Monday 28 March 2016

Thaharah



KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa atas ridho dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah ini dengan penuh keyakinan serta usaha maksimal. Semoga dengan terselesaikannya tugas ini dapat memberi pelajaran positif bagi kita semua.
Selanjutnya penulis juga ucapkan terima kasih kepada bapak dosen mata kuliah Fiqih  yang telah memberikan tugas Makalah ini kepada kami sehingga dapat memicu motifasi kami untuk senantiasa belajar lebih giat dan menggali ilmu lebih dalam khususnya mengenai “ Thaharah  ” sehingga dengan kami dapat menemukan hal-hal baru yang belum kami ketahui.
Terima kasih juga kami sampaikan atas petunjuk yang di berikan sehingga kami dapat menyelasaikan tugas Makalah ini dengan usaha semaksimal mungkin. Terima kasih pula atas dukungan para pihak yang turut membantu terselesaikannya laporan ini, ayah bunda, teman-teman serta semua pihak yang penuh kebaikan dan telah membantu penulis.
Terakhir kali sebagai seorang manusia biasa yang mencoba berusaha sekuat tenaga dalam penyelesaian Makalah ini,  tetapi tetap saja tak luput dari sifat manusiawi yang penuh khilaf dan salah, oleh karena itu segenap saran penulis harapkan dari semua pihak guna perbaikan tugas-tugas serupa di masa datang.



Tanjung Pura, Maret, 2016


DAFTAR ISI


 


BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Allah itu bersih dan suci. Untuk menemuinya, manusia harus terlebih dahulu bersuci atau disucikan. Allah mencintai sesuatu yang bersih dan suci. Dalam hukum Islam bersuci dan segala seluk beluknya adalah termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting terutama karena diantaranya syarat-syarat sholat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan melaksanakan sholat, wajib suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian dan tempatnya dari najis. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari sesuatu (barang) yang kotor dan najis sehingga thaharah dijadikan sebagai alat dan cara bagaimana mensucikan diri sendiri agar sah saat menjalankan ibadah.
Mungkin masih banyak dikalangan orang awam yang tidak tahu persis tentang pentingnya thaharah. Namun tidak bisa dipungkiri juga bahsanya juga ada orang yang tahu akan thaharah namun mengabaikannya. maka dari pada itu penulis akan mencoba sedikit menjelaskan apa-apa yang penulis ketahui tentang thaharah dari berbagai sumber. Mudah-mudahan saja melalui makalah ini umat islam sadar akan pentingnya thaharah dan tidak mengabaikan pentingnya thaharah kembali.

B.        RUMUSAN MASALAH

     1.   Apa makna dari thaharah ?
     2.   Apa saja bagian-bagian dari thaharah ?
     3.   Apa saja yang bisa digunakan untuk bersuci ?
     4.   Ada berapa pembagian air dan jelaskan ?
     5.   Jelaskan pengertian dari wudu’, tayamum, dan mandi ?
     6.   Jelaskan rukun-rukun , tayamum, dan mandi ?

                  



BAB II

PEMBAHASAN

A.    THAHARAH

Taharah menurut bahasa berasal dari kata طهور (Thohur), artinya  bersuci atau  bersih.
Menurut istilah adalah bersuci dari hadas, baik hadas besar maupun hadas kecil dan bersuci dari najis yang meliputi badan, pakaian, tempat, dan benda-benda yang terbawa di badan.
Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Dalam kesempatan lain Nabi SAW juga bersabda:
“Nabi Bersabda: Kuncinya shalat adalah suci, penghormatannya adalah takbir dan perhiasannya adalah salam.”
Hukum taharah ialah WAJIB di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan. Dalam hal ini banyak ayat Al qur`an dan hadist Nabi Muhammad saw, menganjurkan agar kita senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin.
Firman Allah Swt :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ (٢٢٢)
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. 2:222)



Didalam hukum Islam tharah meliputi 2 bagian yaitu:[1]
1.      Thaharah lahiriah , atau bersuci dari najis yang meliputi bagian tubuh, pakain, tempat sahalat,dari sesuatu yang najis atau dianggap kotor oleh agama.

2.      Thaharah hukumiyah, atau bersuci dari hadast yang meliputi mandi,berwudhu,dan tayamum.

Urusan Bersuci meliputi beberapa perkara yang berikut:[2]
a.       Alat bersuci seperti air, tanah, dan sebagainya.
b.      Kaifiat (cara) bersuci.
c.       Macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan.
d.      Benda yang wajib disucikan.
e.       Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
Artinya:
Adapun thaharah dalam ilmu fiqh ialah:
a.       Menghilangkan najis.
b.      Berwudlu.
c.       Mandi.
d.      Tayammum.
Alat yang terpenting untuk bersuci ialah air. Jika tidak ada air maka tanah, batu dan sebagainya dijadikan sebagai alat pengganti air.
Pembagian air & Macam Macam Air
Air tersebut dibagi menjadi 4, yaitu :
1.      Air mutlak (air yang suci dan mensucikan), yaitu air yang masih murni, dan tidak bercampur dengan sesuatu yang lain.Yaitu air yang jatuh dari langit atau air yang terbit dari tanah dan masih tetap belum berubah keadanya,seperti air hujan,air laut,air sumur,air es,air embun,dan air yang keluar dari mata air.

2.( Air Musyamas) Air suci yang mensucikan dan makruh di gunakan.
Yaitu air yang sebenarnya suci secara zatnya, juga mensucikan dan sah jika di gunakan untuk bersuci, tetapi makruh di gunakan untuk bersuci. Air jenis ini di sebut dengan Air Musyammas, yaitu air yang di panaskan pada sinar matahari. Air ini makruh di gunakan karena berdasarkan ilmu kedokteran, air yang telah di panaskan dengan sinar matahari bisa menyebabkan penyakit sopak. Akan tetapi, tidak semua air yang dipanaskan dengan sinar matahari makruh di gunakan, sebab ada syarat-syarat tertentu yang menyebabkannya makruh di gunakan, yaitu :
  • Air tersebut ketika dipanaskan berada pada tempat yang terbuat dari besi, tembaga, timah dan sejenisnya. Jika terbuat dari kayu, plastic, tanah, kulit, emas dan perak, air tersebut tidak makruh digunakan.
  • Dipanaskan pada kondisi panas yang luar biasa
  • Tidak mudah mendingin kembali
  • Masih tersedia air yang lain selain air musyammas. Jika sama sekali tidak ada air lain selain air musyammas, maka boleh bahkan wajib menggunakan air musyammas untuk bersuci.
  • Di gunakan pada badan. Jika digunakan untuk mensucikan pakaian atau tempat, maka hukumnya boleh.
Imam Nawawi berpendapat bahwa air musyammas tidak makruh digunakan, sebab menurut beliau, hadits yang menerangkan makruhnya air musyammas hukumnya lemah. Akan tetapi mayoritas mengatakan kemakruhannya.
Selain air musyammas, ada lagi air yang makruh di gunakan, yaitu :
  • Air yang sangat panas, misalnya air yang baru saja di rebus. Air ini bisa dan boleh digunakan lagi serta tidak makruh lagi jika telah mendingin.
  • Air yang sangat dingin, misalnya air yang tersimpan dalam kulkas dalam waktu lama. Air ini juga boleh di gunakan kembali dan tidak makruh setelah derajat kedinginannya kembali ke derajat normal.


3.      (Air Musta’mal) Air suci tetapi tidak mensucikan.
Air ini terbagi menjadi dua :
4.      ir musta’mal, yaitu air yang telah digunakan untuk mensucikan najis atau hadats. Hukumnya suci, tetapi tidak sah digunakan untuk bersuci lagi.
  • Air yang berubah dari wujud aslinya, yaitu air yang berubah karena bercampur dengan benda suci lainnya. Contoh mudah untuk air jenis ini adalah air kopi, air teh, air susu dan lain-lain. Air ini sesungguhnya suci, buktinya tidak ada yang tidak mau jika di suguhi kopi, pasti mau meminumnya. Artinya air ini sebenarnya suci, tetapi tidak bisa mensucikan benda lain.
4. Air Najis, yaitu air yang bernajis meskipun sedikit. Bagian ini di bagi dua :
  • Air yang sedikit. Air dikatakan sedikit jika ukurannya kurang dari dua kullah, jika air kurang dari dua kullah kemasukan najis, maka hukumnya menjadi najis walaupun tidak ada perubahan apapun karena kemasukan najis itu tadi. Air ini mutlak tidak boleh digunakan untuk bersuci.
  • Air yang banyak. Air yang banyak adalah air yang mencukupi bahkan lebih dari dua kullah. Jika air ini kemasukan najis, maka hukumnya suci jika tidak terjadi perubahan pada warna, rasanya dan baunya. Tetapi jika ada perubahan walaupun sedikit pada salah satu sifatnya, maka hukumnya menjadi najis. Air ini tetap boleh digunakan bersuci dengan catatan tidak ada perubahan apapun jika kemasukan najis. Misalnya si A mengencingi air sungai, jika air kencing tersebut tidak menyebabkan bau, rasa dan baunya air sungai berubah, maka hukumnya tetap suci.
Ukuran air dua kullah adalah :
  • 174,580 liter atau berada pada tempat yang ukuran panjang, lebar dan dalamnya adalah 55,9 cm ( Menurut Imam Nawawi ).
  • 176,245 liter atau berada pada tempat yang ukuran panjang, lebar dan dalamnya adalah 56,19 cm ( Menurut Imam Rofii i ).
  • 270 liter menurut kitab Fiqh Islamiyah.
2. Air yang sedikit tidak menjadi najis jika kemasukan bangkai hewan yang tidak memiliki darah, seperti lalat, semut, lebah dan lain-lain.

B.       BERSUCI DARI HADAS/NAJIS

Najis adalah bentuk kotoran yang setiap Muslim diwajibkan untuk membersihkan diri darinya atau mencuci bagian yang terkena olehnya.
Secara khusus, dalam pembahasan ini hanya akan dibahas tentang kebersihan dalam kaitannya dengan perbuatan seseorang yang akan melakukan ibadah. Kebersihan atau bersuci dalam perspektif fiqih bersuci dari hadas maupun najis. Bersuci dari hadas meliputi hadas kecil maupun hadas besar; dan bersuci dari najis meliputi najis mukhaffafah, Mutawasithah maupun mughaladhah.
Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari hadas, baik hadas kecil maupun hadas besar. Hadas kecil seperti buang air kecil (kencing), buang angin (kentut), buang air besar (berak) atau sesuatu yang keluar dari dua lubang (qubul dan dubul) selai mani/darah haid/nifas.
Sedangkan hadas besar termasuk ihtilam (mimpi basah), mengeluarkan air mani, bersenggama, ataupun haid dan nifas. Hadas kecil maupun hadas besar tersebut harus dibersihkan tau disucikan, tidak boleh dibiarkan begitu saja. Dan dalam islam cara membersihkan hadas kecil maupun hadas besar memiliki cara-cara tersendiri, dan sudah menjadi ketentuan baku.
Persoalan lain yang hampir sama dan tidak dapat dipisahkan dalam thaharah ini adalah pembahasan tentang najis. Dalam beberapa hal, antara hadas dan najis tidak bisa saling meniadakan, yaitu ketika seseorang itu berada dalam keadaan najis, seperti segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur adalah najis dan orangnya berhadas, kecuali air mani karena tidak najis. Walaupun ada sedikit perbedaan, kalau  hadas terkait keberadaan seseorang secara langsung, sedangkan najis lebih luas lagi yaitu berkaitan dengan manusia dan segala sesuatu yang berda diluar manusia (hewan maupun yang lainnya yang dianggap najis). Hadas hanya terjadi atas perbuatan manusia sendiri, sedangkan najis terjadi atas perbuatan manusia dan pihak lain, kotoran hewan misalnya yang mengenai atau benda-benda lain yang kena najis dan mengenai manusia.
Ada beberapa macam bembagian najis yaitu:
       1.        Najis mukhaffafah
Najis mukhaffafah adalah najis yang ringan, najis yang dalam penyuciannya dilakukna dengan proses yang sangat sederhana, yaitu cukup dengan memercikkan air pada tempat yang terkena najis. Contoh klasik dari najis mukhaffafah ini misalnya air seni bayi laki-laki yang belum diberi makan apa-apa selain ASI (air susu ibu), maka penyuciannya cukup dengan memercikkan air pada tempat yang terkena kencing tanpa harus digosok-gosok. Ini berdasarkan hadis nabi:

“kencing anak laki-laki dipercik, sedangkan kencing anak kecil perempuang dicuci”
Ketentuan ini berlaku selama keduanya belum makan makanan selain air susu ibunya. Ini berdasarkan hadis Nabi.

“Selama keduanya belum makan, apabila keduanya sudah makan, cara membersihkan kencingnya dengan dicuci”.
       2.        Najis mutawasithah yaitu najis yang masuk dalam kategori sedang; najis yang dalam proses penyuciannya tidak sesederhana pada najis mukhaffafah, melaingkan membutuhkan beberapa kali proses, yaitu menyiramkan air beberapa kali pada tempat yang terkena najis sampai wujud atau bau najis itu hilang. Proses penyucian jenis najis ini dilakukan dengan menyiramkan air beberapa kali pada tempat yang terkena najis, dan kadang-kadang juga membutuhkan alat penyuci lainnya seperti detergen, sabun atau lainnya.
       3.        Najis mughaladhah merupakan najis yang tergolong berat, untuk membersihkan atau mensucikan najis ini diperlukan cara-cara khusus yang harus dilaksanakan.
Seseorang atau sesuatu terkena najis berat maka cara mensucikannya denagan menggunakan air sebanyak 7 (tujuh) kali, salah satunya dicampur denagn tanah.
Oleh karena itu, sebagai umat islam, kita harus selalu  berusaha untuk menjaga kebersihan dan kesucian. Hal ini dikarenakan selain sebagai perintah Allah dan Rasulnya, juga merupakan tindakan untuk menjaga kesehatan, baik kesehatann lahir maupun batin. Jadi, Islam benar-benar memperhatikan kebersihan dan kesucian, dan bahkan hal ini merupakan hal yang sangat penting.

C.     WUDHU

1.      Pengertian Wudhu
Wudhu secara bahasa berarti keindahan dan kecerahan. Sedangkan menurut istilah syara’ bersuci dengan air dalam rangka menghilangkan hadas kecil yang terdapat pada wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki disertai dengan niat.
2.      Rukun Wudlu
a.  Niat

نَوَيْتُ الْوُضُوْءَلِرَفْعِ الْحَدَثِ الْاَصْغَرِفَرْضًالِلّٰهِ تَعَالٰى

            Niat adalah bertujuan sesuatu yang bersamaan dengan pekerjaannya dan tempatnya dihati dan melafadkannya sunnah. dan waktunya niat didalam melaksanakan wudhu yaitu ketika membasuh bagian pertama dari wajah. adapun bacaan niatnya seperti lafadz diatas.
b.  Membasuh Muka
Adapun membasuh muka didalam wudhu batas batasnya adalah secara vertikal dari tempat tumbuhnya rambut secara normal sampai ke dagu. dan secara horizontal dari telinga ke telinga.
c.  Membasuh Kedua tangan
Batasnya yaitu dari ujung jari hingga ke siku lebih sedikit. lebih baiknya lebih 4 atau 5 jari diatas siku.
d.  Membasuh sebagian kepala
Yaitu membasuh sebagian dari pada area kepala atau rambut.
e.  Membasuh kedua kaki
Batasnya yaitu dari jari jari kaki hingga kedua mata kaki lebih sedikit, untuk lebih baiknya hingga ke betis.
f.  Tertib
Yaitu tidak mendahulukan bagian satu dengan bagian yang lain atau sesuai urutan fardhu wudhu diatas.
3. Sunat Wudhu
1.Membaca "bismillaahirrahmaanirraahiim" saat akan mengerjakan wudhu
2.Membersihkan kedua telapak tangan hingga pergelanganBerkumur kumur atau siwak 3x 
3.Menghirup ke dalam hidung dan mengeluarkan 3 kali
4.menyapu kedua telinga kiri dan kanan sebanyak 3kali Mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri Menyilang-nyilangi antara jari-jari tangan dan kaki
5.Setiap basuhan hendaknya 3 kali
Menghadap kiblat Tidak bicara
6.Tidak meminta bantuan, kecuali terpaksa
Membaca doa sesudah berwudhu,
اَشْهَدُ اَنْ لَااِلٰهَ اِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهٗ وَاَشْهَدُاَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهٗ وَرَسُوْلُهٗ، اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ، وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ، وَجْعَلْنَيْ مِنَ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اشْهَدُاَنْ لَااِلٰهَ اِلَّاَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ
“Asyhadu allaa ilaaha illallaah, wahdahu laa syariika lahu, wa asyhadu anna M
uhammadan ‘abduhu wa Rasuuluhu. Allahumma j’alnii minat tawwabiina, waj’alnii minal mutathahiriina waj’alnii min‘ibaadikash shalihiina.”
Artinya: Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan tidak ada yang menyekutukanNya. Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku orang yang ahli bertobat, jadikanlah aku orang yang suci, dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang saleh.
1.Keluar sesuatu dari kubul dan dubur.
2.Hilang akal karna gila, pingsan, mabuk, dan tidur nyenyak.
3.Tersentuh kulit antara laki laki dan perempuan yang bukan muhrimnya dengan tidak memakai tutup
4.Tersentuh kemaluan (kubul dan dubur) dengan telapak tangan atau jari-jari dengan tidak menggunakan tutup.

D.    MANDI

a.       Pengertian
Mandi dalam bahasa arab al ghuslu artinya mengalirkan alir pada apa saja. Menurut pengertian syara’ berarti meratakan air yang suci pada seluruh tubuh disertai dengan niat. Pengertian lain ialah mengalirkan air ke seluruh tubuh baik yang berupa kulit, rambut, ataupun kuku dengan memakai niat tertentu. Mandi ini ada yang hukumnya wajib dan ada yang sunnah.
Mandi besar, mandi junub atau mandi wajib adalah mandi dengan menggunakan air suci dan bersih (air mutlak) yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tujuan mandi wajib adalah untuk menghilangkan hadas besar yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah sholat
b.  Hal – hal yang mewajibakan Mandi
1) Mengeluarkan air mani baik disengaja maupun tidak sengaja
2) Melakukan hubungan seks / hubungan intim / bersetubuh
3) Selesai haid / menstruasi
4) Melahirkan (wiladah) dan pasca melahirkan (nifas)
5) Meninggal dunia yang bukan mati syahid
Bagi mereka yang masuk dalam kategori di atas maka mereka berarti telah mendapat hadas besar dengan najis yang harus dibersihkan. Jika tidak segera disucikan dengan mandi wajib maka banyak ibadah orang tersebut yang tidak akan diterima Allah SWT .
c. Rukun – rukun Mandi
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan selama mandi karena wajib untuk dilakukan :
1. Membaca niat : “Nawaitul ghusla lirof’il hadatsil akbari fardlol lillaahi ta’aalaa” yang artinya “AKu niat mandi wajib untuk menghilangkan hadas besar fardlu karena Allah”.
2. Membilas/membasuh seluluh badan dengan air (air mutlak yang mensucikan) dari ujung kaki ke ujung rambut secara merata.
3. Hilangkan najisnya bila ada .
d. Sunat – sunat mandi
Berikut ini adalah hal-hal yang boleh-boleh saja dilakukan (tidak wajib hukum islamnya) :
1) Sebelum mandi membaca basmalah.
2) Membersihkan najis terebih dahulu.
3) Membasuh badan sebanyak tiga kali
4) Melakukan wudhu/wudlu sebelum mendi wajib
5) Mandi menghadap kiblat
6) Mendahulukan badan sebelah kanan daripada yang sebelah kiri
7) Membaca do’a setelah wudhu/wudlu
Dilakukan sekaligus selesai saat itu juga (muamalah)
Tambahan :
Orang yang sedang hadas besar tidak boleh melakukan shalat, membaca al’quran, thawaf, berdiam di masjid, dan lain-lain.
e. Mandi sunat
1) Mandi untuk Shalat jum’at
2) Mandi untuk Shalat hari raya
3) Sadar dari kehilangan kesadaran akibat pingsan, gila, dbb
4) Muallaf (baru memeluk/masuk agama islam)
5) Setelah memendikan mayit/mayat/jenazah
6) Saat hendak Ihram
7) Ketika akan Sa’i
8)Ketika hendak thawaf
9) dan lain sebagainya
f. Hal- hal yang haram dilakukan oleh orang yang junub sebelum melakukan Mandi
Bagi seseorang yang sedang dalam keadaan junub diharamkan melakukan suatu perbuatan yang bersifat syar’iyah yang tergantung pada wudhu sebelum orang tersebut mandi besar.

E.  TAYAMMUM

a. Pengertian
Tayammum adalah mengusap muka dan dua belah tangan dengan debu yang suci.Tayammum dilakukan sebagai pengganti wudhu jika seseoarang yang akan melaksanakan shalat tidak menemukan air untuk berwudhu .
b. Syarat – Syarat Tayammum
Seseoarang dibolehkan untuk bertayammum jika:
a. Islam
b. Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak bertemu
c. Berhalangan mengguankan air, misalnya karena sakit yang apabila menggunakan air akan kambuh sakitnya
d. Telah masuk waktu shalat
e. Dengan debu yang suci
f. Bersih dari Haid dan Nifas
c. Sebab – sebab disyari’atkannya Tayammum
Adapun Sebab – sebab disyari’atkannya Tayammum adalah :
1. Tidak ada air untuk dipakai bersuci.
2. Tidak mampu menggunakan air atau dalam keadaan membutuhkan air.
d. Rukun Tayammum
a. Niat:
Nawaitut-tayammuma li istibaahatish-shalaati fardhal lillaahi ta’aalaa.
Artinya: “Aku berniat bertayammum untuk dapat mengerjakan shalat, fardhu karena Allah.”
b. Mengusap muka dengan debu tanah, dengan dua kali usapan
c. Mengusap dua belah tangan hingga siku-siku dengan debu tanah
d. Memindahkan debu kepada anggota yang diusap
e. Tertib
e. Sunat Tayammum
1. Membaca basmalah
2. Mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri
3. Menipiskan debu
f. Hal – hak yang membatalkan Tayammum
1. Segala hal yang membatalkan wudhu
2. Melihat air sebelum shalat, kecuali yang bertayammum karena sakit
3. Murtad, keluar dari Islam



BAB III

PENUTUP


A.  KESIMPULAN


Thaharah adalah mengerjakan sesuatu, yang mana ibadah shalat tidak akan sah tanpa melaksanakan hal tersebut”. alat untuk bersesuci titu sendiri ada beberapa macam diantaranya yaitu air, debu, batu, disamak. Melalui macam-macam alat bersesuci itu sendiri maka telah dijelaskan oleh ulama bahwasanya alat bersesuci air itu sendiri  terbagi menjadi tiga bagian. Yaitu air thahhir muthahhir (air mutlak), air thahhir ghairu muthahhir, dan air mutanajjis. Namun di dalam kitab lain di jelaskan pula bahwa air itu terbagi menjadi empat bagian yaitu air thahhir muthahhir, air thahhir ghairu muthahhir, air mutanajjis, dan air musyammas.

B.     SARAN

Setelah penulis mencoba sedikit menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan thaharah maka dengan itu penulis sangat berharap dengan adanya makalah ini para pembaca yang budiman selalu diberikan hidayah oleh Allah SWT. Karena pada dasarnya hidayah tidak akan pernah diberikan oleh Allah SWT. Kepada hambnya jika hambanya tidak mau memiliki sifat kesadaran. Melalui kesadaran itulah seseorang akan diberikan hidayah oleh Allah SWT.
Semoga para pembaca juga sadar akan pentingnya thaharah. Sehingga jika umat islam sudah sadar akan pentingnya thaharah sudah barang tentu mereka semua akan hidup sehat. Serta tidak asal-asalan dalam thaharah. Karena jika penulis lihat di zaman ini masih banyak orang yang berwudu’ namun masih belum benar cara mereka mengerjakannya. Masih ada yang berwudu’ seperti capung mandi. Dalam artian dalam berwudu’ mereka asal bagian anggota wudu’nya terkena air saja tanpa memperhatikan apakah wudu’nya sudah sah atau belum menurut kaca mata islam.


DAFTAR FUSTAKA


Bagir ,Muhammad.2008.Fiqih Fraktis . Cet.1.Bandung:Karisma.
Rasjid ,Sulaiman.1992.Fiqih Islam. Cet.2.Bandung:Sinar Baru.
Al-Ghazi, Muhammad bin Qosim, Fathul Qorib, Surabaya : Nurul Huda


[1] Muhammad Bagir,Fiqih Fraktis,(Bandung:Karisma,Cet.1,2008)hal 47
[2] Sulaiman Rasjid,Fiqih Islam,(Bandung:Sinar Baru,Cet.2,1992) Hal 28

No comments:

Post a Comment

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KOPERATIF DALAM PEMBELAJARAN FIQIH

  BAB I PENDAHULUAN A.      Latar Belakang Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas adalah pembe...