Menganalisis
Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Novel Cinta di Ujung Sajadah
(Karya
Asma Nadia)
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang maha Esa atas ridho dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Karya Ilmiah ini dengan
penuh keyakinan serta usaha maksimal. Semoga dengan terselesaikannya tugas ini
dapat memberi pelajaran positif bagi kita semua.
Selanjutnya penulis juga ucapkan terima kasih kepada ibu dosen mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah
memberikan tugas Karya Ilmiah ini kepada
kami sehingga dapat memicu motifasi kami untuk senantiasa belajar lebih giat
dan menggali ilmu lebih dalam khususnya mengenai “Penggunaan Menganalisis Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Novel
Cinta di Ujung Sajadah.sehingga dengan kami dapat menemukan hal-hal baru
yang belum kami ketahui.
Terima kasih juga kami sampaikan atas petunjuk yang di
berikan sehingga kami dapat menyelasaikan tugas Karya Ilmiah ini dengan usaha
semaksimal mungkin. Terima kasih pula atas dukungan para pihak yang turut
membantu terselesaikannya laporan ini, ayah bunda, teman-teman serta semua
pihak yang penuh kebaikan dan telah membantu penulis.
Terakhir kali sebagai seorang manusia biasa yang mencoba
berusaha sekuat tenaga dalam penyelesaian Karya Ilmiah Ini ini, tetapi
tetap saja tak luput dari sifat manusiawi yang penuh khilaf dan salah, oleh
karena itu segenap saran penulis harapkan dari semua pihak guna perbaikan
tugas-tugas serupa di masa datang.
Tanjung Pura, Desember , 2016
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra adalah karya yang
kreatif dan imajinatif, bukan semata-mata imitatif.Kreatif dalam sastra
berarti ciptaan, dari tidak ada menjadi ada.Kreatif dalam sastra juga
berarti pembaharuan. Jika kesustraan tidak mengandung isi, sering dianggap
sebagai karya yang tidak bernilai. Setiap unsur dalam karya sastra
saling berkaitan dan mempunyai hubungan denganunsur lain. Sastra tidak sekadar
bahasa yang dituliskan atau diucapkan, sastra tidak sekadar bermain
bahasa. Akan tetapi bahasa yang mengandung makna lebih, sastra mempunyai
nilaiyang dapat memperkaya rohani dan mutu kehidupan.Meski keselarasan yang ada
dalam karyasastra tidak secara otomatis berhubungan dengan keselarasan yang ada
dalam masyarakat tempatsastra itu lahir.
Novel adalah salah satu jenis karya
sastra prosa yang memiliki jalinan cerita yang kompleks,kekompleksan dalam
novel sering ditunjukkan dengan adanya konflik yang tidak hanya sekalimuncul
dalam novel.Kekompleksan tersebut juga sering ditunjukkan dengan adanya
keterkaitanstruktur dalam novel itu sendiri.
Alasan mengapa peneliti memilih
novel Cinta di Ujung Sajadah karena didalamnovel ini isinya bukan hanya
mementingkan romantisme cinta antara laki-laki dan perempuan saja, tetapi
berbicara tentang cinta yang lebih luas.Cinta yang menyentuh kita
sehari-hari.Cinta seorang ibu yang terkadang dimaknai oleh seorang anak.Novel
ini membuat pembacanya mengikuti suasana novel. Sehingga tidak jarang ada
bagian kisah yang membuat pembaca menguras air mata. Kisahnya yang sangat
dramatis terasa begitu ringan dibaca, deskriptif, menarik, tetapi tidak
mengurangi hikmah-hikmah yang terkandung dalam novel tersebut.Harus diakui,
dalam novel ini tidak hanya menghibur pembacanya.Melainkan juga dapat menjadi
teladan bagi para pembacanya.
Lewat novel ini kita akan dibawa ke
masa lalu, yaitu saat Cinta berusia belasan tahun. Latar belakang novel ini
sendiri adalah di beberapa kota besar di pulau jawa. Seperti Bogor, Jakarta,
Bandung, sampai Jogjakarta. Ceritanya yang deskirtif menggambarkan realitas
keadaan di setiap kota yang dijelajahi Cinta ketika pencarian ibunya. Banyak
konflik batin yang dialami Cinta sehingga membuat dirinya berubah menjadi lebih
baik.Menjadi semakin dekat kepada Allah, SWT. Selain itu karena sahabat -
sahabat Cinta yang sangat mengerti arti persahabatan mengajarkan kita tentang
sebuah kesetia kawanan.
Namun kekurangannya dalam kisah ini
tidak berakhir dengan kebahagiaan. Sehingga cukup menguras air mata. Walaupun
begitu, kita dapat memetik banyak teladan baik itu dari sifat-sifat Cinta,
maupun arti sebuah cinta seorang anak terhadap ibunya. Membuat kita menyadari
bahwa sosok seorang ibu itu sangatlah kita butuhkan dalam kehidupan keluarga.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah yang terdapat dalam Karya Ilmiah ini
adalah:
1. Bagaimana
Struktur novel cinta di ujung sajadah?
2. Masalah apa
yang terkandung dalam novel Cinta di Ujung Sajadah?
3. Apa saja
faktor yang mendorong penulis menuliskan novel Cinta di Ujung Sajadah?
C.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan analisis novel Cinta
di Ujung Sajadah ini adalah:
1.
Untuk bisa mendiskripsikan Struktur novel Cinta di
Ujung Sajadah
2.
Untuk mengetahui masalah yang terkandung novel Cinta
di Ujung Sajadah.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Hakikat Novel
Novel, berasal
dari Italia yaitu novella ‘berita’. Novel adalah bentuk prosa baru yang
melukiskan sebagian kehidupan pelaku utamanya yang terpenting, paling menarik,
dan yang mengandung konflik. Konflik atau pergulatan jiwa tersebut
mengakibatkan perobahan nasib pelaku. lika roman condong pada idealisme, novel
pada realisme. Biasanya novel lebih pendek daripada roman dan lebih panjang
dari cerpen.
Pengertian Novel menurut para ahli, yaitu:
a.
Menurut
Jakob Sumardjo D.rs novel adalah bentuk sastra yang paling populer di
Indonesia. Bentuk sastra ini paling banyak di cetak dan paling banyak beredar,
lantaran daya komunitasnya yang luas pada masyarakat.
b.
Menurut
Rostamji, M.Pd novel adalah karya sastra yang mempunyai dua unsur, yaitu unsure
intrinsik dan ekstrinsik yang kedua saling berhubungan karena sangat
berpengaruh dalam kehadiran sebuah karya sastra.
c.
Menurut
Tarigan, novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu
yang melukiskan para tokoh, gerak serta dengan adegan nyata representative
dalam suatu alur/suatu keadaan yang kacau.
2.2 Unsur Intrinsik Novel
a.
Tema
Menurut Scharbach dalam Aminuddin
(1987:91), tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga
sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang
diciptakannya. Lebih lanjut Brooks berpendapat seperti yang dikutip Aminudddin
(1987:72), bahwa dalam mengapresiasi suatu cerita, apresiator harus memahami
ilmu humanitas, karena tema sebenarnya merupakan pendalaman dan hasil
kontemplasi pengarang yang berkaitan dengan masalah kemanusian serta masalah
lain yang bersifat universal.[1]
Tema sebagaimana pendapat Sudjiman
(1988:51) merupakan sebuah gagasan yang mendasari karya sastra. Tema
kadang-kadang di dukung oleh pelukisan latar, dalam karya yang lain tersirat
dalam lakukan tokoh, atau dalam penokohan. Tema bahkan menjadi faktor yang mengikat
peristiwa-peristiwa dalam satu alur.[2]
Tema sebagaimana pendapat-pendapat di atas merupakan
pemikiran pusat yang inklusif di dalam sebuah cerita (karya sastra).
Kedudukannya menyebar pada keseluruhan unsur-unsur signifikan karya sastra.
Tema tersebut ada yang dinyatakan dengan jelas, ada pula yang dinyatakan secara
simbolik atau tersembunyi (Scharbach, 1963:273). Aminuddin (1987:92) merinci
upaya pemahaman tema sebagai berikut:[3]
Ø Memahami
setting dalam prosa fiksi yang dibaca
Ø Memahami
penokohan atau perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.
Ø Memahami
satuan peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang
dibaca.
Ø Memahami
plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca.
Ø Menghubungkan
pokok pikiran-pokok pikiran yang satu dengan yang lainnya yang disimpulkan dari
satu-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.
Ø Menentukan
sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkan.
Ø Mengidentifikasikan
tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak dari satuan pokok pikiran
serta sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya.
Ø Menafsirkan
tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam satu dua kalimat yang
diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan.
Selain upaya pemahaman tema seperti
di atas, untuk memahami tema, seorang pembaca atau paresiator perlu juga
memahami latar belakang kehidupan yang diungkapkan pengarang lewat prosa fiksi
yang merupakan usaha pengarang dalam memahami keseluruhan masalah kehidupan
yang berhubungan dengan keberadaan seorang individu maupun dalam hubungan
antara individu dengan kelompok masyarakatnya.
b.
Tokoh
Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan
dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia,
tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan (Panuti
Sudjiman, 1988:16). Tokoh merupakan bagian atau unsur dari suatu kebutuhan
artistik yaitu karya sastra yang harus selalu menunjang kebutuhan artistik itu,
Kennye dalam Panuti Sudjiman (1988:25).[4]
Penokohan dalam cerita rekaan dapat diklasifikasikan melalui jenis tokoh, kualitas tokoh, bentuk watak dan cara penampilannya. Menurut jenisnya ada tokoh utama dan tokoh bawahan. Yang dimaksud dengan tokoh utama ialah tokoh yang aktif pada setiap peristiwa, sedangkan tokoh utama dalam peristiwa tertentu
Penokohan dalam cerita rekaan dapat diklasifikasikan melalui jenis tokoh, kualitas tokoh, bentuk watak dan cara penampilannya. Menurut jenisnya ada tokoh utama dan tokoh bawahan. Yang dimaksud dengan tokoh utama ialah tokoh yang aktif pada setiap peristiwa, sedangkan tokoh utama dalam peristiwa tertentu
Jika dilihat dari cara menampilkan tokohnya ada yang ditampilkan dengan
cara analitik dan dramatik. Penampilan secara analitik adalah pengarang
langsung memaparkan karakter tokoh, misalnya disebutkan keras hati, keras
kepala, penyayang dan sebagainya. Sedangkan penampilan yang dramatik, karakter
tokohnya tidak digambarkan secara langsung, melainkan disampaikan melalui; (1)
pilihan nama tokoh, (2) penggambaran fisik atau postur tubuh, dan (3) melalui
dialog).
Ada tiga cara yang digunakan pengarang untuk melukiskan watak tokoh cerita,
yaitu dengan cara langsung, tidak langsung, dan kontekstual. Pada pelukisan
secara langsung, pengarang langsung melukiskan keadaan dan sifat si tokoh, misalnya
cerewet, nakal, jelek, baik, atau berkulit hitam. Sebaliknya, pada pelukisan
watak secara tidak langsung, pengarang secara tersamar memberitahukan keadaan
tokoh cerita.
Watak tokoh dapat disimpulkan dari pikiran, cakapan, dan tingkah laku
tokoh, bahkan dari penampilannya. Watak tokoh juga dapat disimpulkan melalui
tokoh lain yang menceritakan secara tidak langsung. Pada Pelukisan kontekstual,
watak tokoh dapat disimpulkan dari bahasa yang digunakan pengarang untuk
mengacu kepada tokoh.
c. Latar
Menurut pendapat Aminuddin (1987:67), yang dimaksud dengan setting/latar
adalah latar peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat, waktu maupun
peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis. Lebih lanjut
Leo Hamalian dan Frederick R. Karel menjelaskan bahwa setting dalam karya fiksi
bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda dalam
lingkungan tertentu, melainkan juga dapat berupa suasana yang berhubungan
dengan sikap, jalan pikiran, prasangka maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam
menanggapi suatu problema tertentu. Setting dalam bentuk terakhir ini dapat
dimasukkan ke dalam setting yang bersifat psikologis (Aminuddin, 1987:68).[5]
Secara rinci Tarigan (1986:136) menjelaskan beberapa maksud dan tujuan
pelukisan latar sebagai berikut :[6]
1. Latar yang
dapat dengan mudah dikenal kembali dan dilukiskan dengan terang dan jelas serta
mudah diingat, biasanya cenderung untuk memperbesar keyakinan terhadap tokoh
dan gerak serta tindakannya.
2. Latar suatu
cerita dapat mempunyai relasi yang lebih langsung dengan arti keseluruhan dan
arti umum dari suatu cerita.
3. Latar
mempunyai maksud-maksud tertentu yang mengarah pada penciptaan atmosfir yang
bermanfaat dan berguna. Selain menjelaskan fungsi latar sebagai penggambaran
tempat (ruang) dan waktu, latar juga sangat erat hubungannya dengan tokoh-tokoh
cerita, karena tentangnya dapat mengekspresikan watak pelaku). Penggambaran
latar yang tepat akan mampu memberikan suasana tertentu dan membuat cerita
lebih hidup. Dengan adanya penggambaran latar tersebut segala peristiwa,
keadaan dan suasana yang dilakukan oleh para tokoh dapat dirasakan oleh
pembaca.
d. Alur
Pengertian alur dalam cerita pendek atau dalam karya fiksi pada umumnya
adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa, sehingga
menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita
(Aminuddin, 1987:83). Alur atau plot adalah rentetan peristiwa yang membentuk
struktur cerita, dimana peristiwa tersebut sambung sinambung berdasarkan hukum
sebab-akibat. Alur adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun
sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan
bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi Alur merupakan kerangka dasar yang amat
penting. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama
lain, bagaimana satu peristiwa mempunyai hubungan dengan peristiwa lain,
bagaimana tokoh digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu yang semuanya
terikat dalam suatu kesatuan waktu.
Alur ( plot ) merupakan unsur fiksi yang penting. Stanton mengemukakan plot
adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya
dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan terjadinya
peristiwa yang lain.
e. Sudut pandang
Cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya
disebut sudut pandang, atau biasa diistilahkan dengan point of view (Aminuddin,
1987:90). Pendapat tersebut dipertegas oleh Atar Semi (1988:51)[7]
yang menyebutkan istilah sudut pandang, atau point of view dengan istilah pusat
pengisahan, yakni posisi dan penobatan diri pengarang dalam ceritanya, atau
darimana pengarang melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita itu.
Sudut pandang membedakan kepada pembaca, siapa menceritakan cerita, dan menentukan
struktur gramatikal naratif. Siapa yang menceritakan cerita adalah sangat
penting, dalam menentukan apa dalam cerita, pencerita yang berbeda akan melihat
benda-benda secara berbeda pula (Montaqua dan Henshaw, 1966:9). Lebih lanjut
Atar Semi (1988:57-58) menegaskan bahwa titik kisah merupakan posisi dan
penempatan pengarang dalam ceritanya. Ia membedakan titik kisah menjadi empat
jenis yang meliputi : (1) pengarang sebagai tokoh,(2) pengarang sebagai tokoh
sampingan, (3) pengarang sebagai orang ketiga, (4) pengarang sebagai pemain dan
narrator.
f. Amanat
Amanat/tujuan/maksud
(itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair
menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair
menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
2.3 Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur
yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung memengaruhi
bangunan atau sistem organisme karya sastra.Unsur ekstrinsik berperan sebagai
unsur yang memengaruhi bangun sebuah cerita.
Unsur-unsur ekstrinsik meliputi:[8]
a.
Nilai-nilai
dalam cerita (agama, budaya, politik, ekonomi);
b. Latar
belakang kehidupan pengarang; dan
c.
Situasi
sosial ketika cerita itu diciptakan.
1. Nilai Agama
Nilai agama yaitu nilai-nilai dalam cerita yang
berkaitan dengan aturan/ajaran yang bersumber dari agama tertentu.
2. Nilai Moral
Nilai moral yaitu nilai-nilai dalam cerita yang berkaitan dengan
akhlak/perangai atau etika.Nilai moral dalam cerita bisa jadi nilai moral yang
baik, bisa pula nilai moral yang buruk/jelek.
3.
Nilai Budaya
Nilai budaya
adalah nilai-nilai yang berkenaan dengan kebiasaan/tradisi/adat-istiadat yang
berlaku pada suatu daerah.
4.
Nilai Sosial
Nilai sosial yaitu nilai-nilai yang berkenaan dengan tata pergaulan antara
individu dalam masyarakat.
BAB III
ANALISIS DATA
3.2 Info Novel
Judul Novel : Cinta di Ujung Sajadah[9]
Tebal : 291 halaman
Pengarang : Asma Nadia
Penerbit : Republika
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2012
3.1 Sinopsis “Novel Cinta Di Ujung Sajadah”
Novel ini bercerita tentang
pencarian seorang anak akan ibu kandung yang melahirkannya. Adalah Cinta,
seorang remaja yang tinggal bersama ayah kandung, ibu tiri & dua saudara
tiri. Mama Alia, biasa dia memanggil ibu tirinya itu. Seperti kebanyakan yang
kita lihat disinetron lokal, kehidupan tidak harmonis selalu terjadi dalam
rumah yang berisi saudara tiri. Sang ayah lebih berpihak kepada ibu dan saudara
tirinya. Sedangkan,apapun yang dilakukan Cinta yang dipandang salah dan kurang
berkenan dimata saudara tirinya, Anggun & Cantik jarang bahkan tidak pernah
mendapat pembelaan dari ayahnya. Nasib nasib hanya mbok Nah pembantu rumah
tangga yang tinggal sejak Cinta lahir dirumah itulah yang terlihat peduli dan
sangat menyayanginya.
Secara materi, kehidupan Cinta sangat
tercukupi, secara fisik, Cinta tidak terlalu cantik tapi juga tidak jelek yang
jelas menarik. Mungkin karena kearifan budinya, jadi inner beautylah yang
terpancar dari wajahnya. Mama Alia, seorang ibu yang sangat fashionable
sayangnya, hal itu tidak menular pada kedua anaknya. Anggun, bertubuh terlalu
kurus dan cenderung berpenampilan"cupu", sedangkan Cantik mmmhh,
gemuk tapi percaya dirinya cukup luar biasa dalam berpakaian. Korban model
banget deh, sekalipun yang dipakainya itu gada pantes – pantesnya apalagi enak
dilihat Jauh banget deh!! Belasan tahun hidup sebagai piatu, Cinta belum pernah
tau wajah ibunya. Yang dia tahu, ibunya sudah meninggal dunia dan ayahnya pun
dengan sempurna melenyapkan jejak tentang ibu kandungnya tersebut. Lengka
prasaanya penderitaan Cinta karena dirumah itupun kehidupannya semakin
tersisih.
Dalam perjalanannya, dikehidupan yang
nyaris membosankan bagi Cinta, dia bertemu dengan Makky Matahari Muhammad
tetangga barunya, seorang lelaki yang humoris namun santun dia mengenalkan
Cinta pada dunia fotografi yang membuatnya bahagia. Makky, selalu ingat pesan
almarhum ayahnya."seburuk apapun yang kamu lakukan, Nak ingatlah kau
menyandang nama Muhammad. "Nasehat inilah yang telah menjaga lelaki itu
untuk tidak menempuh jalan maksiat seumur hidupnya. Hingga pada saat menjelang
ulang tahunnya yang ke-17, Cinta mengambil keputusan besar untuk berhijrah
merubah penampilannya lebih baik dan menjalankan perintah Allah untuk menutup
aurat. Dia sudah mempersiapkan mental dan materinya. Itu rencana indah Cinta
dihari ulang tahunnya.[10]
Dan akhirnya terlaksana, namun ada
"surprise" lain yang didapatkannya dihari istimewa itu. Dia
mendapatkan sebuah rahasia besar yang selama ini dicarinya. Dan untuk
membongkar rahasia itu dia harus melakukan perjalanan panjang, dan berpisah
sesaat dengan lelaki yang sudah mengisi hidupnya. Sedikit demi sedikit puzzle
itu terpecahkan. Tidak mudah, bahkan semuanya sempat buntu. Dan itulah puncak
perjuangannya. Mencari kekuatan dalam sujud-sujud panjang untuk mencari jejak
surga, mencari telapak kaki ibunya yang sangat dirindukannya.
3.2 Analisis Unsur Intrinsik Novel Cinta di Ujung Sajadah
1) Tema
Tema adalah
sesuatu yang menjiwai cerita atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam
cerita.Tema yang terdapat dalam novel Cinta
di ujung Sajadah adalah Religi, Pencarian cinta dan Kerinduan Cinta kepada
Ibu.
(“Itu pertama kali cinta merasakan
kehilangan yang sangat, juga rindu teramat besar, untuk ibu yang bahkan tak
pernah dikenalnya walau hanya sebatas cerita.”)Asma Nadia:Republika,2012:21
(“Ketika adzan subuh berkumandang,
Cinta menunaikan sholatnya lebih khusyuk dari biasa. Semuanya ia tumpahkan
kepada Allah. Kesedihan, kekecewaan, rasa takut dan gamang, juga kemarahan, yang
seluruhnya lebur menjadi kepasrahan.Ia benar-benar mengadu.”)[11]
Asma Nadia: Republika,2012:137
(“Cinta harus menempuh perjalanan
jauh untuk membalaskan rindu di matanya itu.Menelusuri jejak ibunya di setiap
penjuru langit. Ketika dihadapkan dengan jalan buntu, Cinta berjuang.Ia
semakin mendekatkan dirinya kepada Allah. Mencari-cari sebuah jawaban dimanakah
ibunya?Dalam sujud-sujudnya yang panjang.”)
2). Tokoh
Tokoh
menunjuk pada orang sebagai pelaku cerita. Abram (1981: 20) memaparkan tokoh
cerita adalah orang-orang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang
oleh pembaca ditafsirkan memiliki moral dan kecendrungan tertentu seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (dalam
Nurgiantoro, 2002: 164).
Nama-nama tokoh dalam “Novel Cinta
di Ujung Sajadah”
1. Cinta
2. Mbok Nah
3. Papa Cinta
4. Mama Alia
5. Anggun
6. Cantik
7. Makky
Matahari Muhammad
8. Neta
9. Aisyah
10. Tante Rini
11. Salsa
12. Ibunda Makky
13. Iwan
14. Peter
15. Mirna
16. Adji
Penokohan/Perwatakan
a.
Menurut perannya
1) Tokoh
Protagonis: Cinta
Mbok Nah
Makky
Neta
Aisyah
Tante Rini
Adji
2) Tokoh
Antagonis: Mama Alia
Anggun
Cantik
3) Tokoh
Tritagonis: Cinta
Makky
Anggun
Cantik
b. Menurut
fungsinya
1) Tokoh
Sentral: Ayuningsih
Mbok Nah
Papa
Cinta
2) Tokoh Utama:
Cinta
Anggun
Cantik
Makky
3) Tokoh
Pembantu: Neta
Aisyah
Adji
Iwan
Salsa
Tante Rini
Mama Alia
Ibunda Makky
Mirna
Peter
c.
Menurut
Penampilan Wataknya
1) Cinta
Karakter yang dimiliki Cinta adalah:
Baik, Sabar, Sportif, Tawakkal, tidak mudah menyerah dalam mencapai tujuannya
untuk mencari jejak ibu yang tidak pernah sama sekali ia ketahui wajahnya.
Kutipan yang menyatakan salah satu karakter Cinta yaitu: [12]
(“Banyak yang bilang, Cinta punya
mata indah.Mata para peri.Gadis dengan penampilan sportif itu juga dikenal
memiliki hati yang baik. Jika peri-peri dalam dongeng itu benar adanya dan
berhati sangat baik, maka Cinta mewarisi sedikitnya setengah kebaikan hati mereka.”
)Asma Nadia,2012:11
(“Tengah malam, saat terbangun, Aisyah menemukan Cinta sudah
menghamparkan sajadah, sedang khusyu berdoa.Wajah beningnya dalam balutan
mukena putih, menengadah.Ada titi air mata yang mengalir deras, sementara
bibirnya melantunkan doa-doa panjang.Tidak lama dilihatnya Cinta bersujud, lama
sekali.”)Asama Nadia,2012:242
2) Mbok Nah
Karakter yang dimiliki Mbok Nah adalah: Sabar,
pengertian dan penuh kasih sayang terhadap Cinta. Kutipan yang menyatakan
karakter tersebut adalah:
(“Pembelaan, kasih, bakti dan perlindungan
perempuan itu membuat Cinta menaruh hormat dan sayang. Mbok Nah adalah perisai,
yang melindunginya dari cuaca buruk.” )Asma Nadia, 2012:154
3) Anggun
Karakter
yang dimiliki Anggun adalah: Kasar, pemarah, ketus kalau sedang berbicara
dengan orang yang tidak disukainya, tidak penyabar, lebih suka di kamar membaca
buku cerita atau main game, daripada bermain di luar dengan Cinta. Kutipan yang
menyatakan karakter Anggun yaitu:
(“Kalo tahu
ngapain gue nanya?”)
Asma
Nadia,2012:18
(“Goblok
banget, sih!”)
(“Ember!Nyari
apa-apa nggak pernah becus!”)
Asma
Nadia:2012:19
4) Cantik
Karakter yang dimiliki Cantik adalah: Karakternya
hampir sama dengan kakaknya Anggun, mereka 2 saudara tiri Cinta yang tidak menyukai
Cinta. Suka berkata kasar, pemarah, berpenampilan fashionable, lebih suka
mempercantik diri dan mengoleksi barang-barang bagus. Kutipan yang
memperlihatkan karakteristik Cantik yaitu:
“Dia harus kelihatan berkelas dan
fashionable.Itu alasan Cantik mengenakan celana panjang bootcut, plus kaos
ketat warna merah menyala, serta rok kotak-kotak hitam putih sepaha. Biar
kelihatan lebih manis, dia tak lupa memakai kalung yang terdiri dari untaian
kotak-kotak kecil sebesar dadu, berwarna pink, biru, dan kuning, dan anting
sebelah berbentuk rantai kecil.”)Asma Nadia,2012:50[13]
5) Makky
Matahari Muhammad
Karakter yang dimiliki Makky
adalah: Baik, perhatian, dan saling berbagi hoby yang ia senangi dengan Cinta.
Kutipan yang menunjukkan karakter Makky yaitu:
(“Nih, catat ya?” gaya Makky bak pak guru terhadap
murid, “pertama pasti harus punya auto focus, supaya lebih cepat menangkap
momen yang bergerak. Ini mah dasar banget.Terus harus punya motor drive.”)Asma
Nadia,2012:60
6) Papa
Cinta
Karakter yang dimiliki papa
Cinta adalah: karakternya tidak mudah di tebak dalam novel ini, awalnya papa
Cinta baik, tetapi setelah menikah dengan mama Alia, papa sering berkata kasar
kepada Cinta tetapi papa Cinta juga perhatian. Satu diantara kutipan yang menyatakan
karakter papa Cinta Yaitu:
(“Suasana tegang.Papa membanting Koran ke atas meja
makan.Kedua bola mata hitamnya menatap Cinta yang berdiri berseberangan.Papa
meradang.Lelaki itu melepas kacamata.Matanya menatap Cinta tajam, lalu
tangannya menggebrak meja dan mengagetkan mereka semua.”)Asma Nadia,2012:32
(“Papa khawatir banget sama kamu Cinta.”)Asma
Nadia,2012:241)
7) Neta
Karakter yang dimiliki Neta adalah: Baik, bersahabat
dengan Cinta, perhatian. Kutipan yang menunjukkan karakter Neta yaitu:
(“Kenapa sih nggak ngasih-ngasih kabar?Bikin orang
kuatir aja!”)Asma Nadia,2012:228
8) Aisyah
Karakter yang dimiliki Aisyah adalah: Baik, alim,
bersahabat dengan Cinta, perhatian, dan suka makan. Kutipan yang meunjukkan
karakter tersebut yaitu:
(“Aisyah melotot.Tampang arabnya sekarang terlihat
kocak dengan pipi menggembung dan mulut mungilnya mengerucut, penuh nasi.”)Asma
Nadia,2012:233
9) Adji
Karakter yang dimiliki Adji adalah: Baik, perhatian,
ramah, periang, kocak, suka menolong. Kutipan yang menunjukkan karakter
tersebut yaitu:
(“Siap-siap yuk!Kalau kamu nggak keberatan, gue temani
deh.Tapi sampai situ aja ya?Soalnya rumah gue juga masih jauh!”)Asma
Nadia,2012:174[14]
2. Alur/Plot
Alur cerita
yang digunakan penulis dalam novel ini adalah campuran yaitu alur maju dan alur
mundur.Akan tetapi lebih banyak mnceritakan alur majunya.Karena tokoh utama
dalam novel Cinta di ujung Sajadah mencari sosok ibu yang telah melahirkanya ke
dunia.kutipan yang meunjukkan alur tersebut yaitu:
(“Gadis bermata coklat itu bukan
tidak pernah mengingat-ingat masa kecilnya, mencari lintasan sejarah ketika
Papa bercanda dengnnya, atau mendorong ayunan keras-keras hingga Cinta kecil
terangkat tinggi dari tanah.Saat Papa mengajarinya main sepeda atau sepatu
roda.”)Asma Nadia, 2012:20
(“Gadis itu berjalan, memandangi langit menguatkan
hati untuk tidak menoleh ke belakang. Orang-orang boleh berusaha menghalanginya
dengan apa saja, tapi dia tidak akan menyerah. Tidak, ketika dia merasa sudah
begitu dekat.”)Asma Nadia, 2012: 221 [15]
3.
Latar/Setting
Latar
dalam novel Cinta di Ujung Sajadah, yaitu:
a.
Latar waktu
Ø Pagi
(“Pagi
ini hari pertama Cinta ke sekolah dengan rok biru.”)Asma Nadia, 29012: 30)
Ø Malam
(“Malamnya,
mereka makan di salah satu warung yang menawarkan suasana lesehan.”)Asma Nadia,
2012: 230
Ø Siang
(“Hari sudah
siang ketika Cinta dan teman-temanya berpamitan.”)Asma Nadia, 2012:259
b. Latar Tempat
Latar tempat pada analisis novel
Cinta di Ujung Sajadah yaitu di tunjukkan dalam kutipan berikut:
Ø Sekolah
(“Sekolah selalu merupakan rutinitas yang menyenangkan bagi Cinta.”)Asma
Nadia, 2012:85
Ø Rumah
(“Cinta duduk di teras depan rumahnya.”) Asma Nadia, 2012:29
Ø Kasongaaan
(“Kasongan tak jauh lagi.”)Asma
Nadia, 2012:244
Ø Jakarta
(“Kita keliling Jakarta sama-sama Cinta.”)Asma Nadia, 2012: 170
Ø Kereta Api
(“Kreta Api Bogor-Jakarta Express melaju cepat.”)Asma Nadia, 2012: 172
Ø Tanah Abang
& Kalijodo
(“Dari tanah abang, ternyata lumayan jauh untuk sampai di Kalijodo.”)Asma
Nadia, 2012:184
Ø Jogja
“Jogja hari keempat.”)Asma Nadia,
2012:206
Ø Stasiun Tugu
(“Kita udah di Stasiun Tugu!Jemput ya!”)Asama Nadia,
2012: 227
c.
Latar
Suasana
Adapun latar suasana yang terdapat di
dalam novel Cinta di Ujung Sajadah yaitu: sedih, tegang, senang, sepi, seperti yang terdapat dalam
kutipan berikut:
Ø Tegang
Papa membanting Koran ke atas meja makan.Kedua
bola mata hitamnya menatap Cinta yang berdiri berseberangan.Papa
meradang.Lelaki itu melepas kacamata.Matanya menatap Cinta tajam, lalu
tangannya menggebrak meja dan mengagetkan mereka semua.”)Asma Nadia,2012:32
Ø Gembira
(“Perhatian penuh hari itu membuat
Cinta serasa terbang diantara gugusan bintang.”)Asma Nadia, 2012: 145
Ø Sedih
(“Cinta tersedu sedan, bahunya bergoncang.Tampak
sangat terpukul.Sementara perempuan tua di sampingnya memeluk gadis itu sepenuh
perasaan.”)Asma Nadia, 2012:256
4.
Sudut
Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini adalah pengarang sebagai sudut
pandang pertama karna pengarang serba tahu. Pengarang menceritakan setiap kejadian yang terdapat
dalam novel ini.
5.
Amanat
Amanat yang terdapat dalam novel “Cinta di Ujung
Sajadah” adalah:
1.
Jadilah pribadi yang kuat dalam menerima kenyataan
buruk yang diterima dan jangan mudah putus asa dalam menghadapi permasalahan.
2.
Jangan pantang menyerah, terus berjuang dalam menggapai
impian sampai kemana pun impian itu berlari.
3.
Kejujuran sangatlah diperlukan untuk menjalani
kehidupan ini, karena kejujuranlah yang membuat hidup ini lebih berkah.[16]
3.3 Masalah Sosial yang Terkandung Dalam Novel “Cinta di Ujung Sajadah”
1. Nilai Agama/ Religi
Nilai religi dalam novel ini seperti dalam kutipan
berikut:
(“Sunatullah itu artinya sudah dari sononya begitu.Ada
yang putih ada yang hitam, ada yang hak ada yang batil.Ada yang baik dan ada
yang jahat.”)Asma Nadia, 2012: 88 [17]
(“Ada tiga perkara, yang akan menolong orang yang
sudah meninggal.Pertama amal jariyah, kedua ilmu yang bermanfaat, dan ketiga
adalah anak yang salih dan salihat.”)Asma Nadia, 2012:101
(“Allah mulai hari ini , kusandarkan diri sepenuhnya
padaMu.”)Asma Nadia, 2012: 137
2. Nilai Estetika
Nilai estetika adalah nilai keindahan dalam suatu
karya sastra, adapun estetika dalam novel ini seperti kutipan berikut:
(“Setiap melihat langit malam luas begini, gue inget
malam-malam di lantai paling atas di Masjidil Haram.”)Asma Nadia, 2012: 79
(“Cinta menatap Neta, Aisyah, Makky, dan Adji dengan
senyum terukit tak terputus-putus, Allah membei banyak kejutan hari ini.”)Asma
Nadia, 2012:229
3. Nilai Moral
Nilai moral yang terdapat dalam novel cinta di ujung
sajadah adalah: Nilai positif dan negative yang terdapat dalam novel ini harus
kita pahami, dari sisi positif kita harus memhami dan mengambil hikmahnya
sebagai tauladan untuk kita. Dan dari segi negatifnya kita perlu mengetahui
agar kita dapat mengetahui mana yang baik dan yang buruknya.
(“Kalau orang tua bicara, jaga sikapmu!”)Asma Nadia,
2012: 70
4. Nilai Sosial
(“Bubaran sekolah, lima anak siap-siap.Dengan
kendaraan Peter mereka mencari rumah Mirna. )Asma Nadia, 2012:108
(“Cinta benar-benar terharu.Teman-temanya mau bersusah
payah datang, keluar ongkos dan biaya sendiri selama di Jogja.”)Asma Nadia,
2012:239
(“Hati Cinta berdetak.Terharu dengan kebaikan si
Ibu.Bukan hanya peduli, kini bahkan menawari Cinta tempat menginap.”)Asma
Nadia, 2012:197 [18]
3.4 Latar Belakang Pengarang
Asmarani
Rosalba (lahir di Jakarta tahun 1972), lebih dikenal sebagai Asma Nadia, adalah penulis
Indonesia.Ia lahir dari pasangan Amin Usman dan Maria Eri Susianti. Saat ini
dikenal sebagai Ketua Forum Lingkar Pena, suatu perkumpulan yang ikut dibidaninya untuk
membantu penulis-penulis muda.Ia juga menjadi Ketua Yayasan Lingkar Pena, dan
manajer Lingkar Pena Publishing House. Karena karya-karyanya ia pernah mendapat
berbagai penghargaan. Selain menulis, Asma sering diminta untuk memberi materi
dalam berbagai loka karya yang berkaitan dengan penulisan serta keperempuanan.
Perempuan yang berpendirian kuat,
tetapi lemah lembut ini, mempunyaiobsesi untuk terus menulis.Itulah sebabnya,
ketika kesehatannya menurun, iatetap semangat untuk menuls.Di samping itu,
dorongan dan semangat yangdiberikan keluarga dan orang-orang yang
menyayanginya, memotivasi Asmauntuk terus dan terus menulis.Perempuan berjilbab
ini tetap aktif mengirimkantulisan-tulisannya ke majalah-majalah Islam.
Asma telah menulis 40 buku hingga
saat ini.Banyak di antaranya diterbitkan oleh Penerbit Mizan. Di antaranya:
1.
Derai Sunyi, novel, mendapat penghargaan
Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA)
2.
Preh (A Waiting), naskah drama dua bahasa,
diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jakarta
3.
Cinta Tak Pernah Benar, kumpulan cerpen, meraih Pena Award
4.
Rembulan di Mata Ibu (2001), novel, memenangkan
penghargaan Adikarya IKAPI sebagai buku remaja terbaik nasional
5.
Dialog Dua Layar, memenangkan penghargaan Adikarya
IKAPI, 2002
6.
101 Dating meraih penghargaan Adikarya IKAPI,
2005
7.
Jangan Jadi Muslimah Nyebelin!, nonfiksi, best
seller.
8.
Emak Ingin Naik Haji: Cinta Hingga Ke Tanah Suci (AsmaNadia
Publishing House)
9.
Jilbab Traveler (AsmaNadia Publishing House)
10. Muhasabah
Cinta Seorang Istri
11. Catatan hati
bunda
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Novel sebagai salah satu
karya sastra memang tidak memberikan rumus-rumus yang berharga bagi para
kaum intelek, namun novel lebih menyarankan atau menawarkan beberapanilai
moral, sosial, kejiwaan atau psikologis manusia.Novel mendorong kemampuan
pikiranmanusia untuk dapat merenung, bermimpi, dan membawa dirinya pada semua
situasi yang dibentuk oleh pengalaman-pengalaman imajinatif pengarang.Dengan
demikian terbentuklah sikap sensitif terhadap sisa-sisa kehidupan.Jadi,
kesimpulan cerita Novel Cinta dijung adalah:
Kesimpulan hasil analisi Novel Cinta
di ujung Sajadah, adapun unsur intrinsik dan ekstrinsiknya yaitu:
a.
Tema:
Religi, Pencarian cinta dan Kerinduan Cinta kepada Ibu.
b. Tokoh:
Penokon yang di ceritakan sesuai dengan karakter masing-masing tokoh.
c.
Latar:
terdapat 3 latar, yaitu latar tempat, waktu dan suasana. Adapun latar tempatnya
yaitu: Sekolah, rumah, bus, kamar gelap, kereta api, Bandung, Jogja, Jakarta,
Bongkaran, Kalijodo, Kasongan. Latar waktu yaitu: Pagi, siag, sore, malam,
minggu, senja, sekarang, ketika. Dan latar suasana yaitu: ada yang
menggambarkan suasana tegang, gembira, sedih, sepi, resah dan lain-lain.
d. Sudut
Pandang: Novel ini menggunakan Sudut pandang orang pertama karena pengarang
serba tahu.
e.
Gaya bahasa:
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel tersebut menggunakan bahasa Indonesia
dari awal cerita sampai akhir, tetapi juga menggunakan dialek jawa dan bahasa
gaul seperti orang Jakarta.
f.
Amanat:
Jangan mudah menyerah dalam menjlani hidup, serta sabar dalam menerima
kenyataan buruk dalam kehidupan yang kita jalani.
g. Nilai
religi: Ketika semua cobaan datang, Cinta bersujud kepada Allah meminta
pertolongannya dan berserah diri hanya kepada nya.
h. Nilai moral:
Seperti dilukiskan dalam novel, moral tentang sahabat-sahabat cinta yang
mempunyai sifat pengertian dan solidaritas tinggi terhadap Cinta untuk mencari
jejak Ibunya.
i.
Nilai
Sosial: Saling peduli terhadap sesama
j.
Nilai
estetika: Menggunakan majas perumpamaan untuk memunculkan estetika dalam suatu
cerita, yaitu: seperti, menggunakan alam untuk menggambarkan suasana hatinya.
4.2 Saran
Semoga
materi dan hasil analisis novel dalam Karya Ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua dan juga bagi mahasiswa dan mahasiswi yang
lainnya. Sehingga bertambah lagi
pengetahuan dan wawasan yang baru mengenai materi mata kuliah Bahasa Indonesia. Saya sadar bahwa Karya
Ilmiah yang saya buat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saya mengharap kepada
para mahasiswa kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan Karya Ilmiah saya. Semoga Karya
Ilmiah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin.
1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.Bandung:
Sinar Baru.
Nadia,Asma. 2012.Cinta di Ujung Sajadah, Jakarta: Republika
Semi, M.
Atar. 1988. Rencana Pengajaran Bahasa dan
Sastra. Bandung: Angkasa.
Aminuddin.. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.Bandung: Sinar Baru.
Tarigan.H.G.1988. Pengajaran Semantik.Bandung :Angkasa
Panuti Sudjiman, 1988.Memahami
Cerita Rekaan. Jakarta : Pustaka Jaya.
https://referensibukubagus.wordpress.com/2015/03/07/sinopsis-dan-resensi-buku-cinta-di-ujung-sajadah-karya-asma-nadia/
[1]
Aminuddin.. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.(Bandung:
Sinar Baru. 1987)hlm.72-91
[2] Panuti Sudjiman,Memahami Cerita Rekaan. (Jakarta : Pustaka Jaya.1988)hlm.51
[3] Aminuddin.. Pengantar
Apresiasi Karya Sastra.(Bandung: Sinar Baru. 1987)hlm.92
[4] Panuti Sudjiman,Memahami Cerita Rekaan. (Jakarta : Pustaka Jaya.1988)hlm.16-26
[5] Aminuddin.. Pengantar
Apresiasi Karya Sastra.(Bandung: Sinar Baru. 1987)hlm.67-68
[6]
H.G.Tarigan.Pengajaran Semantik.(Bandung
:Angkasa)hlm186
[7] Semi, M.
Atar. 1988. Rencana Pengajaran Bahasa dan
Sastra. Bandung: Angkasa. Hlm.51
[8] Ibid.hlm.60
[9]
https://referensibukubagus.wordpress.com/2015/03/07/sinopsis-dan-resensi-buku-cinta-di-ujung-sajadah-karya-asma-nadia/
[10] Ibid
[11]
Asma Nadia,Cinta di Ujung Sajadah, Jakarta:
Republika.2012
[12]
Asma Nadia,Cinta di Ujung Sajadah, Jakarta:
Republika.2012
[13] Asma Nadia,Cinta
di Ujung Sajadah, Jakarta: Republika.2012
[14] Asma Nadia,Cinta
di Ujung Sajadah, Jakarta: Republika.2012
[15] Asma Nadia,Cinta
di Ujung Sajadah, Jakarta: Republika.2012
[16] Asma Nadia,Cinta
di Ujung Sajadah, Jakarta: Republika.2012
[17] Asma Nadia,Cinta
di Ujung Sajadah, Jakarta: Republika.2012
[18] Asma Nadia,Cinta
di Ujung Sajadah, Jakarta: Republika.2012
No comments:
Post a Comment