KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt karena berkat rahmat Nya
penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.Makalah ini merupakan makalah Tafsir
yang membahas “Ayat - Ayat Tentang Subje
Pendidikan ”.Secara khusus pembahasan dalam makalah ini diatur sedemikian rupa sehingga
materi yang disampaikan sesuai dengan mata kuliah. Dalam penyusunan tugas atau
materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa
kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan
bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi .
oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak dosen mata kuliah Tafsir 1 Bapak Ahmad Darlis,M.Pd.I yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada kami sehingga kami
termotivasi dan menyelesaikan tugas makalah ini.
2. Orang tua, teman dan kerabat yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas makalah ini selesai.
Kami sadar, bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan.Untuk itu kami meminta maaf apabila ada kekurangan. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran
dari para pembaca guna meningkatkan kualitas makalah penulis selanjutnya.
Kebenaran dan kesempurnaan hanya Allah-lah yang punya dan maha kuasa
.Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberikan manfaat
tersendiri bagi generasi muda islam yang akan datang, khususnya dalam bidang
Tafsir.
Tanjung
Pura, Mei 2016
Tim Penyusun
Kelompok 9 ( Sembilan )
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita sebagai umat beragama, Islam, tentunya
mempunyai pedoman hidup sesuai perintah Allah SWT yaitu Al-Qur’an. Dalam
pedoman tersebut terdapat aturan-aturan yang harus kita laksanakan dan
larangan-larangan yang harus kita tinggalkan. Al-qur’an adalah sumber hukum
islam yang pertama bagi umat muslim.
Subjek pendidikan sangat berpengaruh sekali kepada
keberhasilan atau gagalnya pendidikan.
Subjek pendidikan adalah orang ataupun kelompok yang bertanggung jawab dalam
memberikan pendidikan, sehingga materi yang diajarkan atau yang disampaikan
dapat dipahami oleh objek pendidikan. Subjek pendidikan yang dipahami
kebanyakan para ahli pendidikan adalah Orang tua, guru-guru di institusi formal
(disekolah) maupun non formal dan lingkungan masyarakat, sedangkan pendidikan
pertama ( tarbiyatul awwal) yang kita pahami selama ini adalah rumah
tangga (orang tua)Kehidupan
kita tidak terlepas dari pendidikan. Pendidikan sangat penting bagi kita umat Islam. Sebagai seorang calon pendidik, tentunya
kita diharapkan menjadi seorang pendidik yang profesional. Dalam Al –Qur’an
telah dijelaskan bagaimana menjadi guru yang baik dan profeional. Dengan
demikian kita akan dapat bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan ajaran
islam. Selain kita mendapatkan rizqi kita juga akan mendapatkan berkah dan
ridhonya dari Allah SWT. Pada bab selanjutnya akan dibahas lebih detail tentang
subjek pendidikan menurut Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Bagimana
Tafsiran Surah Ar-Rahman 1-4 tentang Subjek Pendidikan?
2. Bagimana
Tafsiran Surah AAn Najm 5-6 tentang Subjek Pendidikan?
3. Bagimana
Tafsiran Surah An Nahl 43-44 tentang Subjek Pendidikan?
4. Bagimana
Tafsiran Surah Al-Kahfi 66 tentang
Subjek Pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ar-Rahman ayat 1-4
الرحمن (1) عَلَّمَ الْقُرْءَانَ (2) خَلَقَ الْإنْسَن ُ (3)عَلَّمَهُ الْبَيَان(َ4)
Artinya: “Tuhan yang maha pemurah. Dia-lah
yang telah mengajarkan Al-qur’an. Dia telah menjadikan manusia. Dia telah
mengajarnya pandai berbicara”.[1]
Firman Allah SWT ٲﻟرَﺣ۟ﻤٰﻦُ (Allah) yang Maha Pengasih ﻋَﻠَّﻢَٲﻟ۟ﻘُﺮ۟ءَانَ
Yang telah mengajarkan Al-Qur’an. Maksudnya yaitu yang telah mengajarkan kepada Nabi-Nya hingga dia dapat
menyampaikan kepada seluruh manusia. Surah ini diturunkan ketika orang-orang
bertanya, “ apa ٲﻟرَﺣ۟ﻤٰﻦُ itu?”. Ada juga yang mengatakan bahwa surah ini turun sebagai bantahan atas
penduduk Makkah ketika mereka berkata, “Sesungguhnya yang mengajarinya
(Muhammad) adalah manusia, yaitu orang Yamamah Yang bernama Rahman.” Yang
mereka maksudkan adalah Musailamah Al Kadzdzab (si pembohong). Allah SWT pun
menurunkan firman-Nya, ٲﻟرَﺣ۟ﻤٰﻦُ ﻋَﻠَّﻢَٲﻟ۟ﻘُﺮ۟ءَانَ (Allah) yang Maha Pengasih. Yang telah mengajarkan
Al-Qur’an.
Az-Zajjaj berkata, “makna firman Allah SWTﻋَﻠَّﻢَٲﻟ۟ﻘُﺮ۟ءَانَ adalah Dia
memudahkan Al-Qur’an untuk diingat dan dibaca. Sebagaimana Dia berfirman, ﻮَﻟَﻘَﺪ۟ﻳَﺴَّﺮ۟ﻧَﺎٲﻟ۟ﻘُﺮ۟ءَانَﻟِﻠﺬِّﻜ۟ﺮِ “dan
sesungguhnyatelah kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran”.
Firman Allah SWT, ﺧَﻠَﻖَٲﻹِ۟ﻧ۟ﺴٰﻦَ “Dia
menciptakan manusia”. Ibnu Abbas RA,Qatadah
dan Hasan berkata,”maksudnya adalah Adam”.
Firman Allah, ﻋَﻠَّﻤَﻪُٲﻟَ۟ﺒَﻴَﺎنَ “Mengajarnya
pandai berbicara” maksudnya mengajarkan
nama-nama segala sesuatu. Ada juga yang mengatakan bahwa maksudnya adalah
mengajarkan bahasa seluruhnya. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA juga dan Ibnu
Kaisan bahwa maksud ﻹِ۟ﻧ۟ﺴٰﻦَ disini adalah Muhammad SAW dan maksud ٲﻟَ۟ﺒَﻴَﺎن adalah kejelasan yang halal dan yang haram dan petunjuk dari kesesatan.
Ada lagi yang mengatakan bahwa maksud ﻹِ۟ﻧ۟ﺴٰﻦَ adalah seluruh
manusia. Artinya itu adalah nama bagi jenis, sementara maksud ﻟَ۟ﺒَﻴَﺎن berdasarkan pendapat ini adalah bicara dan
paham. Ini termasuk hal yang menjadikan manusia lebih utama dari seluruh makhluk
hidup.[2]
Dari surat Ar-Rahman ayat 1-4 kita dapat mengetahui beberapa nilai
pendidikan yang terkandung di dalamnya, yaitu dikatakan bahwa Allah telah
mengajarkan Al-Qur’an kepada manusia, sehingga manusia tersebut menjadi pandai
dalam berbicara, maksudnya, ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah
kepada manusia itu bertujuan untuk memberi pedoman kepada manusia agar manusia
itu dapat memahami isi serta maknanya, sehingga manusia dapat bertingkah laku
yang sesuai dengan pedomannya yaitu Al-Qur’an.
Dalam kegiatan pembelajaran kita dapat mengartikan seorang guru yang
mengajarkan suatu ilmu kepada muridnya agar dapat dipahami apa yang diberikan
oleh gurunya tersebut. Sehingga ketika seorang guru memberikan evaluasi kepada
muridnya tentang pelajaran yang telah diberikan tersebut, maka muridnyapun akan
dapat menjawab dan mengerjakannya dengan baik dan benar. Sehingga murid
tersebut menjadi pandai dengan ilmu yang telah diberikan oleh gurunya.
B. An Najm Ayat 5-6
ﻋَﻠَّﻪُ ﻤَﺷَﺪِﻳ۟ﺪُ اﻟ۟ﻘُﻮَﻰ٥
ذُو۟ﻣِﺮَّةٍۗﻓَﺴ۟ﺘَﻮَی
Artinya:
yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat(5). yang
mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) Menampakkan diri dengan rupa yang
asli(rupa
yang bagus dan perkasa) (6).
Surat An-Najm ayat 5-6
menjelaskan bahwa yang menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. adalah
malaikat Jibril yang mana diberi potensi
aqliyah yang sempurna. Kemudian dia (Jibril) juga menampakkan diri
dengan rupa yang asli dan tampl sempurna. Dan dalam surat ini juga menjelaskan
bahwa subjek pendidikan adalah malaikat Jibril yang mana punya potensi yang
kuat dalam menerima wahyu-wahyu Allah untuk disampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW.[3]
Pada surat An-Najm
ayat 5-6 ditegaskan klasifikasi seorang pendidik atau siapa saja yang
berkompeten menjadi subjek pendidikan, yakni seperti yang tersurat dalam ayat
ini adalah seperti halnya seorang malaikat Jibril yang mana beliau digambarkan
sebagai berikut :
· Sangat kuat, maksudnya
memiliki fisik dan psikis yang matang dan mampu memecahkan masalah.
· Mempunyai akal yang
cerdas, yakni seorang pendidik haruslah memiliki akal yang mumpuni dalam
mengajarkan apa yang diajarkannya sebagai subyek pendidikan.
· Menampakkan dengan
rupanya yang asli, yakni seorang subyek pendidikan hendaklah bersikap wajar yang
tidak melebih-lebihkan segala sesuatu baik dirinya maupun apa yang dilakoninya
dalam bidangnya.
Berdasarkan penjelasan
di atas kita dapat menyimpulkan bahwa sebagai subjek pendidikan kita harus:
· Dapat menjadi model
dan teladan bagi murid-murid kelak.
· Menguasai materi yang
akan diajarkan.
· Bersikap sewajarnya
seorang guru tanpa ada sesuatu yang menyimpang.
C. An-Nahl ayat 43-44
وَمَا
اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ اِلأَ رِجَلآ نٌوْحِيْ اِلَيْهِمْ فَسْئَلُوْا اَهْلَ
ألذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ (43)
Dan Kami tidak mengutus sebelum
kamu, kecuali orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka
bertanyalahkepada orang yang memiliki pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.
Diriwayatkan oleh Adh-Dhahhak bahwa Ibnu Abbas
bercerita tentang ayat ini, bahwa tatkala Allah mengutus Muhammad sebagai
Rasul, banyak di antara orang-orang Arab yang tidak mau menerima kenyataan itu,
maka turunlah ayat:
أَكَانَ لِلنَّاسِ عَجَباً أَنْ أَوْحَيْنَا إِلَى رَجُلٍ
مِّنْهُمْ أَنْ أَنذِرِ النَّاسَ
“Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa
Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka: untuk memberi
peringatan kepada manusia” QS. Yunus : 2).
Dan dalam ayat
di atas Allah berfirman, “Dan kami tidak mengutus sebelum kamu melainkan orang
laki-laki yang Kami beri wahyu kepadanya sebagai Rasul, maka jika kamu tidak
mengetahui tanyalah kepada orang-orang yang mengetahui yaitu ahli-ahli kitab,
apakah yang Kami utus kepada mereka itu malaikat atau manusia biasa.
Jika Rasul-rasul yang Kami utus sebelum kamu
itu malaikat, maka patut kamu mengingkari kenabian Muhammad, tetapi jika mereka
itu terdiri dari manusia-manusia biasa, maka tidaklah patut kamu saksikan bahwa
Muhammad adalah benar-benar seorang Rasul yang kami utus. Allah berfirman:
قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنتُ إَلاَّ بَشَراً رَّسُولاً
-٩٣-
Katakanlah wahai Muhammad: "Maha suci
Tuhanku, Bukankah aku ini hanya seorang manusia yang diutus menjadi
rasul?"(QS. Al-Isra : 93).
Dan
dalam ayat yang lain:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى
إِلَيَّ -١١٠-
Katakanlah wahai Muhammad : “Sesungguhnya aku
ini manusia biasa seperti kamu, yang kepadaku diberikan wahyu”.(QS. Al-Kahfi :
110).
Kata (أَهْل الذِّكْرِ) ini difahami oleh banyak
ulama dalam arti para pemuka agama Yahudi dan Nasrani yang telah menerima
kitab-kitab dan ajaran Nabi-nabi yang dahulu itu. Kalau mereka orang-orang yang
jujur, niscaya akan mereka beri tahukan jamak dari kata (رجل) rajul sering kali dipahami hal yang sebenarnya
itu. Mereka adalah orang-orang yang dapat memberi informasi tentang kemanusiaan
para rasul yang diutus Allah. Mereka wajar ditanyai karena mereka tidak dapat
dituduh berpihak pada informasi Alquran sebab mereka juga termasuk yang tidak
mempercayainya, kendati demikian persoalan kemanusiaan para rasul, mereka akui.
Ahl-dzikr ditafsirkan dengan orang yang
mempunyai ilmu pengetahuan tentang nabi dan kitab-kitab.Penulis tidak membatasi
kepada pengetahuan tentang nabi-nabi dan kitab, melainkan meliputi
detail-detail Alquran dan Islam secara keseluruhannya. Orang yang memiliki
pengetahuan tersebut adalah Rasulullah dan para ulama dari berbagai kurun.
Penafsiran ini tampaknya relevan dengan tafsir al-dzikr pada ayat berikutnya,
bahwa yang dimaksudkannya adalah Alquran itu sendiri. Itu pula sebabnya,
Alquran dinamai Al-Dzikr.
Walaupun panggalan ayat ini turun dalam konteks
tertentu, yakni objek pertanyaan, serta siapa yang ditanya tertentu pula, namun
karena redaksinya yang bersifat umum, maka ia dapat difahami pula sebagai
perintah bertanya apa saja yang tidak diketahui atau diragukan kebenarannya
kepada siapa pun yang tahu dan tidak tertuduh objektivitasnya.[4]
Pengertian yang lain tentang فاسألوا أهل الذكر“Bertanyalah kalian kepada
ahli Alquran” secara eksplisit menjelaskan bahwa yang menjadi subyek pendidikan
bukan hanya pendidik atau guru, melainkan juga anak didik. Karena itu ayat ini
dapat menjadi dasar bagi pengembangan teori belajar siswa aktif dan metode
tanya jawab dalam proses belajar mengajar. Pada saat guru tengah memberikan
bimbingan dan pendidikan kepada siswa, posisi siswa adalah obyek, tetapi pada
saat yang sama, ia juga berperan sebagai subyek. Sebab, tugas guru tidak hanya
menyampaikan bahan-bahan ajar kepada siswa, tetapi ia juga bertanggung jawab
untuk sedapat mungkin membangkitkan minat dan motivasi belajar siswa agar
mereka dapat melakukan pembelajaran sendiri.
بِالْبَيِّنٰتِ وَالزُّبُرِ وَأَنْزَلْناَاِلَيْكَ
الذِّكْرَلِتُبَيِّنَ للِنَّاسِ مَانُزِّلَ اِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ
يَتَفَكَّرُوْنَ(44
(Disertai) Keterangan-keterangan (mu’jizat)
dan kitab-kitab. Dan kami turunkan kepadamu Al Quran agar kamu menerangkan
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan.
Para rasul yang
Kami utus sebelummu itu semua membawa
keterangan-keterangan, yakni mukjizat-mukjizat nyata yang membuktikan
kebenaran mereka sebagai rasul dan sebagian membawa pula zubur, yakni
kitab-kitab yang mengandung ketetapan-ketetapan hukum dan nasihat-nasihat yang
seharusnya menyentuh hati dan Kami turunkan kepadamu adz-Dzikr,yakni Alquran,
agar engkau menerangkan kepada seluruh manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka,yakni Alquran itu, mudah-mudahan dengan penjelasanmu mereka mengetahui dan
sadar dan supaya mereka senantiasa berfikir lalu menarik pelajaran untuk
kemaslahatan hidup duniawi dan ukhrawi mereka.
Kata
الزُّبُر adalah jamak dari kata زَبُور
yakni tulisan. Yang dimaksud di sini adalah kitab-kitab yang ditulis, seperti
Taurat, Injil, Zabur dan Shuhuf Ibrahim as. Para ulama berpendapat bahwa zubur
adalah kitab-kitab singkat yang tidak mengandung syari’at, tetapi sekedar
nasihat-nasihat.
Salah satu nama
Alquran adalah الذِّكْرُ
dari segi bahasa adalah antonim kata lupa. Pengulangan kata turun dua kali,
yakni أنزلنا إليك
Kami turunkan kepadamu dan ما نُزِّلَ إليهم
apa yang telah diturunkan kepada mereka mengisyaratkan perbedaan penurunan yang
dimaksud. Yang pertama adalah penurunan Alquran kepada Nabi yang bersifat
langusung dari Allah, sedangkan yang kedua adalah yang ditujukan kepada manusia
seluruhnya yang mengandung makna turun berangsur-angsur. Hal ini agaknya untuk
mengisyaratkan bahwa manusia secara umum mempelajari dan melaksanakan tuntunan
Alquran secara bertahap sedikit demi sedikit dan dari saat ke saat. Adapun Nabi
Muhammad Saw., maka kata diturunkan yang dimaksud di sini bukan melihat pada
turunnya ayat-ayat itu sedikit demi sedikit, tetapi melihat kepada pribadi Nabi
Saw. yang menghafal dan memahaminya secara langsung, karena diajar langsung
oleh Allah Swt., melalui malaikat Jibril As.Dan juga melaksanakannya secara
langsung begitu ayat turun, berbeda dengan manusia yang lain.[5]
Pada akhir ayat
di atas dijelaskan tentang fungsi Rasulullah Saw., sebagai penjelas (mubayyin)
kepada manusia tentang hukum-hukum yang terkandung dalam Alquran. Hal ini
dimaksudkan agar manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan dapat berfikir.
Ini mengisyaratkan bahwa siswa perlu memikirkan, menganalisis dan bahkan
mengkritisi materi pendidikan yang disampaikan guru. Di lain pihak, dengan ini
juga menunjukkan bahwa Alquran selalu mengajak berfikir kepada manusia agar
dalam menunaikan kewaiban-kewajiban agama dilaksanakan dengan hati yang mantap
karena didukung ilmu yang cukup.
D. QS. Al – Kahfi : 66
ﻗَﺎلَﻟَﻪُﻣُﻮ۟ﺳَﻰﻫَﻞ۟أَﺗَّﺒِﻌُﻚَﻋَﻞَأَن۟ﺗُﻌَﻠِّﻤَﻦِﻣِﻤَّﺎﻋُﻠّﻤ۟ﺖّرُﺷ۟ﺪً٦٦
Musa berkata
kepadanya, “bolehkah aku mengikutimu supaya engkau mengajarkan kepadaku
sebagian dari apa yang telah diajarkan kepadamu untuk menjadi petunjuk?”
Kata (أَﺗَّﺒِﻌُﻚ ) attabi’uka asalnya adalah ( اَﺗ۟ﺒَﻌُﻚ ) atba’uka dari kata ( ﺗَﺒِﻊَ
) tabi’a yakni mengikuti. Penambahan huruf ( ﺗ ) ta’
pada kata attabi’uka mengandung makna
kesungguhan dalam upaya mengikuti
itu. Memang demikianlah seharusnya seorang pelajar, harus bertekad untuk
bersungguh – sungguh mencurahkan perhatian bahkan tenaganya, terhadap apa yang
akan dipelajarinya.[6]
Berdasarklan
penjelasan di atas, maka kami menyimpulkan bahwa dalam menuntut ilmu tidak
boleh setengah – setengah, karena jika kita melakukannya dengan setengah hati,
maka hasil yang diperoleh pun tidak maksimal.
Dalam Buku Tafsir Al
Qurthubi yang diterbitkan oleh Pustaka Azzam, ayat ini memuat 2 masalah, yaitu
:
Pertama : Firman Allah SWT, ﻗَﺎلَﻟَﻪُﻣُﻮ۟ﺳَﻰﻫَﻞ۟أَﺗَّﺒِﻌُﻚ “Musa berkata kepada Khidhir, ‘Bolehkah aku mengikutimu?’.” Ini
adalah pernyataan / permintaan yang lembut dan halus namun mengandung arti yang
sangat dalam lagi beretika luhur. Maknanya: Apakah engkau rela dan tidak
keberatan.[7]
Sedangkan dalam Tafsir
Al – Mishbah karangan M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa ucapan Nabi Musa as.
ini sungguh sangat halus. Beliau tidak menuntut untuk diajar tetapi
permintaannya diajukan dalam bentuk pertanyaan, “Bolehkah aku mengikutimu?”. Selanjutnya beliau menamai pengajaran
yang diharapkannya itu sebagai ikutan
yakni beliau menjadikan diri beliau sebagai pengikut dan pelajar. Beliau juga
menggarisbawahi kegunaan pengajaran itu untuk dirinya secara pribadi yakni untuk menjadi petunjuk baginya. Di sisis
lain, beliau mengisyaratkan keluasan ilmu hamba yang saleh itu ssehngga Nabi
Musa as. hanya mengharap kiranya dia mengajarkan sebagian dari apa yang telah diajarkan kepadanya.
Kita dapat
menyimpulkan dari 2 sumber di atas bahwa Nabi Musa as. adalah orang yang sangat
halus dan sopan. Ia tidak memaksakan kehendaknya begitu saja kepada hamba Allah
itu, tetapi ia memintanya dengan sopan dan bertanya “Bolehkah aku
mengikutimu?”.[8]
Kedua : Ayat ini
menunjukkan, bahwa murid mengikuti guru walaupun tingkatnya terpaut jauh, dan
dalam kasus belajarnya Musa kepada Khidhir tidak ada hal yang menunjukkan bahwa
Khidhir lebih mulia daripada Musa, karena adakalanya orang yang lebih mulia
tidak mengetahui hal yang diketahui oleh orang yang tidak lebih mulia, sebab
kemuliaan itu adalah bagi yang dimuliakan Allah.[9]
Hal ini menerangkan
kepada kita bahwa orang yang berilmu belum tentu lebih mulia daripada kita yang
ilmunya masih kurang. Tetapi kita tetap diwajibkan untuk menuntut ilmu, walaupun
orang itu belum tentu lebih mulia dari kita, karena sebenarnya tidak ada yang
mengetahui kemuliaan seseorang selain Allah SWT.
Pada ayat ini, kita
dapat mengambil beberapa nila-nilai pendidikan, yaitu:
1.
Pendidikan
bukan hanya dari orang tua kita, tetapi juga orang lain, seperti guru, dosen,
pelatih, teman dan masyarakat. Seperti dalam surat diatas yang mencontohkan
bagaimana Nabi Musa belajar kepada Khaidir.
2.
Saat
berbicara atau berlaku terhadap seorang pendidik haruslah menghormati dan
bersikap sopan kepadanya.
3.
Menganggap
bahwa pendidik lebih tahu dari pada diri kita.
4.
Belajarlah
dengan sungguh-sungguh, maka kita akan berhasil.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kita dapat menyimpulkan dari pembahasan di
depan bahwa di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang mengandung makna
pendidikan, terutama subjek pendidikan. Beberapa simpulan yang dapat kita
ambil, yaitu:
1. QS. Ar- Rahman : 1-4 menjelaskan bahwa Allah
adalah subjek pendidikan yang mengajarkan ilmu pengetahuan kepada umat manusia.
Ayat ini mengajarkan kita untuk menjadi seorang pendidik yang profesional,
yaitu menstranfer semua ilmu yang ada hingga objek pendidikan paham dan pandai.
2. QS. An- Najm : 5-6 menjelaskan bahwa malaikat
Jibril adalah subjek pendidikan. Ayat tersebut menjelaskan ciri-ciri seorang
pendidik yang berkompeten, tidak hanya baik dalam hal penguasaan materi tapi
juga sikap dan penampilan.
3. QS. An- Nahl : 41-43 memerintah kita untuk
bertanya kepada orang yang lebih tahu. Kita juga diajarkan untuk bersabar dalam
pendidikan, baik dalam proses menuntut ilmu maupun mengajarkan ilmu kita.
4. QS. Al- Kahfi : 66 menjelaskan kepada kita
bahwa Nabi Khidir adalah subjek pendidikan. Kita dianjurkan untuk berlaku sopan
kepada guru. Kita juga diperintahkan untuk mencari ilmu tidak hanya di sekolah,
tapi dimanapun.
Sungguh sempurna kitab Allah, Al-Qur’an, yang
telah diturunkan kepada Nabi Muhammad. Sehingga kita dapat membenahi diri agar
apa yang kita lakukan sesuai dengan petunjuk Allah, terutama dalam bidang
belajar mengajar. Seseorang memahami suatu ilmu tergantung kepada siapa yang
mengajarkan. Oleh karena itu, kita sebagai calon pendidik harus dengan seksama memahami makna Al-Qur’an, agar
semua yang kita ajarkan sejalan dengan isi dan kandungan ayat Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qurthubi
, Syaikh Imam. 2008. Tafsir Al Qurthubi.
Jakarta : Pustaka Azzam.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah pesan, kesan dan keserasian Al-Quran. Jakarta :
Lentera Hati.
Ihsan,
Fuad. 2000. Dasar-dasar Kependidikan.Jakarta : RINEKA CIPTA.
Al-Mahalli, Imam jalaluddin dan Imam jalaluddin
As-Syuti, 1998. Terjemah Tafsir Jalalain jilid 2, Jakarta:Sinar Baru Algensindo.
[1] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta : Lentera hati,
2002), hlm. 493
[2] Imam jalaluddin Al-Mahalli dan Imam jalaluddin As-Syuti, Terjemah
Tafsir Jalalain jilid 2, (Sinar Baru Algensindo) hlm. 984
[3] Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir
Al Qurtubi, (Jakarta : Pustaka azzam, 2009), hal. 516-517
[6] M. Quraish Shihab, Tafsir
Al-Mishbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Quran, (Jakarta : Lentera Hati,
2002), hal. 98
[7] Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir
Al Qurthubi, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), hal. 46
[8] [8] M.
Quraish Shihab, op.cit., hal. 98
No comments:
Post a Comment