Tuesday 31 January 2017

Ayat – Ayat Tentang Alam Semesta



Tentang Alam Semesta

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt karena berkat rahmat Nya penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.Makalah ini merupakan makalah Tafsir  yang membahas Ayat tentang Alam Semesta  .Secara khusus pembahasan dalam makalah ini diatur sedemikian rupa sehingga materi yang disampaikan sesuai dengan mata kuliah. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala­­-kendala yang kami hadapi teratasi . oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak dosen mata kuliah Tafsir 1  Bapak Ahmad Darlis,M.Pd.I yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada kami sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas makalah ini.
2.  Orang tua, teman dan kerabat  yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas makalah ini selesai.
Kami sadar, bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan.Untuk itu kami meminta maaf apabila ada kekurangan. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna meningkatkan kualitas makalah penulis selanjutnya. Kebenaran dan kesempurnaan hanya Allah-lah  yang punya dan maha kuasa .Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberikan manfaat tersendiri bagi generasi muda islam yang akan datang, khususnya dalam bidang Tafsir.


Tanjung Pura, Maret, 2016

  Tim Penyusun
           Kelompok 5 ( Lima )


DAFTAR ISI


 


BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Al-Quran merupakan sumber segala ilmu. Al-Quran menyebutkan tentang kejadian alam semesta dan berbagai proses kealaman lainnya, tentang penciptaan manusia, termasuk manusia yang didorong hasrat ingin tahunya dan dipacu akalnya untuk menyelidiki segala apa yang ada disekitarnya seperti keingintahuan tentang rahasia alam semesta.
Alam semesta merupakan sebuah bukti kebesaran Tuhan, karena penciptaan alan semesta dari ketiadaan memerlukan adanya Sang Pencipta Yang Maha Kuasa. Tuhan telah menciptakan alam semesta ini dengan segala isinya untuk manusia dan telah menyatakan tentang penciptaan alam semesta dalam ayat-ayat-Nya. Meskipun demikian Al-Quran bukan buku kosmlogi atau biologi, sebab ia hanya menyatakan bagian-bagian yang sangat penting saja dari ilmu-ilmu yang dimaksud.
Keingin tahuan manusia tentang alam semesta tidak hanya membaca Al-Quran saja, akan tetapi juga melakukan perintah Tuhan. Sehingga ia dapat menemukan kebenaran yang dapat dipergunakan dalam pemahaman serta penafsiran Al-Quran. Oleh karena itu tidak dapat diragukan lagi bahwa penciptaan alam semesta bukanlah produk dari hasil pemikiran manusia, akan tetapi produk dari hasil Tuhan.

B.     Rumusan Masalah

1.    Apa sajakah ayat-ayat al-quran yang menjelaskan tentang penciptaan Alam Semesta?
2.    Bagaiimanakan isi tafsiran surah Al-Baqarah ayat 29?
3.    Bagaimanakah isi tafsiran surah Al Mulk Ayat 3 ?
4.    Bagaimanakan isi tafsiran surah Al A’raf Ayat 54?




BAB II

PEMBAHASAN

A.     Al Baqarah Ayat 29

1.     Terjemahan Al Baqarah Ayat 29

فَسَوَّاهُنَّ السَّمَاءَ ا إِلَى سْتَوَىثُمَّ جَمِيْعًا الْأَرْضِ فِي مَّا لَكُمْ خَلَقَ الَّذِيْ هُوَ عَلِيْمٌ شَيْءٍ بِكُلِّ هُوَ وَ سَمَاوَاتٍ سَبْعَ
            Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

2.     Tafsiran Al BAqrah  Ayat  29

       ٱلۡأَرۡضِ فِى  مَّا لَكُم خَلَقَ ٱلَّذِى هُوَ (Dialah yang telah menciptakan bagimu segala yang terdapat di muka bumi) yaitu menciptakan bumi beserta isinya, جَمِيعً۬ا (kesemuanya) agar kamu memperoleh manfaat dan mengambil perbandingan darinya, ٱسۡتَوَىٰٓ ثُمَّ (kemudian Dia hendak menyengaja hendak menciptakan) Dalam penggalan terjemahan ayat tersebut yang berbunyi Kata kemudian dalam ayat ini bukan berarti selang masa tapi dalam arti peringkat, yakni peringkat sesuatu yang disebut sesudahnya yaitu langit dan apa yang ditampungnya lebih agung, lebih besar, indah dan misterius daripada bumi. Maka Dia, yakni Allah menyempurnakan mereka yakni menjadikan tujuh langit dan menetapkan hukum-hukum yang mengatur perjalanannya masing-masing, serta menyiapkan sarana yang sesuai bagi yang berada disana. Itu semua diciptakannya dalam keadaan sempurna dan amat teliti. Dan itu semua mudah bagi-Nya karena Dia Maha Mengetahui segala sesuatu[1]. artinya setelah menciptakan bumi tadi Dia bermaksud hendak menciptakan pula ٮٰهُنَّ فَسَوَّ ٱلسَّمَآءِ إِلَى (langit, maka dijadikan-Nya langit itu) 'hunna' sebagai kata ganti benda yang dimaksud adalah langit itu.
Maksudnya ialah dijadikan-Nya, sebagaimana didapati pada ayat yang lain, 'faqadhaahunna,' yang berarti maka ditetapkan-Nya mereka, هُوَ وَ سَمَاوَاتٍ سَبْعَ عَلِيْمٌ شَيْءٍ بِكُلِّ (tujuh langit dan Dia Maha Mengetahui atas segala sesuatu) dikemukakan secara 'mujmal' ringkas atau secara mufasshal terinci, maksudnya, "Tidakkah Allah yang mampu menciptakan semua itu dari mula pertama, padahal Dia lebih besar dan lebih hebat daripada kamu, akan mampu pula menghidupkan kamu kembali.[2]
Setelah Allah menyebut peruntukan penciptaan segala yang ada di bumi, Dia kemudian menggunakan kata sambung ثُمَّ (tsumma, kemudian), yang menunjukkan adanya pengurutan (tartĭb), yaitu—yang oleh ahli bahasa disebut—tartĭb infishāl (pengurutan terpisah); artinya, kejadian berikutnya tidak terjadi dengan serta-merta. Di belakang kata sambung ثُمَّ (tsumma, kemudian) ini ialah kalimat اسْتَوَى إِلَى السَّمَاء (istawā ilas-samāi, beranjak ke langit). Maksudnya, pelaksanaan amanah tadi sekaligus menjadi tangga-tangga ruhaniah yang starting point (titik anjak)-nya bermula dari bumi, dari dunia material, dari tubuh biologis, untuk selanjutnya menuju ke ‘langit’. Hanya individu-individu yang bisa melepaskan diri dari jeratan bumi, dunia material, tubuh biologisnyalah yang bisa melanjutkan perjalanannya menuju ke ‘langit’. Itu sebabnya kata sambungnya menggunakan ثُمَّ (tsumma, kemudian)—tartĭb infishāl (pengurutan terpisah)—dan bukan فَ (fa', lantas)—tartĭb ittishāl (pengurutan bersambung). Jadi yang Allah sampaikan di ayat ini bukanlah proses penciptaan, melainkan rangkaian perjalanan spiritual (mi’raj ruhani) yang sejatinya ditempuh oleh manusia.[3]
Penggunaan kata عَلِيمٌ ('alĭm, Maha Mengetahui) di akhir ayat ini mengisyaratkan bahwa perjalanan ruhani pada hakikatnya adalah sebuah napak tilas menelusuri ilmu Allah. Yang artinya, progresifitas perjalanan itu berbanding lurus dengan makin bertambahnya ilmu seseorang. Kian bertambah ilmu sesorang tentang Allah (seharusnya) kian bertambah pula kapasitasnya dalam memikul amanah yang diembannya, dan kian bertambah tinggi pula martabat ‘langit’ yang dicapainya, sehingga (pada akhirnya) kian dekat yang bersangkutan kepada ‘arasy Rab-nya.
Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan bukti keberadaan dan kekuasaan-Nya kepada makhluk-Nya melalui apa yang mereka saksikan sendiri pada diri mereka, lalu Dia menyebutkan bukti lain melalui apa yang mereka saksikan, yaitu penciptaan langit dan bumi.
Istawaa ilas samaa (berkehendak atau bertujuan ke langit), makna lafadz ini mengandung pengertian kedua lafadz tersebut, yakni berkehendak atau bertujuan, karena ia di-muta’addi-kan dengan memakai huruf ilaa. Fasawwaahunna sab’a samaawaat (lalu Dia menciptakan tujuh langit), lafadz as-samaa dalam ayat ini merupakan isim jinis, karena itu disebutkan sab’a samaawaat. Wahuwa bikulli syai-in ‘aliim (Dia Maha Mengetahui segala sesuatu), yakni pengetahuan-Nya meliputi semua makhluk yang telah Dia ciptakan.
Dari uraian diatas dapat diketahui, yakni berkaitan dengan materi pendidikan yang terkandung dalam ayat tersebut, menjelaskan bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta merupakan salah satu dari beberpa bukti keagungan Allah SWT yang menuntut kita untuk mempelajarinya sehingga dapat menambah keimanan kita terhadap kekuasaan Allah SWT.
Sebagaimana dalam buku karya DR. Nurwajah Ahmad E.Q disitu disebutkan bahwa Alqur’an berulangkali menampilkan fenomena alam semesta, yang target akhir dari itu semua adalah kesadaran atas eksistensi diri sebagai makhluk yang tidak memiliki arti apa-apa dihadapan sang penguasa. Oleh sebab itu dalam setiap ayat yang menjelaskan fenomena alam senantiasa dikaitkan dengan dorongan terhadap manusia unrtuk melakukan pengamatan, penyelidikan yang akan menambah pengetahuan manusia.[4]Maka dengan demikian manusia harus menggunakan segala kekayaan alam bukan semata-mata untuk kepentingan fisik dan intelektual tetapi lebih penting lagi adalah untuk moral dan spiritual.
Ayat ini turun dalam rangka Al-Taubih (ejekan) dan Al-Ta’ajjub (keanehan) yang disebabkan karena sifat ingkar yang ditunjukkan oleh orang-orang fasik dengan menyebutkan bukti-bukti yang mendorong mereka agar memiliki keimanan dan menjauhi kekafiran.[5]
Adapun diantara bukti-bukti tersebut adalah adanya kenikmatan yang menunjukkan kekuasaan Allah SWT, yang diperlihatkan dengan permulaan penciptaan makhluk-Nya hingga berakhirnya kehidupan ini.
Maka dari uraian-urain tersebut diatas dapat difahami bahwasanya yang terkandung dalam Surat Al Baqarah ayat 29 adalah berbicara tentang penciptaan alam semesta dalam rangka memberi peringatan orang – orang fasik. kemudian Allah juga menciptakan segala apa yang ada di bumi dan di langit untuk manusia, dengan demikian ayat tersebut tidak membicarakan proses penciptaan alam, melainkan lebih ditunjukan untuk menjelaskan posisi alam sebagai tempat yang penuh karunia tuhan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia sehingga manusia dapat bersyukur atas karunia tersebut dan meningkatkan keimanannya.

B.     Al mulk Ayat 3

1.      Terjemahan Al Mulk Ayat 3


الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا ۖ مَا تَرَىٰ فِي خَلْقِ الرَّحْمَٰنِ مِنْ تَفَاوُتٍ ۖ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَىٰ مِنْ فُطُورٍ [٦٧:٣]
            Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?

2.      Tafsiran Al Mulk Ayat 3

الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا  (Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis) yakni sebagian di antaranya berada di atas sebagian yang lain tanpa bersentuhan. Maksutnya hanya ujung-ujungnya saja yang melekat, karena dikatakan sebagiannya melekat di atas sebagian yang lain. Seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Lafaz طِبَاقًا adalah sifat untuk سَبْعَ, sedangkan طِبَاقًا adalah mashdar yang berarti al muthaabah (yang berlapis-lapis). [6]
Dia menciptakan langit tanpa adanya tiang yang menyangga dan tanpa ikatan yang mengikatnya, padahal masing-masing menempati waktu dan ruang tertentu yang begitu rapi, hanya daya tarik-menariklah yang mengaturnya. Ada yang menafsirkan bahwa langit ketujuh itu adalah bintang-bintang dari matahari. Ada pula yang menafsirkannya dengan ditambah dongeng-dongeng yang tidak jelas sama sekali. Oleh karena itu, cukuplah saja kita mengartikan langit ketujuh dengan iman kita, karena tidak bisa langit ketujuh diartikan dengan ilmu pengetahuan.
Menurut pendapat ulama lain, Sibawaih berkata طِبَاقًا dinashabkan karena menjadi objek. Dan menurut Al Qurthubi, خَلَقَ bermakna ja’ala (menjadikan) dan shayara (membuat). Dan thibaaq adalah jamak dari thabaq atau thabaqah. Seperti yang diriwayatkan oleh Aban bin Taghlib, “aku mendengar sebagian orang Arab mencela seseorang. Dia berkata, ‘Syarruhu thibaaqun wa khairu ghairu baaqin (keburukannya berlapis-lapis, sementara kabaikannya tidak akan kekal). Atau menurut Quraish Shihab thibaqa disini adalah mashdar yang artinya sangat bersesuaian. Jadi dalam bentuk jamaknya ketujuh langit itu mempunyai kesamaan, ibaratnya seperti kue lapis atau cangkang telur yang mengitari seluruh segi telur dari segala penjuru.
            مَا تَرَىٰ فِي خَلْقِ الرَّحْمَٰنِ (Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Yang Maha Pemurah) pada tujuh langit yang berlapis-lapis itu atau pada makhluk yang lain, تَفَاوُتٍ مِنْ (sesuatu yang tidak seimbang) Berdasarkan Qira’ah Hamzah, Al Kisa’i dan Ibnu Mas’ud, lafaz مِنْ تَفوُّتٍ  tanpa alif dan bertasydid, namun ada pula yang membaca مِنْ تَفاوُتٍ menggunakan huruf alif dan tanpa tasydid. Berbeda lagi dengan qira’ah Abu Ubaid, dia membaca مِنْ تَفوُتٍ. Tapi qira’ah yang paling ideal adalah تَفَاوُتٍ (saling bertentangan) kalau saling bertentangan berarti saling meninggalkan satu sama lain. Yang berarti kalian tidak akan menemukan ketidak-seimbangan maupun kontradiksi pada ciptaan Allah. Semua itu Dia ciptakan dengan sempurna hanya untuk makhluk-Nya sebagai manifestasi dari kehendak-Nya untuk melimpahkan rahmat kepada seluruh makhluk, ini yang merujuk pada ar-Rahman.. فَارْجِعِ الْبَصَرَ (Maka lihatlah berulang-ulang) artinya lihatlah kembali ke langit هَلْ تَرَىٰ (adakah kamu lihat) padanya مِنْ فُطُورٍ (keretakan?) maksudnya retak dan berbelah-belah.[7] Disini Allah menciptakan segala sesuatu tidak lepas dari hukum-hukum serta peraturan-peraturan sehingga semuanya menjadi begitu rapi. Kita ambil contoh yang diberikan Quraish Shihab, bagaimana payahnya penduduk sebuah planet jika tidak ada keseimbangan antar planet sehingga terjadi tabrakan antar planet. Diciptakannya berbagai makhluk dengan timbal balik satu dengan yang lain seperti manusia & binatang-tumbuhan dalam proses fotosintesis. Diciptakannya suara serta sidik jari milyaran manusia yang satupun tidak ada yang sama. Jadi bagaimana kita makhluk yang berpikir tetap tidak mengakui ke-sempurnaan ciptaan Tuhan, jika sudah terlalu banyak bukti kebesaran-Nya dengan semua ciptaan-Nya yang begitu teratur.[8]

C.     Surah Al A’raf Ayat 54

1.     Terjemahan Ayat Al-A’raf ayat 54


إن ربكم الله الذي خلق السموات والأرض في ستة أيام ثم استوى على العرش يغشي الليل النهار يطلبه حثيثا والشمس والقمر والنجوم مسخرات بأمره ألا له الخلق والأمر تبارك الله رب العالمين
            Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.

2.     Tafsiran Al A’raf Ayat  54

        إن ربكم الله الذي خلق السموات والأرض في ستة أيام ثم (Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa) menurut ukuran hari dunia atau yang sepadan dengannya, sebab pada zaman itu masih belum ada matahari. Akan tetapi jika Allah menghendakinya niscaya Ia dapat menciptakannya dalam sekejap mata, adapun penyebutan hal ini dimaksud guna mengajari makhluk-Nya agar tekun dan sabar dalam mengerjakan sesuatu ثم استوى على العرش (lalu Dia bersemayam di atas Arsy) Arsy menurut istilah bahasa artinya singgasana raja, yang dimaksud dengan bersemayam ialah yang sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucian-Nya النَّهَارَ اللَّيْلَ يُغْشِي (Dia menutupkan malam kepada siang) bisa dibaca takhfif yakni yughsyii dan dibaca tasydid, yakni yughasysyii, artinya: keduanya itu saling menutupi yang lain silih-berganti يَطْلُبُهُ (yang mengikutinya) masing-masing di antara keduanya itu mengikuti yang lainnya حَثِيثًا (dengan cepat) secara cepat والشمس والقمر والنجوم (dan diciptakan-Nya pula matahari, bulan dan bintang-bintang) dengan dibaca nashab diathafkan kepada as-samaawaat, dan dibaca rafa` sebagai mubtada sedangkan khabarnya ialah مُسَخَّرَاتٍ (masing-masing tunduk) patuh بأمره (kepada perintah-Nya) kepada kekuasaan-Nya  ألا له الخلق (ingatlah, menciptakan itu hanya hak Allah) semuanya ۗ  والأمرdan memerintah) kesemuanya adalah hak-Nya pula تَبَارَكَ (Maha Suci) Maha Besar رَبُّ اللَّهُ (Allah, Tuhan) Pemelihara الْعَالَمِينَ (semesta alam).[9]
                  Menurut Sayyid Quthb: Akidah tauhid Islam tidak meninggalkan satu pun lapangan bagi manusia untuk merenungkan zat Allah Yang Maha Suci dan bagaimana ia berbuat, maka, Allah itu Maha Suci, tidak ada lapangan bagi manusia untuk menggambarkan dan melukiskan zat Allah. Adapun enam hari saat Allah menciptakan langit dan bumi, juga merupakan perkara ghaib yang tidak ada seorang makhlukpun menyaksikannya. Allah telah menciptakan alam semesta ini dengan segala kebesaran-Nya, yang menguasai alam ini mengaturnya dengan perintah-Nya, mengendalikannya dengan kekuasaan-Nya. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat dalam putaran yang abadi ini yaitu putaran malam mengikuti siang dalam peredaran planet ini. Dia menciptakan matahari, bulan dan bintang, yang semuanya tunduk kepada perintah-Nya, sesungguhnya Allah Maha Pencipta, Pelindung, Pengendali dan Pengatur. Dia adalah Tuhan kalian yang memelihara kalian dengan manhaj-Nya, mempersatukan kalian dengan peraturan-Nya, membuat syariat bagi kalian dengan izin-Nya dan memutuskan perkara kalian dengan hukum-Nya. Dialah yang berhak menciptakan dan memerintah. Inilah persoalan yang menjadi sasaran pemaparan ini yaitu persoalan uluhiah, rububiyah dan hakimiyah, serta manunggalnya Allah SWT. Pada semuanya ini ia juga merupakan persoalan ubudiyah manusia di dalam syariat hidup mereka. Maka, ini pulalah tema yang dihadapkan konteks surat ini yang tercermin dalam masalah pakaian sebagaimana yang dihadapi surat Al-An’am dalam masalah binatang ternak, tanaman,nazar-nazar dan syiar-syiar.
             


 

BAB III

                                                        PENUTUP

A.    Kesimpulan

 

                  Allah telah menciptakan alam semesta ini dengan segala kebesarannya, yang menguasai alam ini, mengaturnya dengan perintah-Nya ,mengendalikannya dengan kekuasaan-Nya. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat dalam putaran yang abadi ini. Yaitu, putaran malam mengikuti siang dalam peredaran planet ini. Dia menciptakan matahari, bulan dan bintang, yang semula tunduk kepada perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pencipta dan Tuhan sekalian alam.
                  Dari uraian pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa materi pendidikan yang terkandung didalam Surat Al-Baqarah ayat 29 yaitu tentang penciptaan segala apa yang ada di bumi dan di langit. Dengan demikian ayat tersebut tidak membicarakan proses penciptaan alam, melainkan lebih ditunjukkan untuk menjelaskan posisi alam sebagai tempat yang penuh kerunia Tuhan yang dapat dimanfaatkan manusia. Lalu, dalam Surat Al-Mulk ayat 3 menjelaskan tentang posisi alam semesta dan segala isinya untuk dipelajari supaya menusia dapat mengambil manfaatnya. Sedangkan dalam Surat Al-A’raf ayat 54 yaitu bahwa Allah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa.


DAFTAR FUSTAKA


Shihab ,M. Quraish, Tafsir Al-Misbah.Jakarta: Lentera Hati, cet. X 2002.
Al-Mahalliy ,Jalalud– Din –dan Jalalud– Din – Al-Mahalliy,Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Terjemahan Mahyudin Syaf dan Bahrun Abubakar ( Bandung:Sinar Baru,Cet 1,1990
Ahmad, Nurwadjah.  Tafsir Ayat Ayat Pendidikan Bandung : Marja, Cet. 1. 2007
Al Qurthubi/Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, ed. Mukhlis B. Mukti, trans. Ahmad Khatib et al., vol. IX,.Jakarta: PUSTAKA AZZAM, Cetakan ke-I 2009.
M. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISHBAH Pesan, Kesan, Dan Keserasian al-Qur’an,Jakarata: Lentera Hati, vol. 15Cetakan ke-II 2002




[1] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,, (Jakarta: Lentera Hati, cet. X 2002), hlm. 138
[2] Jalalud– Din – Al-Mahalliy dan Jalalud– Din – Al-Mahalliy,Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Terjemahan Mahyudin Syaf dan Bahrun Abubakar ( Bandung:Sinar Baru,Cet 1,1990)hal.16-17
[4] Nurwadjah Ahmad, Tafsir Ayat Ayat Pendidikan (Bandung : Marja, Cet. 1,, 2007), hlm. 129
[5] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, Cet. I,,2009), hlm. 105
[6] Al Qurthubi / Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, ed. Mukhlis B. Mukti, trans. Ahmad Khatib et al., vol. IX, Cetakan ke-I (Jakarta: PUSTAKA AZZAM, 2009), hal. 12
[7] Jalalud– Din – Al-Mahalliy dan Jalalud– Din – Al-Mahalliy,Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Terjemahan Mahyudin Syaf dan Bahrun Abubakar ( Bandung:Sinar Baru,Cet 1,1990)hal.2498
[8] M. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISHBAH Pesan, Kesan, Dan Keserasian al-Qur’an, vol. 15, Cetakan ke-II (Jakarata: Lentera Hati, 2002), 201
[9] Jalalud– Din – Al-Mahalliy dan Jalalud– Din – Al-Mahalliy,Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Terjemahan Mahyudin Syaf dan Bahrun Abubakar ( Bandung:Sinar Baru,Cet 1,1990)hal. 643

No comments:

Post a Comment

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOPERATIF DALAM PEMBELAJARAN FIQIH

  BAB I PENDAHULUAN A.      Latar Belakang Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas adalah pembe...