Monday 28 March 2016

tafsir maudu'i dan Hermeneutika



BAB II

PEMBAHASAN

A.     Metode Tematik ( Maudhu’I )

a.      Pengertian
Secara bahasa kata maudhu’i berasal dari kata موضوع  yang merupakan isim maf’ul dari kata وضع yang artinya masalan atau pokok pembicaraan, yang berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan manusia yang dibentangkan ayat-ayat al-Quran.
Berdasarkan pengertian bahasa, secara sederhana metode tafsir maudhu’I ini adalah menafsirkan ayat-ayat al-Quran berdasarkan tema atau topik pemasalahan.
Metode teematik adalah cara menafsirkan Al qur’an yang didasarkan atas asumsi pada tema tertentu. Musthafa Muslim memaparkan beberapa defenisi tafsir maudhu’i, salah satuya adalah:
“Tasir Maudu’I adalah tafsir yang membahas masalah  - masalah Al – Qur’an yang memiliki kesatuan makna atau tujuan ,dengan cara menghimpun ayat ayatnya,kemudian ayat ayat tersebut di analisis dengan cara tertentu untuk dapat dijelaskan maksudnya.”[1]
Dengan demikan menurut kami tafsir maudu’I  adalah penafsiran Alqur’an dengan cara menjelaskan ayat-ayat yang terhimpun dalam satu tema dan tujuan makna yang sama.
b.           Langkah-langkah Tafsir Maudhu’i
Langkah-langkah metode tafsir maudhu’i baru dimunculkan pada akhir tahun 1960 oleh Prof. Dr. Ahmad Sayyid Al-Kumiy dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Memilih atau menetapkan masalah al-Qur'an yang akan dikaji secara maudhu’i (tematik).
2.      Menghimpun seluruh ayat al-quran yang terdapat pada seluruh surat al-Qur'an yang berkaitan dan berbicara tentang tema yang hendak dikaji, baik surat makkiyyat atau surat madaniyyat.
3.      Menentukan urutan ayat-ayat yang dihimpun itu sesuai dengan masa turunnya dan mengemukakan sebab-sebab turunnya jika hal itu dimungkinkan (artinya, jika ayat-ayat itu turun karena sebab-sebab tertentu).
4.      Menjelaskan munasabah (relevansi) antara ayat-ayat itu pada masing-masing suratnya dan kaitan antara ayat-ayat itu dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya pada masing-masing suratnya (dianjurkan untuk melihat kembali pada tafsir tahlily).
5.      Menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang pas, sistematis, sempurna, dan utuh (outline) yang mencakup semua segi dari tema kajian.
6.      Mengemukakan hadith-hadith Rasulullah SAW yang berbicara tentang tema kajian serta men-takhrij dan menerangkan derajat hadith-hadith itu untuk lebih meyakinkan kepada orang lain yang mempelajari tema itu. Dikemukakan pula riwayat-riwayat (athar) dari para sahabat dantabi’in.
7.      Merujuk kepada kalam (ungkapan-ungkapan bangsa) Arab dan shair-shair mereka dalam menjelaskan lafaz-lafaz yang terdapat pada ayat-ayat yang berbicara tentang tema kajian dan dalam menjelaskan makna-maknanya.
8.      Mempelajari ayat-ayat tersebut secara maudu’i dan menyeluruh dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian serupa, mengkompromikan pengertian antara yang ‘am dan khas, antara yang mutlaq dan muqayyad, mengsinkronkan ayat-ayat yang lahirnya tampak kontradiktif, menjelaskan ayat yang nasikh danmansukh, sehingga semua ayat tersebut bertemu pada satu muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi atau tindakan pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna-makna yang sebenarnya tidak tepat.[2]
c.       Pembagian Tafsir Maudu’i

Dalam perkembangannya, metode maudhu’i memiliki dua bagian:[3]
a.        Mengkaji sebuah surat dengan kajian universal (tidak parsial), yang di dalamnya dikemukakan misi awalnya, lalu misi utamanya, serta kaitan antara satu bagian surat dan bagian lain, sehingga wajah surat itu mirip seperti bentuk yang sempurna dan saling melengkapi. Contoh:
الحمد لله مافي السموات وما في الأرض وله الحمد في الأخرة وهو الحكيم الخبير, يعلم ما يلج في الأرض ومايخرج منها وماينزل من السماء وما يعرج فيها وهو الرحيم الغفور
Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan apa yang di bumi dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang ke luar daripadanya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia-lah Yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun.(Qs,Saba:1-2)
Di Al-Qur’an surat saba’: 1-2 ini diawali pujian bagi Allah dengan menyebutkan kekuasaan-Nya. Setelah itu, mengemukakan pengetahuan-Nya yang universal, kekuasaan-Nya yang menyeluruh pada kehendak-Nya yang bijak.
b.      Menghimpun seluruh ayat Al-qur’an yang berbicara tentang tema yang sama. Semuanya diletakkan dibawah satu judul, lalu ditafsirkan dengan metode maudhu’i.
Contohnya: Allah SWT, berfirman:
فتلقى أدم من ربه كلمت فتاب عليه إنه هو التواب الرحيم. (البقرة: 37)
“ Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dan tuhannya , maka Allah menerima taubatnya, sesungguhnya Allah maha penerima tobat lagi maha penyayang.”
Untuk menjelaskan kata ‘kalimat’ pada firman Allah Ta’ala di atas ,nabi mengemukakan ayat.
قالا ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفرلنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين (الأعراف:23)
“ keduanya berkata, : ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika engkau tidak mengampuni rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang merugi.
d.      Kelebihan dan Kelemahan Tafsir Maudhu’i
         Kelebihan metode tafsir maudhu’i antara lain:[4]
a.       Menjawab tantangan zaman: Permasalahan dalam kehidupan selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan itu sendiri. Maka metode maudhu’i sebagai upaya metode penafsiran untuk menjawab tantangan tersebut. Untuk kajian tematik ini diupayakan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat.
b.      Praktis dan sistematis: Tafsir dengan metode  tematik disusun secara praktis dan sistematis dalam usaha memecahkan permasalahan yang timbul.
c.       Dinamis: Metode tematik membuat tafsir al-Qur’an selalu dinamis sesuai dengan tuntutan zaman sehingga menimbulkan image di dalam pikiran pembaca dan pendengarnya bahwa al-Qur’an senantiasa mengayomi dan membimbing kehidupan di muka bumi ini pada semua lapisan dan starata sosial.
d.      Membuat pemahaman menjadi utuh: Dengan ditetapkannya judul-judul yang akan dibahas, maka pemahaman ayat-ayat al-Qur’an dapat diserap secara utuh. Pemahaman semacam ini sulit ditemukan dalam metode tafsir yang dikemukakan di muka. Maka metode tematik ini dapat diandalkan untuk pemecahan suatu permasalahan secara lebih baik dan tuntas
         Kekurangan metode tafsir maudhu’i antara lain:
a.       Memenggal ayat al-Qur’an: Yang dimaksud memenggal ayat al-Qur’an ialah suatu kasus yang terdapat di dalam suatu ayat atau lebih mengandung banyak permasalahan yang berbeda. Misalnya, petunjuk tentang shalat dan zakat. Biasanya kedua ibadah itu diungkapkan bersama dalam satu ayat. Apabila ingin membahas kajian tentang zakat misalnya, maka mau tidak mau ayat tentang shalat harus di tinggalkan ketika menukilkannya dari mushaf agar tidak mengganggu pada waktu melakukan analisis.
b.      Membatasi pemahaman ayat: Dengan diterapkannya judul penafsiran, maka pemahaman suatu ayat menjadi terbatas pada permasalahan yang dibahas tersebut. Akibatnya mufassir terikat oleh judul itu. Padahal tidak mustahil satu ayat itu dapat ditinjau dari berbagai aspek, karena dinyatakan Darraz bahwa, ayat al-Qur’an itu bagaikan permata yang setiap sudutnya memantulkan cahaya. Jadi, dengan diterapkannya judul pembahasan, berarti yang akan dikaji hanya satu sudut dari permata tersebut.[5]

B.      Hermeneutika dalam Penafsiran Al - Qur’an

Secara etimologis, kata “hermeneutic” berasal dari bahasa Yunani hermeneuein yang berarti “menafsirkan”, dan dari kata hermeneuin ini dapat ditarik kata benda hermeneia yang berarti “penafsiran” atau “interpretasi” dan kata hermeneutes yang berarti  interpreter (penafsir). [6]
 Dari asal kata itu berarti ada dua perbuatan; menafsirkan dan hasilnya, penafsiran (interpretasi), seperti halnya kata kerja “memukul” dan menghasilkan “pukulan”. Kata tersebut layaknya kata-kata kerja dan kata bendanya dalam semua bahasa. Kata Yunani hermeios mengacu pada seorang pendeta bijak, Delphic. Kata hermeios dan kata kerja yang lebih umum hermeneuein dan kata benda hermeneia diasosiasikan pada Dewa Hermes, dari sanalah kata itu berasal.
Pada mitologi Yunani kuno, kata hermeneutika merupakan derivasi dari kata Hermes, yaitu seorang dewa yang bertugas menyampaikan dan menjelaskan pesan (message) dari Sang Dewa kepada manusia. Menurut versi mitos lain, Hermes adalah seorang utusan yang memiliki tugas menafsirkan kehendak dewata dengan bantuan kata-kata manusia. Pengertian dari mitologi ini kerapkali dapat menjelaskan pengertian hermeneutika teks-teks kitab suci, yaitu menafsirkan kehendak tuhan sebagaimana terkandung di dalam ayat-ayat kitab suci.
Dengan demikian menurut kami pemakalah, hermeneutik pada dasarnya adalah suatu metode atau cara untuk menafsirkan simbol yang berupa teks atau sesuatu yang diperlakukan sebagai teks untuk dicari arti dan maknanya, di mana metode hermeneutik ini mensyaratkan adanya kemampuan untuk menafsirkan masa lampau yang tidak dialami, kemudian dibawa ke masa sekarang.
Teshia Nashr Hamid Abu Zayd menyatakan bahwa peradapan islam sebagai peradaban teks adalah tepat.[7] Hal ini karena teks agama,dalam hal ini alqur’an ,memeiliki posoisi sentral  dalam peradaban Islam.Dari masa kemasa ,Produk pemikiran umat islam tidak pernah lepas dari teks agam tersebu . Jika dikomparasi dengan peradaban barat yang berasas pada konsep,tetapi konsep tersebut tetap saja merujuk pada teks .dengan kata lain,peradaban Islam memosisikan tek agama sebagai poros utama.[8]
Dengan demikian ,Teks Alqur’an bagi umat islam tidak bias dilepaskan dari gerak peradaban teks dan nalar bayani memperlakukan teks menjadadi monointerpretatip. Maksudnya,teks yang merupakan produk sejarah diperlukan secara sacral dan melampauisejarah sehingga  memuculkan kesenjangan antara teks danpersoalan kemanusiaan sebagai akibat anti “gagap” dalam menghadapi modernitas dan anti barat.
Disinilah,pentingnya tawaran mendialogkan teks agama ( Al-Qur’an dengan persoalan – persoalan kemanusian. Metode dan pendekatan Hermeneutik dalam kerangka  penafsiran Al-Qur’an mungkin bias menjadi jembatan menuju dialog tersebut.[9]

1.         Teks dan Teori Hermeneutika

            Pada dasarnya,teks adalah produk budaya dan Alqur’an sebagai firman Allah yang direkam dalam bentuk teks di produksi oleh sebab dan peristiwa yang dalam ‘Ulum Al- Qur’an disebut dengan abab an nuzul.berkaitan dengan hal itu,Abdullah Ahmad An-Na’im membedakan antara ayat –ayat yang diturunkan pada periode mekah dan madinah.menurutnya,ayat – ayat pada periode Mekah mangandung gagasan kemanusian universal yang tidak terbatasi identitas agama,sedangkan ayat ayat yang diturunkan pada periode Madinah bersifat sebaliknya.[10]
            Teks agama tidak muncul diruang hampa,melainkan diruang yang ‘penuh masalah” maka teks agam terkonstruksi secara cultural dan terstruktur secara historis. Jika pembacaan terhadapnya dilepas dari konteks social budaya yang mengontruksinya ,makna yang dikandungnya akan menjadi asing dan kehilangan relevansiya. Oleh karna itu ,makna yang dikandung teks bersifat tidak dinamis ,tidak berlaku sepanjang zaman dan tempat.
            Teori hermeneutika sebenarnya berasal dari tradisi keilmuan yunani kuno, yang menyebutkan bahwa Hermes menyampaikan kabar dari tuhan kepada manusia. Karna pesan psan tersebut masih dalam bahasa langit, maka perlu perantara yang bisa menafsirkan dan menerjemahkannya ke dalam bahasa bumi. Dari fungsi dan peran inilah Hermeneutika mulai mendapatkan makna baru sebagai sains atau seni menafsir.
Hemeneutika memiliki dua fungsi
·         Menetukan makna isi yang sesungguhnya dari suatu kata ,kalimat ,teks dan sebagainya .
·         Menemukan perintah perintah yang terkandung dalam benuk bahasa simbolis.
Dalam perkembangan berikutnya Hermeneutika tidak hanya terpaku pada persoalan teks yang diam atau bahasa sebagai strukur dan makna, tetapi secara perlahan ia mulai mendeskripsikan penggunaan bahasaatau teks dalam seluruh
realitas hidup manusia. misalnya menggunakan Hermeneutika untuk memahami orisinalitas arti dari sebuah teks, bahkan lebih dari itu, arti Hermeneutika baginya adalah untuk memahami sebuah wacana (discource) dengan baik kalau perlu lebih baik dari pembuatnya (to understand the discourse just well as well as and even better than its creator).
Konsep  Hermeneutika juga dikembangkan oleh Friedrich Ast. Dia mengatakan bahwa hermeneutika adalah suatu riset tentang  kepurbakalaan, baik itu berupa teks, artifak atau dokumen, kemudian dicari ruhnya. Oleh karena itu ia menawarkan tiga frame work pemahaman yaitu secara historis, gramatikal dan spiritual.
Dalam bukunya  Truth and Method,[11] Gadamer menekankan adanya pemahaman yang yang mengarah pada ontologism melalui Hermeneutika  atau dialetika,bukan melalui metode.
Jadi,Hermeneutika Gadamer adalah Hermeneutika ontologis. Artinya sebuah rasio pemahaman yang tidak dapat diukur oleh ruang waktu dan tempat, karena ia berhubungan dengan historisitas yang selalu berubah-rubah. Oleh karena itu, objektif adalah hal yang absurddan nihilis. Baginya tidak ada kebenaran objektif, sebab jika ada ia harus dapat terukur oleh ruang dan waktu. Apalagi menurutnya rasio pemahaman apapun atas sebuah risetpasti mengandung prejudice. Sebab itu sebuah riset tidak pernah sepi dari prasangka. Maka himbauan “Making free with text” adalah suatu hal yang mustahil. Jadi kebenaran lebih merupakan inventiondari pada discovery. Dengan argumen ini, kemudian ia mendeklarasikan gagasannya tentang the universality of hermeneutic. Salah satu
media yang paling baik dan universal bagi terjadinya dialog adalah bahasa.

 

2.    Hermeneutika dalam Pemikiran Islam.

Maka dikalangan ulama’ Islam terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang menerima hermeneutika dalam  pemikiran Islam dan kelompok yang menolak hermeneutika.
Alasan kelompok yang menerima hermeneutika dalam  pemikiran Islam adalah sebagai berikut:
a.     Al-Qur’an adalah teks-teks manusia biasa (hasil dari kebudayaan) dan karena itu perlu adanya interpretasi agar dapat di fahami.
b.    Al-Quran kini sudah saatnya ditafsirkan ulang, karena tafsir al-Quran yang ada sekarang hanya ditfsirkan secara tekstual, maka perlu adanya penyesuaian dengan kondisi (konteks) masa sekarang.
c.    Penafsiran Al-Quran yang ada ini masih relatif kebenarannya. Sehingga masih memungkin penafsiran-penafsiran yang lebih bebas dari itu.
d.    Unsur pokok yang menjadi pilar utama Hermeneutika: text, author, dan audience, tidak berbeda dengan konsep tafsir Al-Qur’an. yaitu;[12]
 1) siapa yang mengatakan,
2) kepada siapa diturunkan, dan
3) ditujukan kepada siapa.
e.    Praktek hermeneutika telah dilakukan dalam dunia penafsiran Islam sejak lama, bahkan sejak awal kajian tafsir, khususnya ketika menghadapi Al-Qur’an. Bukti dari hal itu adalah:
1) kajian-kajian mengenai asbab al-nuzul dan nasikh-mansukh,
2) penggunaan berbagai teori dan metode dalam proses penafsiran.
3) adanya kategorisasi tafsir tradisional, seperti; tafsir syi’ah, tafsir mu’tazilah,  tafsir hukum, tafsir filsafat dan yang lain. Ini menunjukkan kesadaran tentang kelompok, ideologi, priode, maupun horizon social tertentu.
f .   Istilah hermeneutika dalam pengertiannya hampir sama dengan istilah tafsir atau ta’wil. yang berarti menerangkan atau mengungkap (al-bayan wa al-kashf), sedangkan hermeneutika memiliki pengertian interpretasi.
g.    Ada kesejajaran antara semangat Reformasi Protestan dan Gerakan Salafiyah dalam Islam. Dalam gerakan Salafiyah, dikembangkan suatu tradisi penafsiran Qur’an yang kurang lebih independen dari tradisi mazhab. Inilah yang menjelaskan kenapa dalam keputusan-keputusan majlis tarjih Muhammadiyah, misalnya, rujukan kepada Kitab Kuning yang memuat khazanah tradisi bermazhab sama sekali kurang, atau malah tak ada sama sekali. Sedangkan kelompok yang menolak hermeneutika dalam kajian Islam, memiliki alasan sebagai berikut:[13]
      a.    Hermeneutika berlandaskan pada pedoman bahwa segala penafsiran al-Quran itu relatif. Padahal, fakta menunjukkan bahwa para mufassir sepanjang masa tetap memiliki pedoman-pedoman pokok dalam menafsirkan al-Quran.
      b.    Para hermeneut berpendapat bahwa penafsir bisa lebih mengerti lebih baik daripada pengarang, mustahil dapat terjadi dalam Al-Quran. Tidak pernah ada seorang Mufassir Al-quran yang mengklaim bahwa dia lebih mengerti dari pencipta atau pengarang al-Quran, yaitu Allah SWT.
      c.    Konsep hermeneutika yang berpedoman bahwa interpretasi teks yang berdasarkan doktrin dan bacaan yang dogmatis harus ditinggalkan dan dihilangkan (deabsolutisasi) juga tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sebagai umat Islam, kita harus meyakini bahwa al-Quran adalah sebuah mukjizat dan berbeda dengan teks-teks biasa. Doktrin kebenaran al-Quran semuanya bersumber kepada Allah dan menjadi syarat keimanan umat Islam.
      d.     Hermeneut yang mengatakan bahwa pengarang tidak mempunyai otoritas atas makna teks, tapi sejarah yang menentukan maknanya juga tidak mungkin diaplikasikan pada al-Quran. Seluruh umat Islam sepakat bahwa otoritas kebenaran al-Quran tetap dipegang oleh Allah SWT sebagai penciptanya. Realita juga menunjukkan bahwa Allah melalui Al-Quran justru mengubah sejarah, bukan dipengaruhi atau ditentukan oleh sejarah. Diantara pengaruh Al-Quran adalah fakta bahwa Al-Quran telah melahirkan sebuah peradaban baru yang disebut sebagai “peradaban teks” (hadarah al-nash).
      e.    Tradisi hermeneutika dalam Bible memang memungkinkan. Terdapat berbagai macam Bible dan tiap-tiap Bible ada pengarangnya. Tapi teks al-Quran pengarang adalah hanya Allah. Karena itu metode hermeneutika yang diaplikasikan pada Bible tidak mungkin digunakan dalam al-Quran.
      f.    Bible diliputi serangkaian mitos dan dogma yang menyesatkan. Hal tersebut yang memicu digunakannya hermeneutika terhadap Bible. Sedangkan al-Quran itu pasti dan terjaga status keasliannya. Begitu pula sejarah dan tradisi tafsir al-Quran. Karena al-Quran diciptakan oleh dzat yang maha sempurna dan ditafsirkan oleh makhluk yang penuh keterbatasan, maka tidak akan pernah ada kata sempurna tentang penafsirannya.
      g.      Orang yang ingin menafsirkan al-Quran harus memenuhi beberapa ketentuan seperti: menguasai Sunnah, yang dalam hal ini adalah memahami sepenuhnya nash (teks) Sunnah,  mengetahui dan memahami kisah-kisah sejarah di dalam Al-Quran atau berita tentang berbagai umat manusia pada zaman dulu yang bersumber dari Rasulullah. Menguasai ilmu Tauhid, ilmu Fiqih, ilmu I’rab (gramatika), ilmu Balaghah, ilmu sejarah dan lain sebagainyah al ini tidak berlaku untuk hermeneutik.[14]
     Namun, akhir-akhir ini, kita – umat Islam – dikejutkan oleh berbagai serangan arus pemikiran liberal, baik yang dilakukan oleh orientalis maupun orang-orang Islam yang terpengaruh pemikiran Barat. Dalam ilmu tafsir, dimunculkanlah hermeneutika. Ilmu yang mula-mula diterapkan dalam menafsirkan Bible ini, dipaksakan untuk dapat diterapkan dalam menafsirkan berbagai kitab suci, terutama al-Qur’an.Dalam sebuah hadits shahih dinyatakan :[15]
حَدِيْثُ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيَّ. عَنِ النَبِيِ قَالَ: “لَتَتَبَعَنَّ سُنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ, شِبْرًا بِشِبْرٍ, وَذِ رَاعًا بِذِ رَاعٍ. حَتَّى لَوْ دَخَلُوْا جُحْرَ ضَبٍّ تَبَعْتُمُوْهُمْ”. قُلْنَا: “يَارَسُوْلَ الله, الْيَهُوْدِ وَالنَصَارَى؟”. قَالَ: “فَمَنْ؟”ز
Artinya: Abi Said Al-Khudri r.a. berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga meskipun mereka berjalan masuk ke dalam lubang biawak, niscaya kalian akan mengikuktinya.” Lalu kami bertanya, “Wahai Rasulullah, Apakah mereka itu adalah Yahudi dan Nasrani? Beliau bersabda, “Siapa lagi?!”
       Mereka yang kurang peka atau tidak jeli cenderung memandang enteng persoalan ini. Atau bahkan menganggapnya bukan persoalan sama sekali. Alasannya, ilmu itu netral. Namun, apakah benar demikian? Kecuali wahyu yang berasal dari Allah, boleh dikata semua produk pemikiran manusia pada hakekatnya tidaklah netral dalam arti bebas dari kepentingan para perumusnya dan anggapan yang menyertainya. Hanya mereka yang naïf menganggap ilmu pengetahuan itu bebas nilai. Aneka ragam ideology dan produk pemikiran sesungguhnya sarat dengan berbagai perandaian terpendam (tacit assumptions) dan kepentingan terselubung (hidden interests).
Contoh dari hermeneutika Al-Qur’an adalah penafsiran yang dilakukan oleh Asghar Ali Engineer terhadap surat An-Nisa’ ayat 3 :

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَ‌ٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.

Baginya poligami untuk konteks saat ini bertentangan dengan nilai keadilan.Poligami hanya bisa diterima apabila memenuhi syarat-syarat tertentu, di antaranya syarat keadilan suami kepada isteri-isterinya. Keterkaitan poligami dengan syarat-syarat ini menunjukkan bahwa yang dituju oleh Islam sesungguhnya adalah monogami. Berikut ini model pemahaman teks Asghar Ali Engineer yang berkaitan dengan poligami : [16]
Ø  Sosio-Historis poligami pra-islam tidak dibatasi, tidak adil.

Ø  Poligami Islam: Maksimal 4 isteri dengan syarat harus adil.
Ø  Keadilan dalam poligami sulit tercapai.

Ø  Monogami lebih sesuai dengan keadilan.

Ø  Poligami bertentangan dengan nilai keadilan untuk konteks
       sekarang









 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dengan demikan mengenai pembahasan diatas menurut kami tafsir maudu’I  adalah penafsiran Alqur’an dengan cara menjelaskan ayat-ayat yang terhimpun dalam satu tema dan tujuan makna yang sama. Analisis Kelebihan dan Kelemahan Tafsir Maudhu’i  yaitu:
         Kelebihan metode tafsir maudhu’i yaitu menjawab tantangan zaman, Praktis dan sistematis, Dinamis, dan membuat pemahaman menjadi utuh.
         Kekurangan metode tafsir maudhu’i yaitu Memenggal ayat al-Qur’an dan Membatasi pemahaman ayat.
Keberadaan hermeneutika dengan metodologinya sendiri membawa nuansa baru dalam penafsiran Al-Qur’an. Dengan metodenya ini Al-Qur’an tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang sakral, karena dalam kacamata hermeneutika ketika teks turun dan berada ditengah-tengah realitas kehidupan manusia maka ia sepenuhnya menjadi milik manusia dan berhak untuk diinterpretasikan, dihayati, dan dipahami seperti apa pun keinginannya. Semua yang tertuang dalam teks, bagi hermeneutika, dapat ditafsirkan dan dipahami maknanya dengan jelas. Dan inilah yang membedakannya secara fundamental dengan terma tafsir dalam diskursus Ulum al-Qur’an.



[1] .Gozali , Nanang , Tafsir hadis tentang pendidikan ( Bandung : Pustaka Setia , Cet 1,  2013) hal. 20.
[2] .Hamzah, Muchotob ,  dkk, . Tafsir Maudhui’I Al Muntaha (Yogyakarta: Pustaka Pesantren.2004) hal.21
[3]. Ibid. hal 20
[4] .Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 75
[5]. Ibid. hal.76.
[6] .  Husaini, Adian dan Abdurrahman al-Baghdadi, Hermeneutika & Tafsir Al-Qur’an ( Yogyakarta: Gema Insani Press , 2007) hal.7-8
[7] . Abu Zayd,  Nashr hamid,  Tekstualitas Al-Qur’an : Kritik terhadap ‘Ulum Al- Qur’an Terjemahan, (Yogyakarta : LKiS,2003) hal.1
[8] Basy,.M.Hilaly,  mendialogkan Teks Agama dengan Makna Zaman:Menuju Transformasi Sosial dalam ‘Jurnal  Al-Huda’,  Vul.III, No .11,2005, hal.9
[9].Gozali, Nanang, op.cit., hal. 24.
[10] . Ahmad An- Na’im, Abdullah, Dekonstruksi Syariah : Wacana Kebebasan Sipil,HAM,dan hunbungan Internasional dalam Islam, (Yogyakarta:  LKiS, 2001,) hal. 32.
[11] .Gozali, nanang, op.cit., hal.26
[12] . Faiz, Fakhruddin Hermeneutika Qur’ani: Antara Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi (Yogyakarta: Penerbit Qalam. 2003),hal.50
[13] . Faiz, Fakhruddin,  Hermeneutika Al-Qur’an: Tema-tema Kontroversial  (Yogyakarta: Elsaq Press. 2005), h. 5
[14] .Ibid. hal.6
[15] . Angga Prilakusuma, Telaah Kritik Aplikasi Hermeneutika dalam Tafsir Al-Qur’an, hlm. 17
[16] . Ahmad Baidowi, “Hermeneutika al-Qur’an Asghar Ali- Engineer,” al-Jami’ah: Journal of Islamic Studies, Vol. 41, No. 2, 2003, h. 379

No comments:

Post a Comment

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOPERATIF DALAM PEMBELAJARAN FIQIH

  BAB I PENDAHULUAN A.      Latar Belakang Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas adalah pembe...