menciptakan-Nya. Yaitu langit dan bintang – bintang yang ada padanya, baik yang bersinar maupun yang tetap beredar. Juga bumi serta lembah – lembah, gunung – gunung yang ada padanya, dan tanah datar yang terbuka dan hutan – hutan, serta pepohonan dan buah – buahan, sungai – sungai dan lautan, semua itu menunjukkan statusnya sebagai makhluk, juga menunjukkan adanya yang menciptakannya, yang mengadakannya serta memilih segalanya.
Dengan melakukan perjalanan di bumi seperti yang telah diperintahkan dalam ayat ini, seseorang akan menemukan banyak pelajaran yang berharga baik melalui ciptaan Allah yang terhampar dan beraneka ragam maupaun dari peninggalan – peninggalan lama yang masih tersisa puing – puingnya.
Ayat di atas adalah pengarahan Allah untuk melakukan riset tentang asal usul kehidupan lalu kemudian menjadikannya bukti.
Kemudian Ibrahim memberi mereka petunjuk akan hal tersebut melalui segala sesuatu yang mereka saksikan di cakrawala, berupa berbagai macam tanda – tanda kekuasaan Allah yang telah menciptakan-Nya. Yaitu langit dan bintang – bintang yang ada padanya, baik yang bersinar maupun yang tetap beredar. Juga bumi serta lembah – lembah, gunung – gunung yang ada padanya, dan tanah datar yang terbuka dan hutan – hutan, serta pepohonan dan buah – buahan, sungai – sungai dan lautan, semua itu menunjukkan statusnya sebagai makhluk, juga menunjukkan adanya yang menciptakannya, yang mengadakannya serta memilih segalanya.
Dengan melakukan perjalanan di bumi seperti yang telah diperintahkan dalam ayat ini, seseorang akan menemukan banyak pelajaran yang berharga baik melalui ciptaan Allah yang terhampar dan beraneka ragam maupaun dari peninggalan – peninggalan lama yang masih tersisa puing – puingnya.
Ayat di atas adalah pengarahan Allah untuk melakukan riset tentang asal usul kehidupan lalu kemudian menjadikannya bukti.
Sebagai tambahan
perjuangan mencari ilmu pengetahuan merupakan tugas atau kewjiban bagi setiap
muslim baik bagi laki-laki maupun wanita. Menurut Nabi , tinta para pelajar
nilainya setara dengan darah para syuhada’ pada hari pembalasan.dengan
demikian, para pelaku dalam proses belajar mengajar, yaitu guru dan murid
dipandang sebagai ‘‘ orang-orang terpilih’’ dalam masyarakat yang telah
termotivasi secara kuat oleh agama untuk mengembangkan dan mengamalkan ilmu
pengetahuan mereka.[13]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada
pokoknya, ayat-ayat di atas mengingatkan kita akan pentingnya mencari ilmu
serta juga mengamalkan ilmu karena ayat-ayat tersebut semuanya berkenaan dengan
kewajiban kita atau manusia dalam belajar dan mengajar. Allah telah membuktikan
kekuasaannya kepada manusia, tentunya manusia harus bisa mensyukuri dan
mentafakuri akan nikmat dan ke Maha Besaran Allah SWT.
B. Saran
Demikianlah
makalah yang dapat kami buat, sebagai manusia biasa kita menyadari dalam
pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu
kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al Qur’an Al Karim Dan
Terjemahnya.Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1996.
Departemen
Agama RI, A-Qur’an dan Tafsirnya.Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
Mustafa,
Ahmad, Al-Maraghi.Semarang: PT. Karya Toha Putra, cet. II 1993.
Shihab,
M. Quraish, Tafsir Al Misbah.Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Ar Razi, Fahr , Tafsir
Al- Kabir, Beirut: Dar Ilhya At- Tahourat Al- Araby. Jilid V.2001.
Nanang
Ghozali, Tafsir dan Hadis Tentang
Pendidikan.(Bandung: Pustaka Setia, 2013.
[3] Quraish Shihab, Tafsir
Al-Misbah: Pesan, Kesan, Dan Keserasian Al-Qur’an, (: lentera Hati, 2002.
Volume 15) hal 394
[4] Ar Razi, Fahr , Tafsir Al- Kabir, Beirut: Dar Ilhya At- Tahourat Al- Araby. Jilid
V,( 2001 ) Hal 100.
[13] M. Quaisy Shihab. Tafsir al-Misbah Vol 15. Jakarta. Lentera Hati.
2002. hlm. 468
No comments:
Post a Comment