Tuesday, 31 January 2017

KARYA ILMIAH Menganalisis Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Novel Cinta di Ujung Sajadah



Menganalisis Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Novel Cinta di Ujung Sajadah
(Karya Asma Nadia)



KATA PENGANTAR

                                                      
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan  kehadirat Tuhan yang maha Esa atas ridho dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Karya Ilmiah ini dengan penuh keyakinan serta usaha maksimal. Semoga dengan terselesaikannya tugas ini dapat memberi pelajaran positif bagi kita semua.
Selanjutnya penulis juga ucapkan terima kasih kepada ibu  dosen mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah memberikan tugas Karya Ilmiah  ini kepada kami sehingga dapat memicu motifasi kami untuk senantiasa belajar lebih giat dan menggali ilmu lebih dalam khususnya mengenai “Penggunaan Menganalisis  Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Novel Cinta di Ujung Sajadah.sehingga dengan kami dapat menemukan hal-hal baru yang belum kami ketahui.
Terima kasih juga kami sampaikan atas petunjuk yang di berikan sehingga kami dapat menyelasaikan tugas Karya Ilmiah ini dengan usaha semaksimal mungkin. Terima kasih pula atas dukungan para pihak yang turut membantu terselesaikannya laporan ini, ayah bunda, teman-teman serta semua pihak yang penuh kebaikan dan telah membantu penulis.
Terakhir kali sebagai seorang manusia biasa yang mencoba berusaha sekuat tenaga dalam penyelesaian Karya Ilmiah Ini ini,  tetapi tetap saja tak luput dari sifat manusiawi yang penuh khilaf dan salah, oleh karena itu segenap saran penulis harapkan dari semua pihak guna perbaikan tugas-tugas serupa di masa datang.



Tanjung Pura, Desember , 2016


DAFTAR ISI

 




BAB I

PENDAHULUAN

1.1            Latar Belakang

Karya sastra adalah karya yang kreatif dan imajinatif, bukan semata-mata imitatif.Kreatif dalam sastra berarti ciptaan, dari tidak ada menjadi ada.Kreatif dalam sastra juga berarti pembaharuan. Jika kesustraan tidak mengandung isi, sering dianggap sebagai karya yang tidak  bernilai. Setiap unsur dalam karya sastra saling berkaitan dan mempunyai hubungan denganunsur lain. Sastra tidak sekadar bahasa yang dituliskan atau diucapkan, sastra tidak sekadar  bermain bahasa. Akan tetapi bahasa yang mengandung makna lebih, sastra mempunyai nilaiyang dapat memperkaya rohani dan mutu kehidupan.Meski keselarasan yang ada dalam karyasastra tidak secara otomatis berhubungan dengan keselarasan yang ada dalam masyarakat tempatsastra itu lahir.
Novel adalah salah satu jenis karya sastra prosa yang memiliki jalinan cerita yang kompleks,kekompleksan dalam novel sering ditunjukkan dengan adanya konflik yang tidak hanya sekalimuncul dalam novel.Kekompleksan tersebut juga sering ditunjukkan dengan adanya keterkaitanstruktur dalam novel itu sendiri.
Alasan mengapa peneliti memilih novel Cinta di Ujung Sajadah karena didalamnovel ini isinya bukan hanya mementingkan romantisme cinta antara laki-laki dan perempuan saja, tetapi berbicara tentang cinta yang lebih luas.Cinta yang menyentuh kita sehari-hari.Cinta seorang ibu yang terkadang dimaknai oleh seorang anak.Novel ini membuat pembacanya mengikuti suasana novel. Sehingga tidak jarang ada bagian kisah yang membuat pembaca menguras air mata. Kisahnya yang sangat dramatis terasa begitu ringan dibaca, deskriptif, menarik, tetapi tidak mengurangi hikmah-hikmah yang terkandung dalam novel tersebut.Harus diakui, dalam novel ini tidak hanya menghibur pembacanya.Melainkan juga dapat menjadi teladan bagi para pembacanya.
Lewat novel ini kita akan dibawa ke masa lalu, yaitu saat Cinta berusia belasan tahun. Latar belakang novel ini sendiri adalah di beberapa kota besar di pulau jawa. Seperti Bogor, Jakarta, Bandung, sampai Jogjakarta. Ceritanya yang deskirtif menggambarkan realitas keadaan di setiap kota yang dijelajahi Cinta ketika pencarian ibunya. Banyak konflik batin yang dialami Cinta sehingga membuat dirinya berubah menjadi lebih baik.Menjadi semakin dekat kepada Allah, SWT. Selain itu karena sahabat - sahabat Cinta yang sangat mengerti arti persahabatan mengajarkan kita tentang sebuah kesetia kawanan.
Namun kekurangannya dalam kisah ini tidak berakhir dengan kebahagiaan. Sehingga cukup menguras air mata. Walaupun begitu, kita dapat memetik banyak teladan baik itu dari sifat-sifat Cinta, maupun arti sebuah cinta seorang anak terhadap ibunya. Membuat kita menyadari bahwa sosok seorang ibu itu sangatlah kita butuhkan  dalam kehidupan keluarga.

1.2            Rumusan Masalah

Adapun masalah yang terdapat dalam Karya Ilmiah ini adalah:
1.      Bagaimana Struktur  novel cinta di ujung sajadah?
2.      Masalah apa yang terkandung dalam novel Cinta di Ujung Sajadah?
3.      Apa saja faktor yang mendorong penulis menuliskan novel Cinta di Ujung Sajadah?
C.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan analisis novel Cinta di Ujung Sajadah ini adalah:
1.      Untuk bisa mendiskripsikan Struktur novel Cinta di Ujung Sajadah
2.      Untuk mengetahui masalah yang terkandung novel Cinta di Ujung Sajadah.





BAB II

LANDASAN TEORI

2.1            Hakikat Novel

          Novel, berasal dari Italia yaitu novella ‘berita’. Novel adalah bentuk prosa baru yang melukiskan sebagian kehidupan pelaku utamanya yang terpenting, paling menarik, dan yang mengandung konflik. Konflik atau pergulatan jiwa tersebut mengakibatkan perobahan nasib pelaku. lika roman condong pada idealisme, novel pada realisme. Biasanya novel lebih pendek daripada roman dan lebih panjang dari cerpen.
Pengertian Novel menurut para ahli, yaitu:
a.    Menurut Jakob Sumardjo D.rs novel adalah bentuk sastra yang paling populer di Indonesia. Bentuk sastra ini paling banyak di cetak dan paling banyak beredar, lantaran daya komunitasnya yang luas pada masyarakat.
b.    Menurut Rostamji, M.Pd novel adalah karya sastra yang mempunyai dua unsur, yaitu unsure intrinsik dan ekstrinsik yang kedua saling berhubungan karena sangat berpengaruh dalam kehadiran sebuah karya sastra.
c.    Menurut Tarigan, novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu yang melukiskan para tokoh, gerak serta dengan adegan nyata representative dalam suatu alur/suatu keadaan yang kacau.

2.2            Unsur Intrinsik Novel

a.      Tema
Menurut Scharbach dalam Aminuddin (1987:91), tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Lebih lanjut Brooks berpendapat seperti yang dikutip Aminudddin (1987:72), bahwa dalam mengapresiasi suatu cerita, apresiator harus memahami ilmu humanitas, karena tema sebenarnya merupakan pendalaman dan hasil kontemplasi pengarang yang berkaitan dengan masalah kemanusian serta masalah lain yang bersifat universal.[1]
            Tema sebagaimana pendapat Sudjiman (1988:51) merupakan sebuah gagasan yang mendasari karya sastra. Tema kadang-kadang di dukung oleh pelukisan latar, dalam karya yang lain tersirat dalam lakukan tokoh, atau dalam penokohan. Tema bahkan menjadi faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa dalam satu alur.[2]
Tema sebagaimana pendapat-pendapat di atas merupakan pemikiran pusat yang inklusif di dalam sebuah cerita (karya sastra). Kedudukannya menyebar pada keseluruhan unsur-unsur signifikan karya sastra. Tema tersebut ada yang dinyatakan dengan jelas, ada pula yang dinyatakan secara simbolik atau tersembunyi (Scharbach, 1963:273). Aminuddin (1987:92) merinci upaya pemahaman tema sebagai berikut:[3]
Ø  Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca
Ø  Memahami penokohan atau perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.
Ø  Memahami satuan peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca.
Ø  Memahami plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca.
Ø  Menghubungkan pokok pikiran-pokok pikiran yang satu dengan yang lainnya yang disimpulkan dari satu-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.
Ø  Menentukan sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkan.
Ø  Mengidentifikasikan tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak dari satuan pokok pikiran serta sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya.
Ø  Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan.
            Selain upaya pemahaman tema seperti di atas, untuk memahami tema, seorang pembaca atau paresiator perlu juga memahami latar belakang kehidupan yang diungkapkan pengarang lewat prosa fiksi yang merupakan usaha pengarang dalam memahami keseluruhan masalah kehidupan yang berhubungan dengan keberadaan seorang individu maupun dalam hubungan antara individu dengan kelompok masyarakatnya.

b.      Tokoh
Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan (Panuti Sudjiman, 1988:16). Tokoh merupakan bagian atau unsur dari suatu kebutuhan artistik yaitu karya sastra yang harus selalu menunjang kebutuhan artistik itu, Kennye dalam Panuti Sudjiman (1988:25).[4]  
               Penokohan dalam cerita rekaan dapat diklasifikasikan melalui jenis tokoh, kualitas tokoh, bentuk watak dan cara penampilannya. Menurut jenisnya ada tokoh utama dan tokoh bawahan. Yang dimaksud dengan tokoh utama ialah tokoh yang aktif pada setiap peristiwa, sedangkan tokoh utama dalam peristiwa tertentu
Jika dilihat dari cara menampilkan tokohnya ada yang ditampilkan dengan cara analitik dan dramatik. Penampilan secara analitik adalah pengarang langsung memaparkan karakter tokoh, misalnya disebutkan keras hati, keras kepala, penyayang dan sebagainya. Sedangkan penampilan yang dramatik, karakter tokohnya tidak digambarkan secara langsung, melainkan disampaikan melalui; (1) pilihan nama tokoh, (2) penggambaran fisik atau postur tubuh, dan (3) melalui dialog).
Ada tiga cara yang digunakan pengarang untuk melukiskan watak tokoh cerita, yaitu dengan cara langsung, tidak langsung, dan kontekstual. Pada pelukisan secara langsung, pengarang langsung melukiskan keadaan dan sifat si tokoh, misalnya cerewet, nakal, jelek, baik, atau berkulit hitam. Sebaliknya, pada pelukisan watak secara tidak langsung, pengarang secara tersamar memberitahukan keadaan tokoh cerita.
Watak tokoh dapat disimpulkan dari pikiran, cakapan, dan tingkah laku tokoh, bahkan dari penampilannya. Watak tokoh juga dapat disimpulkan melalui tokoh lain yang menceritakan secara tidak langsung. Pada Pelukisan kontekstual, watak tokoh dapat disimpulkan dari bahasa yang digunakan pengarang untuk mengacu kepada tokoh.
c.       Latar
Menurut pendapat Aminuddin (1987:67), yang dimaksud dengan setting/latar adalah latar peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat, waktu maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis. Lebih lanjut Leo Hamalian dan Frederick R. Karel menjelaskan bahwa setting dalam karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda dalam lingkungan tertentu, melainkan juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi suatu problema tertentu. Setting dalam bentuk terakhir ini dapat dimasukkan ke dalam setting yang bersifat psikologis (Aminuddin, 1987:68).[5]
Secara rinci Tarigan (1986:136) menjelaskan beberapa maksud dan tujuan pelukisan latar sebagai berikut :[6]
1.      Latar yang dapat dengan mudah dikenal kembali dan dilukiskan dengan terang dan jelas serta mudah diingat, biasanya cenderung untuk memperbesar keyakinan terhadap tokoh dan gerak serta tindakannya.
2.      Latar suatu cerita dapat mempunyai relasi yang lebih langsung dengan arti keseluruhan dan arti umum dari suatu cerita.
3.      Latar mempunyai maksud-maksud tertentu yang mengarah pada penciptaan atmosfir yang bermanfaat dan berguna. Selain menjelaskan fungsi latar sebagai penggambaran tempat (ruang) dan waktu, latar juga sangat erat hubungannya dengan tokoh-tokoh cerita, karena tentangnya dapat mengekspresikan watak pelaku). Penggambaran latar yang tepat akan mampu memberikan suasana tertentu dan membuat cerita lebih hidup. Dengan adanya penggambaran latar tersebut segala peristiwa, keadaan dan suasana yang dilakukan oleh para tokoh dapat dirasakan oleh pembaca.
d. Alur
Pengertian alur dalam cerita pendek atau dalam karya fiksi pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa, sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 1987:83). Alur atau plot adalah rentetan peristiwa yang membentuk struktur cerita, dimana peristiwa tersebut sambung sinambung berdasarkan hukum sebab-akibat. Alur adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi Alur merupakan kerangka dasar yang amat penting. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana satu peristiwa mempunyai hubungan dengan peristiwa lain, bagaimana tokoh digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu yang semuanya terikat dalam suatu kesatuan waktu.
Alur ( plot ) merupakan unsur fiksi yang penting. Stanton mengemukakan plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
e.       Sudut pandang
Cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya disebut sudut pandang, atau biasa diistilahkan dengan point of view (Aminuddin, 1987:90). Pendapat tersebut dipertegas oleh Atar Semi (1988:51)[7] yang menyebutkan istilah sudut pandang, atau point of view dengan istilah pusat pengisahan, yakni posisi dan penobatan diri pengarang dalam ceritanya, atau darimana pengarang melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita itu. Sudut pandang membedakan kepada pembaca, siapa menceritakan cerita, dan menentukan struktur gramatikal naratif. Siapa yang menceritakan cerita adalah sangat penting, dalam menentukan apa dalam cerita, pencerita yang berbeda akan melihat benda-benda secara berbeda pula (Montaqua dan Henshaw, 1966:9). Lebih lanjut Atar Semi (1988:57-58) menegaskan bahwa titik kisah merupakan posisi dan penempatan pengarang dalam ceritanya. Ia membedakan titik kisah menjadi empat jenis yang meliputi : (1) pengarang sebagai tokoh,(2) pengarang sebagai tokoh sampingan, (3) pengarang sebagai orang ketiga, (4) pengarang sebagai pemain dan narrator.
f.       Amanat
Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari  sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.

2.3            Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung memengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra.Unsur ekstrinsik berperan sebagai unsur yang memengaruhi bangun sebuah cerita.
Unsur-unsur ekstrinsik meliputi:[8]
a.       Nilai-nilai dalam cerita (agama, budaya, politik, ekonomi);
b.      Latar belakang kehidupan pengarang; dan
c.       Situasi sosial ketika cerita itu diciptakan.

1.      Nilai Agama
Nilai agama yaitu nilai-nilai dalam cerita yang berkaitan dengan aturan/ajaran yang bersumber dari agama tertentu.
2.      Nilai Moral
Nilai moral yaitu nilai-nilai dalam cerita yang berkaitan dengan akhlak/perangai atau etika.Nilai moral dalam cerita bisa jadi nilai moral yang baik, bisa pula nilai moral yang buruk/jelek.
3.      Nilai Budaya
Nilai budaya adalah nilai-nilai yang berkenaan dengan kebiasaan/tradisi/adat-istiadat yang berlaku pada suatu daerah.
4.      Nilai Sosial
Nilai sosial yaitu nilai-nilai yang berkenaan dengan tata pergaulan antara individu dalam masyarakat.

BAB III

ANALISIS DATA

3.2            Info Novel

Judul Novel     : Cinta di Ujung Sajadah[9]
Tebal               : 291 halaman
Pengarang       : Asma Nadia
Penerbit           : Republika
Kota Terbit      : Jakarta
Tahun Terbit    : 2012

3.1              Sinopsis “Novel Cinta Di Ujung Sajadah”


Novel ini bercerita tentang pencarian seorang anak akan ibu kandung yang melahirkannya. Adalah Cinta, seorang remaja yang tinggal bersama ayah kandung, ibu tiri & dua saudara tiri. Mama Alia, biasa dia memanggil ibu tirinya itu. Seperti kebanyakan yang kita lihat disinetron lokal, kehidupan tidak harmonis selalu terjadi dalam rumah yang berisi saudara tiri. Sang ayah lebih berpihak kepada ibu dan saudara tirinya. Sedangkan,apapun yang dilakukan Cinta yang dipandang salah dan kurang berkenan dimata saudara tirinya, Anggun & Cantik jarang bahkan tidak pernah mendapat pembelaan dari ayahnya. Nasib nasib hanya mbok Nah pembantu rumah tangga yang tinggal sejak Cinta lahir dirumah itulah yang terlihat peduli dan sangat menyayanginya.
            Secara materi, kehidupan Cinta sangat tercukupi, secara fisik, Cinta tidak terlalu cantik tapi juga tidak jelek yang jelas menarik. Mungkin karena kearifan budinya, jadi inner beautylah yang terpancar dari wajahnya. Mama Alia, seorang ibu yang sangat fashionable sayangnya, hal itu tidak menular pada kedua anaknya. Anggun, bertubuh terlalu kurus dan cenderung berpenampilan"cupu", sedangkan Cantik mmmhh, gemuk tapi percaya dirinya cukup luar biasa dalam berpakaian. Korban model banget deh, sekalipun yang dipakainya itu gada pantes – pantesnya apalagi enak dilihat Jauh banget deh!! Belasan tahun hidup sebagai piatu, Cinta belum pernah tau wajah ibunya. Yang dia tahu, ibunya sudah meninggal dunia dan ayahnya pun dengan sempurna melenyapkan jejak tentang ibu kandungnya tersebut. Lengka prasaanya penderitaan Cinta karena dirumah itupun kehidupannya semakin tersisih.
            Dalam perjalanannya, dikehidupan yang nyaris membosankan bagi Cinta, dia bertemu dengan Makky Matahari Muhammad tetangga barunya, seorang lelaki yang humoris namun santun dia mengenalkan Cinta pada dunia fotografi yang membuatnya bahagia. Makky, selalu ingat pesan almarhum ayahnya."seburuk apapun yang kamu lakukan, Nak ingatlah kau menyandang nama Muhammad. "Nasehat inilah yang telah menjaga lelaki itu untuk tidak menempuh jalan maksiat seumur hidupnya. Hingga pada saat menjelang ulang tahunnya yang ke-17, Cinta mengambil keputusan besar untuk berhijrah merubah penampilannya lebih baik dan menjalankan perintah Allah untuk menutup aurat. Dia sudah mempersiapkan mental dan materinya. Itu rencana indah Cinta dihari ulang tahunnya.[10]
Dan akhirnya terlaksana, namun ada "surprise" lain yang didapatkannya dihari istimewa itu. Dia mendapatkan sebuah rahasia besar yang selama ini dicarinya. Dan untuk membongkar rahasia itu dia harus melakukan perjalanan panjang, dan berpisah sesaat dengan lelaki yang sudah mengisi hidupnya. Sedikit demi sedikit puzzle itu terpecahkan. Tidak mudah, bahkan semuanya sempat buntu. Dan itulah puncak perjuangannya. Mencari kekuatan dalam sujud-sujud panjang untuk mencari jejak surga, mencari telapak kaki ibunya yang sangat dirindukannya.

3.2            Analisis Unsur Intrinsik Novel Cinta di Ujung Sajadah

1)      Tema
Tema adalah sesuatu yang menjiwai cerita atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita.Tema yang terdapat dalam novel Cinta di ujung Sajadah adalah Religi, Pencarian cinta dan Kerinduan Cinta kepada Ibu.
            (“Itu pertama kali cinta merasakan kehilangan yang sangat, juga rindu teramat besar, untuk ibu yang bahkan tak pernah dikenalnya walau hanya sebatas cerita.”)Asma Nadia:Republika,2012:21
(“Ketika adzan subuh berkumandang, Cinta menunaikan sholatnya lebih khusyuk dari biasa. Semuanya ia tumpahkan kepada Allah. Kesedihan, kekecewaan, rasa takut dan gamang, juga kemarahan, yang seluruhnya lebur menjadi kepasrahan.Ia benar-benar mengadu.”)[11]
Asma Nadia: Republika,2012:137
            (“Cinta harus menempuh perjalanan jauh untuk membalaskan rindu di matanya itu.Menelusuri jejak ibunya di setiap penjuru langit.  Ketika dihadapkan dengan jalan buntu, Cinta berjuang.Ia semakin mendekatkan dirinya kepada Allah. Mencari-cari sebuah jawaban dimanakah ibunya?Dalam sujud-sujudnya yang panjang.”)
2). Tokoh
            Tokoh menunjuk pada orang sebagai pelaku cerita. Abram (1981: 20) memaparkan tokoh cerita adalah orang-orang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki moral dan kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (dalam Nurgiantoro, 2002: 164).

Nama-nama tokoh dalam “Novel Cinta di Ujung Sajadah”
1.      Cinta
2.      Mbok Nah
3.      Papa Cinta
4.      Mama Alia
5.      Anggun
6.      Cantik
7.      Makky Matahari Muhammad
8.      Neta
9.      Aisyah
10.  Tante Rini
11.  Salsa
12.  Ibunda Makky
13.  Iwan
14.  Peter
15.  Mirna
16.  Adji

Penokohan/Perwatakan
a.       Menurut perannya
1)      Tokoh Protagonis: Cinta
 Mbok Nah
 Makky
 Neta
 Aisyah
 Tante Rini
 Adji
2)      Tokoh Antagonis: Mama Alia
Anggun
Cantik
3)      Tokoh Tritagonis: Cinta
Makky
Anggun
Cantik
b.      Menurut fungsinya
1)      Tokoh Sentral: Ayuningsih
        Mbok Nah
        Papa Cinta
2)      Tokoh Utama: Cinta
        Anggun
        Cantik
        Makky
3)      Tokoh Pembantu: Neta
Aisyah
 Adji
 Iwan
 Salsa
 Tante Rini
 Mama Alia
 Ibunda Makky
 Mirna
 Peter
c.       Menurut Penampilan Wataknya
1)      Cinta
Karakter yang dimiliki Cinta adalah: Baik, Sabar, Sportif, Tawakkal, tidak mudah menyerah dalam mencapai tujuannya untuk mencari jejak ibu yang tidak pernah sama sekali ia ketahui wajahnya. Kutipan yang menyatakan salah satu karakter Cinta yaitu: [12]
(“Banyak yang bilang, Cinta punya mata indah.Mata para peri.Gadis dengan penampilan sportif itu juga dikenal memiliki hati yang baik. Jika peri-peri dalam dongeng itu benar adanya dan berhati sangat baik, maka Cinta mewarisi sedikitnya setengah kebaikan hati mereka.” )Asma Nadia,2012:11
  (“Tengah malam, saat terbangun, Aisyah menemukan Cinta sudah menghamparkan sajadah, sedang khusyu berdoa.Wajah beningnya dalam balutan mukena putih, menengadah.Ada titi air mata yang mengalir deras, sementara bibirnya melantunkan doa-doa panjang.Tidak lama dilihatnya Cinta bersujud, lama sekali.”)Asama Nadia,2012:242

2)      Mbok Nah
Karakter yang dimiliki Mbok Nah adalah: Sabar, pengertian dan penuh kasih sayang terhadap Cinta. Kutipan yang menyatakan karakter tersebut adalah:
     (“Pembelaan, kasih, bakti dan perlindungan perempuan itu membuat Cinta menaruh hormat dan sayang. Mbok Nah adalah perisai, yang melindunginya dari cuaca buruk.” )Asma Nadia, 2012:154

3)      Anggun
Karakter yang dimiliki Anggun adalah: Kasar, pemarah, ketus kalau sedang berbicara dengan orang yang tidak disukainya, tidak penyabar, lebih suka di kamar membaca buku cerita atau main game, daripada bermain di luar dengan Cinta. Kutipan yang menyatakan karakter Anggun yaitu:

(“Kalo tahu ngapain gue nanya?”)
Asma Nadia,2012:18
(“Goblok banget, sih!”)
(“Ember!Nyari apa-apa nggak pernah becus!”)
Asma Nadia:2012:19
4)      Cantik
Karakter yang dimiliki Cantik adalah: Karakternya hampir sama dengan kakaknya Anggun, mereka 2 saudara tiri Cinta yang tidak menyukai Cinta. Suka berkata kasar, pemarah, berpenampilan fashionable, lebih suka mempercantik diri dan mengoleksi barang-barang bagus. Kutipan yang memperlihatkan karakteristik Cantik yaitu:
     “Dia harus kelihatan berkelas dan fashionable.Itu alasan Cantik mengenakan celana panjang bootcut, plus kaos ketat warna merah menyala, serta rok kotak-kotak hitam putih sepaha. Biar kelihatan lebih manis, dia tak lupa memakai kalung yang terdiri dari untaian kotak-kotak kecil sebesar dadu, berwarna pink, biru, dan kuning, dan anting sebelah berbentuk rantai kecil.”)Asma Nadia,2012:50[13]
    
5)      Makky Matahari Muhammad
                 Karakter yang dimiliki Makky adalah: Baik, perhatian, dan saling berbagi hoby yang ia senangi dengan Cinta. Kutipan yang menunjukkan karakter Makky yaitu:
(“Nih, catat ya?” gaya Makky bak pak guru terhadap murid, “pertama pasti harus punya auto focus, supaya lebih cepat menangkap momen yang bergerak. Ini mah dasar banget.Terus harus punya motor drive.”)Asma Nadia,2012:60
6)      Papa Cinta 
                 Karakter yang dimiliki papa Cinta adalah: karakternya tidak mudah di tebak dalam novel ini, awalnya papa Cinta baik, tetapi setelah menikah dengan mama Alia, papa sering berkata kasar kepada Cinta tetapi papa Cinta juga perhatian. Satu diantara kutipan yang menyatakan karakter papa Cinta Yaitu:
(“Suasana tegang.Papa membanting Koran ke atas meja makan.Kedua bola mata hitamnya menatap Cinta yang berdiri berseberangan.Papa meradang.Lelaki itu melepas kacamata.Matanya menatap Cinta tajam, lalu tangannya menggebrak meja dan mengagetkan mereka semua.”)Asma Nadia,2012:32

(“Papa khawatir banget sama kamu Cinta.”)Asma Nadia,2012:241)
7)      Neta
Karakter yang dimiliki Neta adalah: Baik, bersahabat dengan Cinta, perhatian. Kutipan yang menunjukkan karakter Neta yaitu:
(“Kenapa sih nggak ngasih-ngasih kabar?Bikin orang kuatir aja!”)Asma Nadia,2012:228
8)      Aisyah
Karakter yang dimiliki Aisyah adalah: Baik, alim, bersahabat dengan Cinta, perhatian, dan suka makan. Kutipan yang meunjukkan karakter tersebut yaitu:
(“Aisyah melotot.Tampang arabnya sekarang terlihat kocak dengan pipi menggembung dan mulut mungilnya mengerucut, penuh nasi.”)Asma Nadia,2012:233

9)      Adji
Karakter yang dimiliki Adji adalah: Baik, perhatian, ramah, periang, kocak, suka menolong. Kutipan yang menunjukkan karakter tersebut yaitu:
(“Siap-siap yuk!Kalau kamu nggak keberatan, gue temani deh.Tapi sampai situ aja ya?Soalnya rumah gue juga masih jauh!”)Asma Nadia,2012:174[14]

2.      Alur/Plot
Alur cerita yang digunakan penulis dalam novel ini adalah campuran yaitu alur maju dan alur mundur.Akan tetapi lebih banyak mnceritakan alur majunya.Karena tokoh utama dalam novel Cinta di ujung Sajadah mencari sosok ibu yang telah melahirkanya ke dunia.kutipan yang meunjukkan alur tersebut yaitu:
            (“Gadis bermata coklat itu bukan tidak pernah mengingat-ingat masa kecilnya, mencari lintasan sejarah ketika Papa bercanda dengnnya, atau mendorong ayunan keras-keras hingga Cinta kecil terangkat tinggi dari tanah.Saat Papa mengajarinya main sepeda atau sepatu roda.”)Asma Nadia, 2012:20

(“Gadis itu berjalan, memandangi langit menguatkan hati untuk tidak menoleh ke belakang. Orang-orang boleh berusaha menghalanginya dengan apa saja, tapi dia tidak akan menyerah. Tidak, ketika dia merasa sudah begitu dekat.”)Asma Nadia, 2012: 221 [15]

3.      Latar/Setting
            Latar dalam novel Cinta di Ujung Sajadah, yaitu:
a.       Latar waktu
Ø  Pagi
          (“Pagi ini hari pertama Cinta ke sekolah dengan rok biru.”)Asma Nadia, 29012: 30)
Ø  Malam
          (“Malamnya, mereka makan di salah satu warung yang menawarkan suasana lesehan.”)Asma Nadia, 2012: 230
Ø  Siang
 (“Hari sudah siang ketika Cinta dan teman-temanya berpamitan.”)Asma Nadia, 2012:259

b.      Latar Tempat
Latar tempat pada analisis novel Cinta di Ujung Sajadah yaitu di tunjukkan dalam kutipan berikut:
Ø  Sekolah
(“Sekolah selalu merupakan rutinitas yang menyenangkan bagi Cinta.”)Asma Nadia, 2012:85
Ø  Rumah
(“Cinta duduk di teras depan rumahnya.”) Asma Nadia, 2012:29
Ø  Kasongaaan
 (“Kasongan tak jauh lagi.”)Asma Nadia, 2012:244
Ø  Jakarta
(“Kita keliling Jakarta sama-sama Cinta.”)Asma Nadia, 2012: 170
Ø  Kereta Api
(“Kreta Api Bogor-Jakarta Express melaju cepat.”)Asma Nadia, 2012: 172
Ø  Tanah Abang & Kalijodo

(“Dari tanah abang, ternyata lumayan jauh untuk sampai di Kalijodo.”)Asma Nadia, 2012:184
Ø  Jogja
Jogja hari keempat.”)Asma Nadia, 2012:206
Ø  Stasiun Tugu
(“Kita udah di Stasiun Tugu!Jemput ya!”)Asama Nadia, 2012: 227

c.       Latar Suasana
          Adapun latar suasana yang terdapat di dalam novel Cinta di Ujung Sajadah yaitu: sedih, tegang,  senang, sepi, seperti yang terdapat dalam kutipan berikut:
Ø  Tegang
   Papa membanting Koran ke atas meja makan.Kedua bola mata hitamnya menatap Cinta yang berdiri berseberangan.Papa meradang.Lelaki itu melepas kacamata.Matanya menatap Cinta tajam, lalu tangannya menggebrak meja dan mengagetkan mereka semua.”)Asma Nadia,2012:32
Ø  Gembira
 (“Perhatian penuh hari itu membuat Cinta serasa terbang diantara gugusan bintang.”)Asma Nadia, 2012: 145
Ø  Sedih
(“Cinta tersedu sedan, bahunya bergoncang.Tampak sangat terpukul.Sementara perempuan tua di sampingnya memeluk gadis itu sepenuh perasaan.”)Asma Nadia, 2012:256

4.      Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini adalah pengarang sebagai sudut pandang pertama karna pengarang serba tahu. Pengarang  menceritakan setiap kejadian yang terdapat dalam novel ini.

5.      Amanat
Amanat yang terdapat dalam novel “Cinta di Ujung Sajadah” adalah:
1.      Jadilah pribadi yang kuat dalam menerima kenyataan buruk yang diterima dan jangan mudah putus asa dalam menghadapi permasalahan.
2.      Jangan pantang menyerah, terus berjuang dalam menggapai impian sampai kemana pun impian itu berlari.
3.      Kejujuran sangatlah diperlukan untuk menjalani kehidupan ini, karena kejujuranlah yang membuat hidup ini lebih berkah.[16]

3.3            Masalah Sosial yang Terkandung Dalam Novel “Cinta di Ujung Sajadah”


1.      Nilai Agama/ Religi
Nilai religi dalam novel ini seperti dalam kutipan berikut:
(“Sunatullah itu artinya sudah dari sononya begitu.Ada yang putih ada yang hitam, ada yang hak ada yang batil.Ada yang baik dan ada yang jahat.”)Asma Nadia, 2012: 88 [17]
(“Ada tiga perkara, yang akan menolong orang yang sudah meninggal.Pertama amal jariyah, kedua ilmu yang bermanfaat, dan ketiga adalah anak yang salih dan salihat.”)Asma Nadia, 2012:101
(“Allah mulai hari ini , kusandarkan diri sepenuhnya padaMu.”)Asma Nadia, 2012: 137

2.      Nilai Estetika
Nilai estetika adalah nilai keindahan dalam suatu karya sastra, adapun estetika dalam novel ini seperti kutipan  berikut:
(“Setiap melihat langit malam luas begini, gue inget malam-malam di lantai paling atas di Masjidil Haram.”)Asma Nadia, 2012: 79
(“Cinta menatap Neta, Aisyah, Makky, dan Adji dengan senyum terukit tak terputus-putus, Allah membei banyak kejutan hari ini.”)Asma Nadia, 2012:229

3.      Nilai Moral
Nilai moral yang terdapat dalam novel cinta di ujung sajadah adalah: Nilai positif dan negative yang terdapat dalam novel ini harus kita pahami, dari sisi positif kita harus memhami dan mengambil hikmahnya sebagai tauladan untuk kita. Dan dari segi negatifnya kita perlu mengetahui agar kita dapat mengetahui mana yang baik dan yang buruknya.
(“Kalau orang tua bicara, jaga sikapmu!”)Asma Nadia, 2012: 70

4.      Nilai Sosial
(“Bubaran sekolah, lima anak siap-siap.Dengan kendaraan Peter mereka mencari rumah Mirna. )Asma Nadia, 2012:108

(“Cinta benar-benar terharu.Teman-temanya mau bersusah payah datang, keluar ongkos dan biaya sendiri selama di Jogja.”)Asma Nadia, 2012:239

(“Hati Cinta berdetak.Terharu dengan kebaikan si Ibu.Bukan hanya peduli, kini bahkan menawari Cinta tempat menginap.”)Asma Nadia, 2012:197 [18]

3.4            Latar Belakang Pengarang

Asmarani Rosalba (lahir di Jakarta tahun 1972), lebih dikenal sebagai Asma Nadia, adalah penulis Indonesia.Ia lahir dari pasangan Amin Usman dan Maria Eri Susianti. Saat ini dikenal sebagai Ketua Forum Lingkar Pena, suatu perkumpulan yang ikut dibidaninya untuk membantu penulis-penulis muda.Ia juga menjadi Ketua Yayasan Lingkar Pena, dan manajer Lingkar Pena Publishing House. Karena karya-karyanya ia pernah mendapat berbagai penghargaan. Selain menulis, Asma sering diminta untuk memberi materi dalam berbagai loka karya yang berkaitan dengan penulisan serta keperempuanan.
Perempuan yang berpendirian kuat, tetapi lemah lembut ini, mempunyaiobsesi untuk terus menulis.Itulah sebabnya, ketika kesehatannya menurun, iatetap semangat untuk menuls.Di samping itu, dorongan dan semangat yangdiberikan keluarga dan orang-orang yang menyayanginya, memotivasi Asmauntuk terus dan terus menulis.Perempuan berjilbab ini tetap aktif mengirimkantulisan-tulisannya ke majalah-majalah Islam.
Asma telah menulis 40 buku hingga saat ini.Banyak di antaranya diterbitkan oleh Penerbit Mizan. Di antaranya:
1.      Derai Sunyi, novel, mendapat penghargaan Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA)
2.      Preh (A Waiting), naskah drama dua bahasa, diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jakarta
3.      Cinta Tak Pernah Benar, kumpulan cerpen, meraih Pena Award
4.      Rembulan di Mata Ibu (2001), novel, memenangkan penghargaan Adikarya IKAPI sebagai buku remaja terbaik nasional
5.      Dialog Dua Layar, memenangkan penghargaan Adikarya IKAPI, 2002
6.      101 Dating meraih penghargaan Adikarya IKAPI, 2005
7.      Jangan Jadi Muslimah Nyebelin!, nonfiksi, best seller.
8.      Emak Ingin Naik Haji: Cinta Hingga Ke Tanah Suci (AsmaNadia Publishing House)
9.      Jilbab Traveler (AsmaNadia Publishing House)
10.  Muhasabah Cinta Seorang Istri
11.  Catatan hati bunda


BAB IV

PENUTUP

4.1            Kesimpulan

              Novel sebagai salah satu karya sastra memang tidak memberikan rumus-rumus yang berharga bagi para kaum intelek, namun novel lebih menyarankan atau menawarkan beberapanilai moral, sosial, kejiwaan atau psikologis manusia.Novel mendorong kemampuan pikiranmanusia untuk dapat merenung, bermimpi, dan membawa dirinya pada semua situasi yang dibentuk oleh pengalaman-pengalaman imajinatif pengarang.Dengan demikian terbentuklah sikap sensitif terhadap sisa-sisa kehidupan.Jadi, kesimpulan cerita Novel Cinta dijung adalah:
            Kesimpulan hasil analisi Novel Cinta di ujung Sajadah, adapun unsur intrinsik dan ekstrinsiknya yaitu:
a.       Tema: Religi, Pencarian cinta dan Kerinduan Cinta kepada Ibu.
b.      Tokoh: Penokon yang di ceritakan sesuai dengan karakter masing-masing tokoh.
c.       Latar: terdapat 3 latar, yaitu latar tempat, waktu dan suasana. Adapun latar tempatnya yaitu: Sekolah, rumah, bus, kamar gelap, kereta api, Bandung, Jogja, Jakarta, Bongkaran, Kalijodo, Kasongan. Latar waktu yaitu: Pagi, siag, sore, malam, minggu, senja, sekarang, ketika. Dan latar suasana yaitu: ada yang menggambarkan suasana tegang, gembira, sedih, sepi, resah dan lain-lain.
d.      Sudut Pandang: Novel ini menggunakan Sudut pandang orang pertama karena pengarang serba tahu.
e.       Gaya bahasa: Gaya bahasa yang digunakan dalam novel tersebut menggunakan bahasa Indonesia dari awal cerita sampai akhir, tetapi juga menggunakan dialek jawa dan bahasa gaul seperti orang Jakarta.
f.       Amanat: Jangan mudah menyerah dalam menjlani hidup, serta sabar dalam menerima kenyataan buruk dalam kehidupan yang kita jalani.
g.      Nilai religi: Ketika semua cobaan datang, Cinta bersujud kepada Allah meminta pertolongannya dan berserah diri hanya kepada nya.
h.      Nilai moral: Seperti dilukiskan dalam novel, moral tentang sahabat-sahabat cinta yang mempunyai sifat pengertian dan solidaritas tinggi terhadap Cinta untuk mencari jejak Ibunya.
i.        Nilai Sosial: Saling peduli terhadap sesama
j.        Nilai estetika: Menggunakan majas perumpamaan untuk memunculkan estetika dalam suatu cerita, yaitu: seperti, menggunakan alam untuk menggambarkan suasana hatinya.

4.2             Saran

Semoga materi dan hasil analisis novel dalam Karya Ilmiah  ini  dapat bermanfaat bagi kita semua dan juga bagi mahasiswa dan mahasiswi yang lainnya. Sehingga bertambah  lagi pengetahuan dan wawasan yang baru mengenai materi mata kuliah Bahasa Indonesia. Saya sadar bahwa Karya Ilmiah yang saya buat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saya mengharap kepada para mahasiswa  kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Karya Ilmiah saya. Semoga Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin.



DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.Bandung: Sinar Baru.
Nadia,Asma. 2012.Cinta di Ujung Sajadah, Jakarta: Republika
Semi, M. Atar. 1988. Rencana Pengajaran Bahasa dan Sastra. Bandung: Angkasa.
Aminuddin.. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.Bandung: Sinar Baru.
Tarigan.H.G.1988. Pengajaran Semantik.Bandung :Angkasa
Panuti Sudjiman, 1988.Memahami Cerita Rekaan. Jakarta : Pustaka Jaya.
https://referensibukubagus.wordpress.com/2015/03/07/sinopsis-dan-resensi-buku-cinta-di-ujung-sajadah-karya-asma-nadia/



[1] Aminuddin.. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.(Bandung: Sinar Baru. 1987)hlm.72-91
[2] Panuti Sudjiman,Memahami Cerita Rekaan. (Jakarta : Pustaka Jaya.1988)hlm.51
[3] Aminuddin.. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.(Bandung: Sinar Baru. 1987)hlm.92
[4] Panuti Sudjiman,Memahami Cerita Rekaan. (Jakarta : Pustaka Jaya.1988)hlm.16-26
[5] Aminuddin.. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.(Bandung: Sinar Baru. 1987)hlm.67-68
[6] H.G.Tarigan.Pengajaran Semantik.(Bandung :Angkasa)hlm186
[7] Semi, M. Atar. 1988. Rencana Pengajaran Bahasa dan Sastra. Bandung: Angkasa. Hlm.51

[8] Ibid.hlm.60
[9] https://referensibukubagus.wordpress.com/2015/03/07/sinopsis-dan-resensi-buku-cinta-di-ujung-sajadah-karya-asma-nadia/
[10] Ibid
[11] Asma Nadia,Cinta di Ujung Sajadah, Jakarta: Republika.2012
[12] Asma Nadia,Cinta di Ujung Sajadah, Jakarta: Republika.2012
[13] Asma Nadia,Cinta di Ujung Sajadah, Jakarta: Republika.2012
[14] Asma Nadia,Cinta di Ujung Sajadah, Jakarta: Republika.2012
[15] Asma Nadia,Cinta di Ujung Sajadah, Jakarta: Republika.2012
[16] Asma Nadia,Cinta di Ujung Sajadah, Jakarta: Republika.2012
[17] Asma Nadia,Cinta di Ujung Sajadah, Jakarta: Republika.2012
[18] Asma Nadia,Cinta di Ujung Sajadah, Jakarta: Republika.2012

No comments:

Post a Comment

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOPERATIF DALAM PEMBELAJARAN FIQIH

  BAB I PENDAHULUAN A.      Latar Belakang Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas adalah pembe...