Tuesday 31 January 2017

Ayat – Ayat Tentang Subjek Pendidikan



Subjek Pendidikan



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt karena berkat rahmat Nya penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.Makalah ini merupakan makalah Tafsir  yang membahas Ayat - Ayat Tentang Subje Pendidikan  .Secara khusus pembahasan dalam makalah ini diatur sedemikian rupa sehingga materi yang disampaikan sesuai dengan mata kuliah. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala­­-kendala yang kami hadapi teratasi . oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak dosen mata kuliah Tafsir 1  Bapak Ahmad Darlis,M.Pd.I yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada kami sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas makalah ini.
2.  Orang tua, teman dan kerabat  yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas makalah ini selesai.
Kami sadar, bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan.Untuk itu kami meminta maaf apabila ada kekurangan. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna meningkatkan kualitas makalah penulis selanjutnya. Kebenaran dan kesempurnaan hanya Allah-lah  yang punya dan maha kuasa .Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberikan manfaat tersendiri bagi generasi muda islam yang akan datang, khususnya dalam bidang Tafsir.



Tanjung Pura,  Mei 2016

Tim Penyusun
     Kelompok 9 ( Sembilan )



DAFTAR ISI

 






BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Kita sebagai umat beragama, Islam, tentunya mempunyai pedoman hidup sesuai perintah Allah SWT yaitu Al-Qur’an. Dalam pedoman tersebut terdapat aturan-aturan yang harus kita laksanakan dan larangan-larangan yang harus kita tinggalkan. Al-qur’an adalah sumber hukum islam yang pertama bagi umat muslim.
Subjek pendidikan sangat berpengaruh sekali kepada keberhasilan atau gagalnya pendidikan. Subjek pendidikan adalah orang ataupun kelompok yang bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan, sehingga materi yang diajarkan atau yang disampaikan dapat dipahami oleh objek pendidikan. Subjek pendidikan yang dipahami kebanyakan para ahli pendidikan adalah Orang tua, guru-guru di institusi formal (disekolah) maupun non formal dan lingkungan masyarakat, sedangkan pendidikan pertama ( tarbiyatul awwal) yang kita pahami selama ini adalah rumah tangga (orang tua)Kehidupan kita tidak terlepas dari pendidikan. Pendidikan sangat penting bagi kita umat Islam. Sebagai seorang calon pendidik, tentunya kita diharapkan menjadi seorang pendidik yang profesional. Dalam Al –Qur’an telah dijelaskan bagaimana menjadi guru yang baik dan profeional. Dengan demikian kita akan dapat bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan ajaran islam. Selain kita mendapatkan rizqi kita juga akan mendapatkan berkah dan ridhonya dari Allah SWT. Pada bab selanjutnya akan dibahas lebih detail tentang subjek pendidikan menurut Al-Qur’an.

B.  Rumusan Masalah

1.      Bagimana Tafsiran Surah Ar-Rahman 1-4 tentang Subjek Pendidikan?
2.      Bagimana Tafsiran Surah AAn Najm 5-6 tentang Subjek Pendidikan?
3.      Bagimana Tafsiran Surah An Nahl 43-44 tentang Subjek Pendidikan?
4.      Bagimana Tafsiran Surah Al-Kahfi 66  tentang Subjek Pendidikan?

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.       Ar-Rahman ayat 1-4


الرحمن (1) عَلَّمَ الْقُرْءَانَ (2) خَلَقَ الْإنْسَن ُ (3)عَلَّمَهُ الْبَيَان(َ4)    


Artinya: “Tuhan yang maha pemurah. Dia-lah yang telah mengajarkan Al-qur’an. Dia telah menjadikan manusia. Dia telah mengajarnya pandai berbicara”.[1]
Firman Allah SWT ٲﻟرَﺣ۟ﻤٰﻦُ  (Allah) yang Maha Pengasih ﻋَﻠَّﻢَٲﻟ۟ﻘُﺮ۟ءَانَ Yang telah mengajarkan Al-Qur’an. Maksudnya yaitu yang telah mengajarkan kepada Nabi-Nya hingga dia dapat menyampaikan kepada seluruh manusia. Surah ini diturunkan ketika orang-orang bertanya, “ apa ٲﻟرَﺣ۟ﻤٰﻦُ  itu?”. Ada juga yang mengatakan bahwa surah ini turun sebagai bantahan atas penduduk Makkah ketika mereka berkata, “Sesungguhnya yang mengajarinya (Muhammad) adalah manusia, yaitu orang Yamamah Yang bernama Rahman.” Yang mereka maksudkan adalah Musailamah Al Kadzdzab (si pembohong). Allah SWT pun menurunkan firman-Nya, ٲﻟرَﺣ۟ﻤٰﻦُ ۝ ﻋَﻠَّﻢَٲﻟ۟ﻘُﺮ۟ءَانَ ۝(Allah) yang Maha Pengasih. Yang telah mengajarkan Al-Qur’an.
Az-Zajjaj berkata, “makna firman Allah SWTﻋَﻠَّﻢَٲﻟ۟ﻘُﺮ۟ءَانَ  adalah Dia memudahkan Al-Qur’an untuk diingat dan dibaca. Sebagaimana Dia berfirman, ﻮَﻟَﻘَﺪ۟ﻳَﺴَّﺮ۟ﻧَﺎٲﻟ۟ﻘُﺮ۟ءَانَﻟِﻠﺬِّﻜ۟ﺮِ dan sesungguhnyatelah kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran”.
Firman Allah SWT, ﺧَﻠَﻖَٲﻹِ۟ﻧ۟ﺴٰﻦَ “Dia menciptakan manusia”. Ibnu Abbas RA,Qatadah dan Hasan berkata,”maksudnya adalah Adam”.
Firman Allah, ﻋَﻠَّﻤَﻪُٲﻟَ۟ﺒَﻴَﺎنَ “Mengajarnya pandai berbicara” maksudnya mengajarkan nama-nama segala sesuatu. Ada juga yang mengatakan bahwa maksudnya adalah mengajarkan bahasa seluruhnya. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA juga dan Ibnu Kaisan bahwa maksud ﻹِ۟ﻧ۟ﺴٰﻦَ disini adalah Muhammad SAW dan maksud ٲﻟَ۟ﺒَﻴَﺎن adalah kejelasan yang halal dan yang haram dan petunjuk dari kesesatan.
Ada lagi yang mengatakan bahwa maksud ﻹِ۟ﻧ۟ﺴٰﻦَ adalah seluruh manusia. Artinya itu adalah nama bagi jenis, sementara maksud ﻟَ۟ﺒَﻴَﺎن  berdasarkan pendapat ini adalah bicara dan paham. Ini termasuk hal yang menjadikan manusia lebih utama dari seluruh makhluk hidup.[2]
Dari surat Ar-Rahman ayat 1-4 kita dapat mengetahui beberapa nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya, yaitu dikatakan bahwa Allah telah mengajarkan Al-Qur’an kepada manusia, sehingga manusia tersebut menjadi pandai dalam berbicara, maksudnya, ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah kepada manusia itu bertujuan untuk memberi pedoman kepada manusia agar manusia itu dapat memahami isi serta maknanya, sehingga manusia dapat bertingkah laku yang sesuai dengan pedomannya yaitu Al-Qur’an.
Dalam kegiatan pembelajaran kita dapat mengartikan seorang guru yang mengajarkan suatu ilmu kepada muridnya agar dapat dipahami apa yang diberikan oleh gurunya tersebut. Sehingga ketika seorang guru memberikan evaluasi kepada muridnya tentang pelajaran yang telah diberikan tersebut, maka muridnyapun akan dapat menjawab dan mengerjakannya dengan baik dan benar. Sehingga murid tersebut menjadi pandai dengan ilmu yang telah diberikan oleh gurunya.

B.     An Najm Ayat 5-6

ﻋَﻠَّﻪُ ﻤَﺷَﺪِﻳ۟ﺪُ اﻟ۟ﻘُﻮَﻰ٥۝ ذُو۟ﻣِﺮَّةٍۗﻓَﺴ۟ﺘَﻮَی۝
Artinya:  yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat(5). yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) Menampakkan diri dengan rupa yang asli(rupa yang bagus dan perkasa) (6).
Surat An-Najm ayat 5-6 menjelaskan bahwa yang menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. adalah malaikat Jibril yang mana diberi potensi  aqliyah yang sempurna. Kemudian dia (Jibril) juga menampakkan diri dengan rupa yang asli dan tampl sempurna. Dan dalam surat ini juga menjelaskan bahwa subjek pendidikan adalah malaikat Jibril yang mana punya potensi yang kuat dalam menerima wahyu-wahyu Allah untuk disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.[3]
Pada surat An-Najm ayat 5-6 ditegaskan klasifikasi seorang pendidik atau siapa saja yang berkompeten menjadi subjek pendidikan, yakni seperti yang tersurat dalam ayat ini adalah seperti halnya seorang malaikat Jibril yang mana beliau digambarkan sebagai berikut :
·      Sangat kuat, maksudnya memiliki fisik dan psikis yang matang dan mampu memecahkan masalah.
·      Mempunyai akal yang cerdas, yakni seorang pendidik haruslah memiliki akal yang mumpuni dalam mengajarkan apa yang diajarkannya sebagai subyek pendidikan.
·      Menampakkan dengan rupanya yang asli, yakni seorang subyek pendidikan hendaklah bersikap wajar yang tidak melebih-lebihkan segala sesuatu baik dirinya maupun apa yang dilakoninya dalam bidangnya.
Berdasarkan penjelasan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa sebagai subjek pendidikan kita harus:
·      Dapat menjadi model dan teladan bagi murid-murid kelak.
·      Menguasai materi yang akan diajarkan.
·      Bersikap sewajarnya seorang guru tanpa ada sesuatu yang menyimpang.

C.     An-Nahl ayat 43-44

وَمَا اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ اِلأَ رِجَلآ نٌوْحِيْ اِلَيْهِمْ فَسْئَلُوْا اَهْلَ ألذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ (43)
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalahkepada orang yang memiliki pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.
Diriwayatkan oleh Adh-Dhahhak bahwa Ibnu Abbas bercerita tentang ayat ini, bahwa tatkala Allah mengutus Muhammad sebagai Rasul, banyak di antara orang-orang Arab yang tidak mau menerima kenyataan itu, maka turunlah ayat:
أَكَانَ لِلنَّاسِ عَجَباً أَنْ أَوْحَيْنَا إِلَى رَجُلٍ مِّنْهُمْ أَنْ أَنذِرِ النَّاسَ
“Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka: untuk memberi peringatan kepada manusia” QS. Yunus : 2).
Dan dalam ayat di atas Allah berfirman, “Dan kami tidak mengutus sebelum kamu melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepadanya sebagai Rasul, maka jika kamu tidak mengetahui tanyalah kepada orang-orang yang mengetahui yaitu ahli-ahli kitab, apakah yang Kami utus kepada mereka itu malaikat atau manusia biasa.
Jika Rasul-rasul yang Kami utus sebelum kamu itu malaikat, maka patut kamu mengingkari kenabian Muhammad, tetapi jika mereka itu terdiri dari manusia-manusia biasa, maka tidaklah patut kamu saksikan bahwa Muhammad adalah benar-benar seorang Rasul yang kami utus. Allah berfirman:
قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنتُ إَلاَّ بَشَراً رَّسُولاً -٩٣
Katakanlah wahai Muhammad: "Maha suci Tuhanku, Bukankah aku ini hanya seorang manusia yang diutus menjadi rasul?"(QS. Al-Isra : 93).
            Dan dalam ayat yang lain:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ  -١١٠- 
Katakanlah wahai Muhammad : “Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang kepadaku diberikan wahyu”.(QS. Al-Kahfi : 110).
Kata (أَهْل الذِّكْرِ) ini difahami oleh banyak ulama dalam arti para pemuka agama Yahudi dan Nasrani yang telah menerima kitab-kitab dan ajaran Nabi-nabi yang dahulu itu. Kalau mereka orang-orang yang jujur, niscaya akan mereka beri tahukan jamak dari kata (رجل)  rajul sering kali dipahami hal yang sebenarnya itu. Mereka adalah orang-orang yang dapat memberi informasi tentang kemanusiaan para rasul yang diutus Allah. Mereka wajar ditanyai karena mereka tidak dapat dituduh berpihak pada informasi Alquran sebab mereka juga termasuk yang tidak mempercayainya, kendati demikian persoalan kemanusiaan para rasul, mereka akui.
Ahl-dzikr ditafsirkan dengan orang yang mempunyai ilmu pengetahuan tentang nabi dan kitab-kitab.Penulis tidak membatasi kepada pengetahuan tentang nabi-nabi dan kitab, melainkan meliputi detail-detail Alquran dan Islam secara keseluruhannya. Orang yang memiliki pengetahuan tersebut adalah Rasulullah dan para ulama dari berbagai kurun. Penafsiran ini tampaknya relevan dengan tafsir al-dzikr pada ayat berikutnya, bahwa yang dimaksudkannya adalah Alquran itu sendiri. Itu pula sebabnya, Alquran dinamai Al-Dzikr.
Walaupun panggalan ayat ini turun dalam konteks tertentu, yakni objek pertanyaan, serta siapa yang ditanya tertentu pula, namun karena redaksinya yang bersifat umum, maka ia dapat difahami pula sebagai perintah bertanya apa saja yang tidak diketahui atau diragukan kebenarannya kepada siapa pun yang tahu dan tidak tertuduh objektivitasnya.[4]
Pengertian yang lain tentang فاسألوا أهل الذكر“Bertanyalah kalian kepada ahli Alquran” secara eksplisit menjelaskan bahwa yang menjadi subyek pendidikan bukan hanya pendidik atau guru, melainkan juga anak didik. Karena itu ayat ini dapat menjadi dasar bagi pengembangan teori belajar siswa aktif dan metode tanya jawab dalam proses belajar mengajar. Pada saat guru tengah memberikan bimbingan dan pendidikan kepada siswa, posisi siswa adalah obyek, tetapi pada saat yang sama, ia juga berperan sebagai subyek. Sebab, tugas guru tidak hanya menyampaikan bahan-bahan ajar kepada siswa, tetapi ia juga bertanggung jawab untuk sedapat mungkin membangkitkan minat dan motivasi belajar siswa agar mereka dapat melakukan pembelajaran sendiri.
بِالْبَيِّنٰتِ وَالزُّبُرِ وَأَنْزَلْناَاِلَيْكَ الذِّكْرَلِتُبَيِّنَ للِنَّاسِ مَانُزِّلَ اِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ(44
 (Disertai) Keterangan-keterangan (mu’jizat) dan kitab-kitab. Dan kami turunkan kepadamu Al Quran agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.
Para rasul yang Kami utus sebelummu itu semua membawa  keterangan-keterangan, yakni mukjizat-mukjizat nyata yang membuktikan kebenaran mereka sebagai rasul dan sebagian membawa pula zubur, yakni kitab-kitab yang mengandung ketetapan-ketetapan hukum dan nasihat-nasihat yang seharusnya menyentuh hati dan Kami turunkan kepadamu adz-Dzikr,yakni Alquran, agar engkau menerangkan kepada seluruh manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka,yakni Alquran itu, mudah-mudahan dengan penjelasanmu mereka mengetahui dan sadar dan supaya mereka senantiasa berfikir lalu menarik pelajaran untuk kemaslahatan hidup duniawi dan ukhrawi mereka.
Kata الزُّبُر adalah jamak dari kata زَبُور yakni tulisan. Yang dimaksud di sini adalah kitab-kitab yang ditulis, seperti Taurat, Injil, Zabur dan Shuhuf Ibrahim as. Para ulama berpendapat bahwa zubur adalah kitab-kitab singkat yang tidak mengandung syari’at, tetapi sekedar nasihat-nasihat.
Salah satu nama Alquran adalah الذِّكْرُ dari segi bahasa adalah antonim kata lupa. Pengulangan kata turun dua kali, yakni أنزلنا إليك Kami turunkan kepadamu dan ما نُزِّلَ إليهم apa yang telah diturunkan kepada mereka mengisyaratkan perbedaan penurunan yang dimaksud. Yang pertama adalah penurunan Alquran kepada Nabi yang bersifat langusung dari Allah, sedangkan yang kedua adalah yang ditujukan kepada manusia seluruhnya yang mengandung makna turun berangsur-angsur. Hal ini agaknya untuk mengisyaratkan bahwa manusia secara umum mempelajari dan melaksanakan tuntunan Alquran secara bertahap sedikit demi sedikit dan dari saat ke saat. Adapun Nabi Muhammad Saw., maka kata diturunkan yang dimaksud di sini bukan melihat pada turunnya ayat-ayat itu sedikit demi sedikit, tetapi melihat kepada pribadi Nabi Saw. yang menghafal dan memahaminya secara langsung, karena diajar langsung oleh Allah Swt., melalui malaikat Jibril As.Dan juga melaksanakannya secara langsung begitu ayat turun, berbeda dengan manusia yang lain.[5]
Pada akhir ayat di atas dijelaskan tentang fungsi Rasulullah Saw., sebagai penjelas (mubayyin) kepada manusia tentang hukum-hukum yang terkandung dalam Alquran. Hal ini dimaksudkan agar manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan dapat berfikir. Ini mengisyaratkan bahwa siswa perlu memikirkan, menganalisis dan bahkan mengkritisi materi pendidikan yang disampaikan guru. Di lain pihak, dengan ini juga menunjukkan bahwa Alquran selalu mengajak berfikir kepada manusia agar dalam menunaikan kewaiban-kewajiban agama dilaksanakan dengan hati yang mantap karena didukung ilmu yang cukup.

D.      QS. Al – Kahfi : 66


ﻗَﺎلَﻟَﻪُﻣُﻮ۟ﺳَﻰﻫَﻞ۟أَﺗَّﺒِﻌُﻚَﻋَﻞَأَن۟ﺗُﻌَﻠِّﻤَﻦِﻣِﻤَّﺎﻋُﻠّﻤ۟ﺖّرُﺷ۟ﺪً۝٦٦

Musa berkata kepadanya, “bolehkah aku mengikutimu supaya engkau mengajarkan kepadaku sebagian dari apa yang telah diajarkan kepadamu untuk menjadi petunjuk?”
Kata (أَﺗَّﺒِﻌُﻚ ) attabi’uka asalnya adalah (  اَﺗ۟ﺒَﻌُﻚ ) atba’uka dari kata (  ﺗَﺒِﻊَ ) tabi’a yakni mengikuti. Penambahan huruf ( ) ta’ pada kata attabi’uka mengandung makna kesungguhan dalam upaya mengikuti itu. Memang demikianlah seharusnya seorang pelajar, harus bertekad untuk bersungguh – sungguh mencurahkan perhatian bahkan tenaganya, terhadap apa yang akan dipelajarinya.[6]
Berdasarklan penjelasan di atas, maka kami menyimpulkan bahwa dalam menuntut ilmu tidak boleh setengah – setengah, karena jika kita melakukannya dengan setengah hati, maka hasil yang diperoleh pun tidak maksimal.
Dalam Buku Tafsir Al Qurthubi yang diterbitkan oleh Pustaka Azzam, ayat ini memuat 2 masalah, yaitu :
Pertama : Firman Allah SWT, ﻗَﺎلَﻟَﻪُﻣُﻮ۟ﺳَﻰﻫَﻞ۟أَﺗَّﺒِﻌُﻚ Musa berkata kepada Khidhir, ‘Bolehkah aku mengikutimu?’.” Ini adalah pernyataan / permintaan yang lembut dan halus namun mengandung arti yang sangat dalam lagi beretika luhur. Maknanya: Apakah engkau rela dan tidak keberatan.[7]
Sedangkan dalam Tafsir Al – Mishbah karangan M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa ucapan Nabi Musa as. ini sungguh sangat halus. Beliau tidak menuntut untuk diajar tetapi permintaannya diajukan dalam bentuk pertanyaan, “Bolehkah aku mengikutimu?”. Selanjutnya beliau menamai pengajaran yang diharapkannya itu sebagai ikutan yakni beliau menjadikan diri beliau sebagai pengikut dan pelajar. Beliau juga menggarisbawahi kegunaan pengajaran itu untuk dirinya secara pribadi yakni untuk menjadi petunjuk baginya. Di sisis lain, beliau mengisyaratkan keluasan ilmu hamba yang saleh itu ssehngga Nabi Musa as. hanya mengharap kiranya dia mengajarkan sebagian dari apa yang telah diajarkan kepadanya.
Kita dapat menyimpulkan dari 2 sumber di atas bahwa Nabi Musa as. adalah orang yang sangat halus dan sopan. Ia tidak memaksakan kehendaknya begitu saja kepada hamba Allah itu, tetapi ia memintanya dengan sopan dan bertanya “Bolehkah aku mengikutimu?”.[8]
Kedua : Ayat ini menunjukkan, bahwa murid mengikuti guru walaupun tingkatnya terpaut jauh, dan dalam kasus belajarnya Musa kepada Khidhir tidak ada hal yang menunjukkan bahwa Khidhir lebih mulia daripada Musa, karena adakalanya orang yang lebih mulia tidak mengetahui hal yang diketahui oleh orang yang tidak lebih mulia, sebab kemuliaan itu adalah bagi yang dimuliakan Allah.[9]
Hal ini menerangkan kepada kita bahwa orang yang berilmu belum tentu lebih mulia daripada kita yang ilmunya masih kurang. Tetapi kita tetap diwajibkan untuk menuntut ilmu, walaupun orang itu belum tentu lebih mulia dari kita, karena sebenarnya tidak ada yang mengetahui kemuliaan seseorang selain Allah SWT.



Pada ayat ini, kita dapat mengambil beberapa nila-nilai pendidikan, yaitu:
1.        Pendidikan bukan hanya dari orang tua kita, tetapi juga orang lain, seperti guru, dosen, pelatih, teman dan masyarakat. Seperti dalam surat diatas yang mencontohkan bagaimana Nabi Musa belajar kepada Khaidir.
2.        Saat berbicara atau berlaku terhadap seorang pendidik haruslah menghormati dan bersikap sopan kepadanya.
3.        Menganggap bahwa pendidik lebih tahu dari pada diri kita.
4.        Belajarlah dengan sungguh-sungguh, maka kita akan berhasil.



BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kita dapat menyimpulkan dari pembahasan di depan bahwa di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang mengandung makna pendidikan, terutama subjek pendidikan. Beberapa simpulan yang dapat kita ambil, yaitu:
1.    QS. Ar- Rahman : 1-4 menjelaskan bahwa Allah adalah subjek pendidikan yang mengajarkan ilmu pengetahuan kepada umat manusia. Ayat ini mengajarkan kita untuk menjadi seorang pendidik yang profesional, yaitu menstranfer semua ilmu yang ada hingga objek pendidikan paham dan pandai.
2.    QS. An- Najm : 5-6 menjelaskan bahwa malaikat Jibril adalah subjek pendidikan. Ayat tersebut menjelaskan ciri-ciri seorang pendidik yang berkompeten, tidak hanya baik dalam hal penguasaan materi tapi juga sikap dan penampilan.
3.    QS. An- Nahl : 41-43 memerintah kita untuk bertanya kepada orang yang lebih tahu. Kita juga diajarkan untuk bersabar dalam pendidikan, baik dalam proses menuntut ilmu maupun mengajarkan ilmu kita.
4.    QS. Al- Kahfi : 66 menjelaskan kepada kita bahwa Nabi Khidir adalah subjek pendidikan. Kita dianjurkan untuk berlaku sopan kepada guru. Kita juga diperintahkan untuk mencari ilmu tidak hanya di sekolah, tapi  dimanapun.
Sungguh sempurna kitab Allah, Al-Qur’an, yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad. Sehingga kita dapat membenahi diri agar apa yang kita lakukan sesuai dengan petunjuk Allah, terutama dalam bidang belajar mengajar. Seseorang memahami suatu ilmu tergantung kepada siapa yang mengajarkan. Oleh karena itu, kita sebagai calon pendidik harus  dengan seksama memahami makna Al-Qur’an, agar semua yang kita ajarkan sejalan dengan isi dan kandungan ayat Al-Qur’an.

  



DAFTAR PUSTAKA

Al-Qurthubi , Syaikh Imam. 2008. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta : Pustaka Azzam.
Shihab,  M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah pesan, kesan dan keserasian Al-Quran. Jakarta : Lentera Hati.
Ihsan, Fuad. 2000. Dasar-dasar Kependidikan.Jakarta : RINEKA CIPTA.
Al-Mahalli, Imam jalaluddin dan Imam jalaluddin As-Syuti, 1998. Terjemah Tafsir Jalalain jilid 2, Jakarta:Sinar Baru Algensindo.



[1] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta : Lentera hati, 2002), hlm. 493
[2] Imam jalaluddin Al-Mahalli dan Imam jalaluddin As-Syuti, Terjemah Tafsir Jalalain jilid 2, (Sinar Baru Algensindo) hlm. 984
[3] Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurtubi, (Jakarta : Pustaka azzam, 2009), hal. 516-517
[4] M. Quraish Shihab, op. cit., h. 235.
[5] M. Quraish Shihab, op. cit., h. 236-238.
[6] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Quran, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hal. 98
[7] Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008),  hal. 46
[8] [8] M. Quraish Shihab, op.cit., hal. 98
Syaikh Imam Al Qurtubhi, op.cit., hal. 46

No comments:

Post a Comment

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOPERATIF DALAM PEMBELAJARAN FIQIH

  BAB I PENDAHULUAN A.      Latar Belakang Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas adalah pembe...