“Al-Ikhlas & Thaha ayat 14”
“Ditujukan untuk memenuhi tugas”
Mata Kuliah : Tafsir
Dosen :Ahmad.Darlis,M.Pd.I
Jurusan : Tarbiyah - PAI (II-A)
Di susun Oleh
Kelompok 2 ( dua)
Diana
Triwulandari
Ardiansyah
Berlian
Habibi
Suryani
Tarigan
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM JAM’IYAH MAHMUDIYAH TANJUNG PURA - LANGKAT
TAHUN PERIODE :
2015- 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt karena berkat
rahmat Nya penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.Makalah ini merupakan
makalah Tafsir yang membahas “TafsirAl- Iklas & Thaha ayat 14 ”.Secara khusus pembahasan dalam makalah ini diatur
sedemikian rupa sehingga materi yang disampaikan sesuai dengan mata kuliah.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami
hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala
yang kami hadapi teratasi . oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak dosen mata kuliah Tafsir
1 Bapak Ahmad Darlis,M.Pd.I yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada
kami sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas makalah ini.
2. Orang tua, teman dan kerabat yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas makalah ini selesai.
Kami sadar, bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan.Untuk itu kami meminta maaf apabila ada kekurangan. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna
meningkatkan kualitas makalah penulis selanjutnya. Kebenaran dan kesempurnaan
hanya Allah-lah yang punya dan maha kuasa .Harapan kami, semoga makalah
yang sederhana ini, dapat memberikan manfaat tersendiri bagi generasi muda
islam yang akan datang, khususnya dalam bidang
Tafsir.
Tanjung Pura, Maret, 2016
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Masalah.
Umat
islam sebagai umat beragama harus mengetahui setiap masalah yang berhubungan
dengan agamanya, termasuk yang berhubungan dengan Tuhan mereka yaitu Allah SWT.
Seorang muslim yang tidak mengenal Tuhannya, bisa dipastikan bahwa agama mereka
kurang dan tidak sempurna.
Sangat ironi apabila ada seorang muslim tidak bisa mengenal Tuhannya, apalagi Allah SWT telah membuka dua jalan untuk bisa mengenal-NYA, yaitu al-qur’an dan hadist. Kalau ada seorang muslim yang tidak mengenal Tuhan, bagaimana keadaan dirinya ketika dia puasa, zakat dan terutama ketika dia sholat ?, apa mereka melakukan semua aktifitas itu karna kebiasaan saja.
Allah SWT telah menurunkan al-Qur’an kepada hambanya sebagai buku pedoman untuk menyempurnakan agamanya. Didalam buku pedoman tersebut Allah SWT menjelaskan berbagai macam hal secara komplit termasuk penjelaskan siapa sebenarnya Allah SWT dan bagaimana seharusnya seorang muslim harus bersikap kepada Tuhannya. Disini kami membahas tentang keesaan allah dari tafsiran surah Al iklas dan Surah Taha Ayat 14.
Sangat ironi apabila ada seorang muslim tidak bisa mengenal Tuhannya, apalagi Allah SWT telah membuka dua jalan untuk bisa mengenal-NYA, yaitu al-qur’an dan hadist. Kalau ada seorang muslim yang tidak mengenal Tuhan, bagaimana keadaan dirinya ketika dia puasa, zakat dan terutama ketika dia sholat ?, apa mereka melakukan semua aktifitas itu karna kebiasaan saja.
Allah SWT telah menurunkan al-Qur’an kepada hambanya sebagai buku pedoman untuk menyempurnakan agamanya. Didalam buku pedoman tersebut Allah SWT menjelaskan berbagai macam hal secara komplit termasuk penjelaskan siapa sebenarnya Allah SWT dan bagaimana seharusnya seorang muslim harus bersikap kepada Tuhannya. Disini kami membahas tentang keesaan allah dari tafsiran surah Al iklas dan Surah Taha Ayat 14.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana
penefsiran surah Al Iklas?
b . Bagaimana Penafsiran surah Taha ayt 14?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Surah Al Ikhlas dan Terjemah
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّهُ
الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ
﴿٤﴾
Artinya:
1). Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa
2). Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu
3). Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan
4). Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia
B. Keutamaan Surat Al-Ikhlas
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam
bersabda: “Demi Dzat Yang jiwaku ada ditanganNya, sesungguhnya dia (surat
Al-Ikhlas) sebanding sepertiga Al-Qur’an”.(HR.Bukhari).
Dikatakan
sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an karena kandungan Al-Quran ada tiga macam:
Tauhid, kisah-kisah dan hukum-hukum. Dan dalam surat ini terkandung sifat-sifat
Allah yang merupakan tauhid sehingga surat ini sebanding atau sama dengan
sepertiga Al-Qur’an.
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa telah diceritakan kepadanya
oleh Ismail, dari Malik, dari Abdur Rahman bin Abdullah bin Abdur Rahman bin
Abu Sha’sha’ah, dari ayahnya, dari abu Sa’d, bahwa seorang laki-laki lain
membaca Qulhuwallahu ahad berulang-ulang. Pada keesokan harinya ia datang
kepada Nabi saw. Melaporkan hal itu, seakan-akan ia mempersoalkannya, kemudian
Nabi bersabda, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya
surah ini sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an
C. Asbabun Nuzul Surat al-Ikhlas ayat 1-4
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, al-Hakim, dan Ibnu Khuzanah,
dari Abul ‘Aliyah, yang bersumber dari Ubay bin Ka’ab. Diriwayatkan pula oleh ath-Thabarani
dan Ibnu Jarir, yang bersumber dari Jabir bin ‘Abdillah bahwa kaum musyrikin
meminta penjelasan tentang sifat-sifat Allah kepada Rasulullah saw, dengan
berkata, “Jelaskan kepada kami sifat-sifat Rabb-mu.” Ayat Al-Ikhlash 1-4 ini
turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, sebagai tuntunan untuk menjawab
permintaan kaum musyrikin.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu
‘Abbas, diriwatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah, dan
diriwayatkan pula oleh Ibnu Mundzir yang bersumber dari Sa’id bin Jubair, bahwa
beberapa orang Yahudi, diantaranya Ka’ab bin al-‘Asyraf dan Hayy bin Akhthab,
menghadap Nabi saw, mereka berkata, “Hai Muhammad, lukiskan sifat-sifat Rabb
yang mengutusmu.” Ayat Al-Ikhlash 1-4 ini turun untuk menerangkan sifat-sifat
Allah.
Menurut as-Suyuthi kata al-musyrikiin (kaum musyrikin) dalam
hadits yang bersumber dari Ubay bin Ka’ab adalah kaum musyrikin dari kaum
Ahzab. Dengan demikian dapat dipastikan Madaniyyah, sesuai hadits Ibnu
‘Abbas.Jadi tidak ada pertentangan antara dua hadits di atas. Hal ini diperkuat
pula oleh riwayat Abusy Syaikh di dalam kitab al-‘Azhamah dari Aban, yang
bersumber dari Anas yang meriwayatkan bahwa Yahudi Khaibar menghadap Nabi saw.
dan berkata: “Hai Abul Qasim. Allah menjadikan malaikat dari cahaya hijab, Adam
dari tanah hitam, iblis dari api yang menjulang, langit dari asap, dan bumi
dari buih air. Cobalah terangkan kepada kami tentang Rabb-mu.” Rasulullah
saw. tidak menjawab, sehingga turunlah Jibril membawa wahyu, yaitu surat ini
(al-Ikhlash 1-4) yang melukiskan sifat-sifat Allah.
D. Tafsir Surah Al – Ikhlas
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾
Katakanlah:
Dia-lah Allah, Yang Maha Esa[1]
Yakni
diahlah tuhan yang satu,yang esa, yang tidak ada tandinganya,tiada pembantunya.
Lafaz ini tidak boleh dikatan secara I’sbat terhadap seseorang kecuali kepada
allah SWT.karna dia maha sempurna dalam segala sifat dan perbuatanya.
اللَّهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾
Allah adalah
Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu
Makna
bergantung kepadanya adalah semua mahluk dalam kebutuhan dan sarana mereka
bergantung dan memohon kepada allah.Ali Ibnu Thalhah telah meriwayatkan dari
ibnu abbas bahwa makna yang dimaksud adalah tuhan yang maha sempurna dalam
kemulianya maha besar yang mahasempurna atas kebesaranya,maha penyatun yang
maha sempurna dalam sifat penyantunya,maha mengetahui yang sempurna dalam
psegala pengetahuanya dan maha bijaksana yang maha sempurna dalam
kebijaksanaanya.
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣
Mustahil Dia beranak. Yang memerlukan anak hanyalah makhluk
bernyawa yang menghendaki keturunan yang akan melanjutkan hidupnya. Seseorang
yang hidup di dunia ini merasa cemas kalau dia tidak mendapat anak keturunan.
Karena dengan keturunan itu berarti hidupnya akan bersambung. Orang yang tidak
beranak kalau mati, selesailah sejarahnya hingga itu. Tetapi seseorang yang
hidup, lalu beranak dan bersambung lagi dengan cucu, besarlah hatinya, karena
meskipun dia mesti mati, dia merasa ada yang menyambung hidupnya.
Oleh sebab itu maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mustahil
memerlukan anak. Sebab Allah hidup terus, tidak akan pernah mati-mati.
Dahulunya tidak berpemulaan dan akhirnya tidak berkesudahan. Dia hidup terus
dan kekal terus, sehingga tidak memerlukan anak yang akan melanjutkan atau
menyambung kekuasaan-Nya sebagai seorang raja yang meninggalkan putera mahkota.[2]
وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ ﴿٤﴾
“Dan
tidak ada bagi-Nya yang setara, seorang jua pun.” (ayat 4). Keterangan: Kalau
diakui Dia beranak, tandanya Allah Tuhan itu mengenal waktu tua. Dia memerlukan
anak untuk menyilihkan kekuasaan-Nya.
Kalau diakui diperanakkan, tandanya Allah itu pada mulanya
masih muda yaitu sebelum bapa-Nya mati. Kalau diakui bahwa Dia terbilang, ada
bapa ada anak, tetapi kedudukannya sama, fikiran sihat yang mana jua pun akan
mengatakan bahwa “keduanya” akan sama-sama kurang kekuasaannya. Kalau ada dua
yang setara, sekedudukan, sama tinggi pangkatnya, sama kekuasaannya atas alam,
tidak ada fikiran sihat yang akan dapat menerima kalau dikatakan bahwa keduanya
itu berkuasa mutlak. Dan kalau keduanya sama tarafnya, yang berarti sama-sama
kurang kuasa-Nya, yakni masing-masing mendapat separuh, maka tidaklah ada yang
sempurna ketuhanan keduanya. Artinya bahwa itu bukanlah tuhan. Itu masih alam,
itu masih lemah.[3]
Yang Tuhan itu ialah Mutlak Kuasa-Nya, tiada berbagi, tiada
separuh seorang, tiada gandingan, tiada bandingan dan ada tiada tandingan. Dan
tidak pula ada tuhan yang nganggur, belum bertugas sebab bapanya masih ada!
Itulah
yang diterima oleh perasaan yang bersih murni. Itulah yang dirasakan oleh akal
cerdas yang tulus. Kalau tidak demikian, kacaulah dia dan tidak bersih lagi.
Itu sebabnya maka Surat ini dinamai pula Surat Al-Ikhlas, artinya sesuai dengan
jiwa murni manusia, dengan logika, dengan berfikir teratur.
Tersebutlah di dalam beberapa riwayat yang dibawakan oleh
ahli tafsir bahwa asal mula Surat ini turun: “Shif lanaa rabaka” ialah
karena pernah orang musyrikin itu meminta kepada Nabi (Coba jelaskan kepada
kami apa macamnya Tuhanmu itu, emaskah dia atau tembaga atau loyangkah?).
Menurut Hadis yang dirawikan oleh Termidzi dari Ubay bin
Ka’ab, memang ada orang musyrikin meminta kepada Nabi supaya diuraikannya nasab
(keturunan atau sejarah) Tuhannya itu. Maka datanglah Surat yang tegas ini
tentang Tuhan.
E. Surat thaha ayat 14 :
Artinya
: “Sesungguhnya Aku inilah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku
dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (Q.S. 20 Thaha: 14)
اللَّهُ أَنَانَّنِي إِ
Sesungguhnya,
Aku ini adalah Allah, Tuhan kamu;Ini adalah penekanan yang kuat.
Lain dengan ayat 12
sebelum ini. Dalam ayat itu, perkataan yang digunakan adalah: إِنِّي
. Sekarang, perkataan إِنَّنِي pula yang digunakan. إِنِّي dah cukup
kuat tapi ditambah lagi pada perkataan itu sebagai penekanan yang lebih kuat.
bukan itu sahaja, ditambah أَنَا (Aku) pula lagi.
Pada bagian awal surat Thaha ayat 14 Allah berfirman:
“Sesungguhnya Aku ini Allah”. menganalisis firman Allah tersebut maka bahwa sesungguhnya
Allah itu ingin dikenal. Firman Allah pada surat Thaha tersebut senada dengan
Pada
surah Thaha Allah berfirman:
“Sesungguhnya
Aku ini Allah”. Ayat tersebut mengintruksikan kepada manusia kewajiban
untukdisimpulkan bahwa firman Allah pada surat Thaha ayat 14 mengindikasikan
bahwakewajiban pertama bagi manusia adalah terlebih dahulu mensucikan hatinya
agar ia dapatmengenal Tuhannya.
لا إِلَهَ إِلا أَنَا
Tidak
ada tuhan yang dipuja, disembah dan diibadati, melainkan kepada Aku
sahaja;
Pelajaran tauhid paling penting adalah kenal Allah. Tanpanya
semua tidak ada nilai. Amat malang zaman sekarang, penekanan kepada ilmu tauhid
sudah tidak diambil kira lagi. Manusia sibuk dengan ilmu-ilmu lain, seperti
ilmu tasauf, ibadat, feqah, dan sebagainya. Ada kepentingan kepada ilmu-ilmu
itu, tapi apabila mereka belajar ilmu-ilmu itu tanpa mendalami dan berpegang
kepada ilmu tauhid, semua itu adalah sia-sia sahaja.
Musyrikin Mekah percaya dengan Allah tapi iman mereka tak
lengkap. Tiada yang layak disembah selain Allah. Ada elemen eksklusif dalam
ayat ini. Hanya Allah sahaja yang patut kita memperhambakan diri. Golongan
Musyrikin Mekah percaya kepada Allah, tapi mereka tidak beribadat kepada Allah
sahaja, mereka ada banyak lagi pujaan-pujaan lain selain dari Allah. Pemahaman
mereka tentang Allah amatlah jauh dari yang sepatutnya. Begitu juga masyarakat
kita sekarang ini pun. Ini semua adalah kerana mereka tidak faham ilmu tauhid
yang sepatutnya mereka pelajari.
Maka, inilah kewajipan pertama yang perlu diketahui oleh
semua mukallaf: iaitu mengetahui bahawa tidak ada ilah yang layak disembah
melainkan Allah.
فَاعْبُدْنِي
Oleh
sebab itu, maka hendaklah kamu sembah Aku sahaja;
ibadat kepada Aku sahaja, doa kepada Aku sahaja. Kalau kita
tidak sebut perkataan ‘sahaja’, itulah sebab ada yang sangka boleh ibadat
kepada yang lain. Mereka kata mereka dah sembah Allah, tapi dalam masa yang
sama, mereka sembah juga benda lain.
Inilah tafsir untuk surah Fatihah yang selalu kita baca
hari-hari itu – Tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus. Jalan yang lurus itu
adalah menyembah Allah.
Apakah bukti syahadah yang kita lafazkan hari-hari itu?
Ianya terbukti apabila kita melakukan ibadat hanya kepadaNya sahaja. Bukan
hanya dalam ibadat khusus sahaja. Tapi hendaklah kita ini menjadi hamba kepada
Allah. Apabila kita kata kita memperhambakan diri kepada Allah sahaja, itu
bermakna kita hanya turut arahan Allah sahaja.
الصَّلَاةَ وَأَقِمِ
Dan
dirikanlah solat
Ibadat yang paling utama adalah solat. Dalam ayat ini, Allah
menggunakan perkataan أَقِمِ iaitu ‘mendirikan’ dan Allah tidak mengatakan
‘lakukanlah solat’. Ini adalah kerana solat itu bukanlah hanya perbuatan yang
dimulakan dengan niat dan disudahi dengan salam itu sahaja. Tapi ianya
merangkumi semua perbuatan dan syarat-syarat termasuk persediaan untuknya. Ini
termasuklah dengan menjaga wuduk kita, menjaga masa, menjaga tempat solat itu,
pakaian kita, khusyuk dan menunggu untuk solat seterusnya. Itu semua kita akan
dapat pelajari apabila kita belajar hadis-hadis Nabi tentang solat. Imam
Syafi’I berkata bahwa malik meriwayatkat dari ibnu syihab dari ibnu
Musayyab,Rasulullah bersabda:[4]
“ Barang siapa lupa megerjakan shalat,hendaklah ia
mengerjakanya dia ingat.sesengguhmya Allah berfirman,”drikanlah salat untuk
mengingatku”.
لِذِكْرِي
untuk
mengingatiKu.
Tujuan utama solat adalah untuk mengingat Allah. Tuan-tuan,
kita mungkin ada sedikit rasa cemburu kerana Nabi Musa dapat berkata-kata terus
dengan Allah. Tapi ingatlah bahawa kita juga telah diberi peluang untuk
bercakap-cakap dengan Allah dalam solat kita. Itulah peluang untuk kita
mengadu, berkata-kata kepada Allah. Oleh itu, jangan lepaskan peluang untuk
mendirikan solat apabila telah masuk waktunya.
Ayat ini juga menunjukkan kepentingan khusyuk dalam solat.
Kerana Allah sebut, tujuan solat adalah untuk mengingatiNya. Tetapi kalau kita
solat dan kalau kita ingat perkara lain dalam solat selain Allah, maksudnya
kita sudah tidak menepati tujuan solat itu. Maknanya kalau kita main-main dalam
solat dan kita asyik teringatkan perkara lain seperti orang lain, kerja-kerja
kita yang tak habis, dan berbagai-bagai lagi fikiran kita yang menerawang itu
pergi, itu bermakna, kita tidak ingat Allah dalam solat itu.
Begitu pentingnya solat sampaikan kita disuruh solat dalam
setiap keadaan – kalau kita tidak boleh berdiri, kita boleh solat dalam keadaan
duduk. Kalau tidak boleh duduk, kita boleh solat berbaring. Walaupun kita tidak
boleh bergerak pun, ada lagi cara-cara lain bagaimana kita boleh lagi solat.
Begitu pentingnya solat sampaikan di hujung-hujung hayat
baginda, Nabi masih lagi pergi solat di masjid walaupun baginda sudah tidak
larat untuk berjalan sendiri ke masjid. Sampaikan baginda telah meminta dua
sahabat untuk memapah baginda dan membawa baginda untuk solat berjemaah di
masjid. Oleh kerana baginda seorang yang tinggi, walaupun mereka memapah
baginda, tapi kaki baginda menyeret tanah.
Begitu juga dengan kisah Umar. Apabila beliau telah
ditikam yang akhirnya membawa kepada kematian beliau, beliau masih lagi mahu
solat berjemaah lagi. Walaupun waktu itu beliau dalam kesakitan. Ini semua
adalah kerana ajaran dari Nabi yang amat mementingkan solat.
Lihatlah juga bagaimana waktu solat itu disusun supaya ianya
perlu dilakukan dalam lima waktu sepanjang kehidupan kita dalam sehari. Ini
semua adalah supaya kita dapat menggunakan solat itu sebagai satu amalan yang
dapat mengembalikan kesegaran dan kekuatan iman kita kembali.
Ayat ini juga sebagai dalil untuk menyatakan bahawa semua
Nabi dan rasul diperintah untuk mengerjakan solat dan perintah juga telah
diberikan kepada umat mereka. Bukanlah umat Nabi Muhammad sahaja yang
melakukan solat, tapi umat-umat yang lain juga.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari peenjelasan Tafsir Surah Al _ Iklas dan Taha ayat 14
dapat disimpulkan bahwa Pelajaran tauhid paling penting adalah kenal Allah.
Tanpanya semua tidak ada nilai. Amat malang zaman sekarang, penekanan kepada
ilmu tauhid sudah tidak diambil kira lagi. Manusia sibuk dengan ilmu-ilmu lain,
seperti ilmu tasauf, ibadat, feqah, dan sebagainya. Ada kepentingan kepada
ilmu-ilmu itu, tapi apabila mereka belajar ilmu-ilmu itu tanpa mendalami dan
berpegang kepada ilmu tauhid, semua itu adalah sia-sia sahaja.
Ibadat
yang paling utama adalah solat. Dalam ayat ini, Allah menggunakan perkataan أَقِمِ
iaitu ‘mendirikan’ dan Allah tidak mengatakan ‘lakukanlah solat’. Ini adalah
kerana solat itu bukanlah hanya perbuatan yang dimulakan dengan niat dan
disudahi dengan salam itu sahaja.
DAFTAR FUSTAKA
,.Al Qur’an dan Terjemahan ,Jakarta: Departemen
Agama RI. 2004
Al-farran Ahmad Mustafa. Tafsir al- Imam asy Syafi’I, terjemah
Ghazali masykur .Jakarta:Almahira. 2008.
Al hafiz. Syaikh imam,.Tafsir Ibnu Katsir & Jalalain Samudera
Al Fatihah,al-Ikhlas,Al-Falaq&An-Nas.Jakarta:KDT.2015.
Hamka ,Buya,Tafsir
Al – Azhar http://tafsir.cahcepu.com/alikhlas/al-ikhlas-1-4/
diakses 19 Maret 2016 pukul 20.30 Wib.
[1] Syaikh
imam al hafiz,Tafsir Ibnu Katsir &
Jalalain Samudera Al Fatihah,al-Ikhlas,Al-Falaq&An-Nas,(Jakarta:KDT,2015)hal.259
[2]
Ibid.hal.246
[3]
Buya Hamka,Tafsir Al – Azhar http://tafsir.cahcepu.com/alikhlas/al-ikhlas-1-4/
diakses 19 Maret 2016 pukul 20.30 Wib.
[4]
Ahmad Mustafa al-farran,Tafsir al- Imam asy Syafi’I, terjemah Ghazali
masykur
( Jakarta:Almahira,2008).hal .93
No comments:
Post a Comment