KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan
kehadirat Tuhan yang maha Esa atas ridho dan hidayahnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas Makalah ini dengan penuh keyakinan serta usaha maksimal.
Semoga dengan terselesaikannya tugas ini dapat memberi pelajaran positif bagi
kita semua.
Selanjutnya
penulis juga ucapkan terima kasih kepada bapak dosen mata kuliah Fiqih yang telah memberikan tugas Makalah ini kepada
kami sehingga dapat memicu motifasi kami untuk senantiasa belajar lebih giat
dan menggali ilmu lebih dalam khususnya mengenai “ Thaharah
” sehingga dengan kami dapat menemukan
hal-hal baru yang belum kami ketahui.
Terima kasih juga kami sampaikan atas
petunjuk yang di berikan sehingga kami dapat menyelasaikan tugas Makalah ini dengan
usaha semaksimal mungkin. Terima kasih pula atas dukungan para pihak yang turut
membantu terselesaikannya laporan ini, ayah bunda, teman-teman serta semua
pihak yang penuh kebaikan dan telah membantu penulis.
Terakhir kali sebagai seorang manusia
biasa yang mencoba berusaha sekuat tenaga dalam penyelesaian Makalah ini,
tetapi tetap saja tak luput dari sifat manusiawi yang penuh khilaf dan salah,
oleh karena itu segenap saran penulis harapkan dari semua pihak guna perbaikan
tugas-tugas serupa di masa datang.
Tanjung Pura, Maret, 2016
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Allah itu bersih dan suci. Untuk menemuinya, manusia harus
terlebih dahulu bersuci atau disucikan. Allah mencintai sesuatu yang bersih dan
suci. Dalam hukum Islam bersuci dan segala seluk beluknya adalah termasuk
bagian ilmu dan amalan yang penting terutama karena diantaranya syarat-syarat
sholat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan melaksanakan sholat, wajib
suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian dan tempatnya dari najis. Dalam
kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari sesuatu (barang) yang kotor dan
najis sehingga thaharah dijadikan sebagai alat dan cara bagaimana mensucikan
diri sendiri agar sah saat menjalankan ibadah.
Mungkin masih banyak dikalangan
orang awam yang tidak tahu persis tentang pentingnya thaharah. Namun
tidak bisa dipungkiri juga bahsanya juga ada orang yang tahu akan thaharah
namun mengabaikannya. maka dari pada itu penulis akan mencoba sedikit
menjelaskan apa-apa yang penulis ketahui tentang thaharah dari berbagai
sumber. Mudah-mudahan saja melalui makalah ini umat islam sadar akan pentingnya
thaharah dan tidak mengabaikan pentingnya thaharah kembali.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa makna dari thaharah ?
2. Apa saja bagian-bagian dari thaharah ?
3. Apa saja yang bisa digunakan untuk bersuci ?
4. Ada berapa pembagian air dan jelaskan ?
5. Jelaskan pengertian dari wudu’, tayamum, dan mandi ?
6. Jelaskan rukun-rukun , tayamum, dan mandi ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. THAHARAH
Taharah
menurut bahasa berasal dari kata طهور (Thohur), artinya bersuci atau
bersih.
Menurut istilah adalah bersuci dari
hadas, baik hadas besar maupun hadas kecil dan bersuci dari najis yang meliputi
badan, pakaian, tempat, dan benda-benda yang terbawa di badan.
Taharah
merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Dalam kesempatan lain Nabi SAW juga
bersabda:
قال عليه
الصلاة والسلام: مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ أَلطََّهَارَةُ، وَتَحْرِيْمُهَا
التَّكْبِيْرُ، وَتَحْلِيْلُهَا التَّسْلِيْمُ
“Nabi
Bersabda: Kuncinya shalat adalah suci, penghormatannya adalah takbir dan
perhiasannya adalah salam.”
Hukum
taharah ialah WAJIB di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan. Dalam hal
ini banyak ayat Al qur`an dan hadist Nabi Muhammad saw, menganjurkan agar kita
senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin.
Firman Allah Swt :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ
الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلا
تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ
أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
(٢٢٢)
“Mereka
bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila
mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan
Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. 2:222)
Didalam
hukum Islam tharah meliputi 2 bagian yaitu:[1]
1.
Thaharah
lahiriah , atau bersuci dari najis yang meliputi bagian tubuh, pakain, tempat
sahalat,dari sesuatu yang najis atau dianggap kotor oleh agama.
2.
Thaharah
hukumiyah, atau bersuci dari hadast yang meliputi mandi,berwudhu,dan tayamum.
Urusan
Bersuci meliputi beberapa perkara yang berikut:[2]
a.
Alat bersuci seperti air, tanah, dan
sebagainya.
b. Kaifiat (cara) bersuci.
c.
Macam dan jenis-jenis najis yang
perlu disucikan.
d. Benda yang wajib disucikan.
e.
Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan
wajib bersuci.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
Artinya:
Adapun
thaharah dalam ilmu fiqh ialah:
a.
Menghilangkan najis.
b. Berwudlu.
c.
Mandi.
d. Tayammum.
Alat
yang terpenting untuk bersuci ialah air. Jika tidak ada air maka tanah, batu
dan sebagainya dijadikan sebagai alat pengganti air.
Pembagian
air & Macam Macam Air
Air
tersebut dibagi menjadi 4, yaitu :
1. Air mutlak (air yang suci dan
mensucikan), yaitu air yang masih murni, dan tidak bercampur dengan sesuatu yang
lain.Yaitu air yang jatuh dari langit atau air yang terbit dari tanah dan masih
tetap belum berubah keadanya,seperti air hujan,air laut,air sumur,air es,air
embun,dan air yang keluar dari mata air.
2.( Air Musyamas) Air
suci yang mensucikan dan makruh di gunakan.
Yaitu
air yang sebenarnya suci secara zatnya, juga mensucikan dan sah jika di gunakan
untuk bersuci, tetapi makruh di gunakan untuk bersuci. Air jenis ini di sebut
dengan Air Musyammas, yaitu air yang di panaskan pada sinar matahari. Air ini makruh
di gunakan karena berdasarkan ilmu kedokteran, air yang telah di panaskan
dengan sinar matahari bisa menyebabkan penyakit sopak. Akan tetapi, tidak semua
air yang dipanaskan dengan sinar matahari makruh di gunakan, sebab ada
syarat-syarat tertentu yang menyebabkannya makruh di gunakan, yaitu :
- Air tersebut ketika dipanaskan berada pada tempat yang terbuat dari besi, tembaga, timah dan sejenisnya. Jika terbuat dari kayu, plastic, tanah, kulit, emas dan perak, air tersebut tidak makruh digunakan.
- Dipanaskan pada kondisi panas yang luar biasa
- Tidak mudah mendingin kembali
- Masih tersedia air yang lain selain air musyammas. Jika sama sekali tidak ada air lain selain air musyammas, maka boleh bahkan wajib menggunakan air musyammas untuk bersuci.
- Di gunakan pada badan. Jika digunakan untuk mensucikan pakaian atau tempat, maka hukumnya boleh.
Imam Nawawi berpendapat bahwa air musyammas tidak makruh
digunakan, sebab menurut beliau, hadits yang menerangkan makruhnya air
musyammas hukumnya lemah. Akan tetapi mayoritas mengatakan kemakruhannya.
Selain air musyammas, ada lagi air yang makruh di gunakan, yaitu :
Selain air musyammas, ada lagi air yang makruh di gunakan, yaitu :
- Air yang sangat panas, misalnya air yang baru saja di rebus. Air ini bisa dan boleh digunakan lagi serta tidak makruh lagi jika telah mendingin.
- Air yang sangat dingin, misalnya air yang tersimpan dalam kulkas dalam waktu lama. Air ini juga boleh di gunakan kembali dan tidak makruh setelah derajat kedinginannya kembali ke derajat normal.
3.
(Air
Musta’mal) Air suci tetapi tidak mensucikan.
Air ini terbagi menjadi dua :
4.
ir
musta’mal, yaitu air yang telah digunakan untuk mensucikan najis atau hadats.
Hukumnya suci, tetapi tidak sah digunakan untuk bersuci lagi.
- Air yang berubah dari wujud aslinya, yaitu air yang berubah karena bercampur dengan benda suci lainnya. Contoh mudah untuk air jenis ini adalah air kopi, air teh, air susu dan lain-lain. Air ini sesungguhnya suci, buktinya tidak ada yang tidak mau jika di suguhi kopi, pasti mau meminumnya. Artinya air ini sebenarnya suci, tetapi tidak bisa mensucikan benda lain.
4.
Air Najis, yaitu air yang bernajis meskipun sedikit. Bagian ini di bagi dua :
- Air yang sedikit. Air dikatakan sedikit jika ukurannya kurang dari dua kullah, jika air kurang dari dua kullah kemasukan najis, maka hukumnya menjadi najis walaupun tidak ada perubahan apapun karena kemasukan najis itu tadi. Air ini mutlak tidak boleh digunakan untuk bersuci.
- Air yang banyak. Air yang banyak adalah air yang mencukupi bahkan lebih dari dua kullah. Jika air ini kemasukan najis, maka hukumnya suci jika tidak terjadi perubahan pada warna, rasanya dan baunya. Tetapi jika ada perubahan walaupun sedikit pada salah satu sifatnya, maka hukumnya menjadi najis. Air ini tetap boleh digunakan bersuci dengan catatan tidak ada perubahan apapun jika kemasukan najis. Misalnya si A mengencingi air sungai, jika air kencing tersebut tidak menyebabkan bau, rasa dan baunya air sungai berubah, maka hukumnya tetap suci.
Ukuran air dua kullah adalah :
- 174,580 liter atau berada pada tempat yang ukuran panjang, lebar dan dalamnya adalah 55,9 cm ( Menurut Imam Nawawi ).
- 176,245 liter atau berada pada tempat yang ukuran panjang, lebar dan dalamnya adalah 56,19 cm ( Menurut Imam Rofii i ).
- 270 liter menurut kitab Fiqh Islamiyah.
2.
Air yang sedikit tidak menjadi najis jika kemasukan bangkai hewan yang tidak
memiliki darah, seperti lalat, semut, lebah dan lain-lain.
B. BERSUCI DARI HADAS/NAJIS
Najis adalah
bentuk kotoran yang setiap Muslim diwajibkan untuk membersihkan diri darinya
atau mencuci bagian yang terkena olehnya.
Secara khusus,
dalam pembahasan ini hanya akan dibahas tentang kebersihan dalam kaitannya
dengan perbuatan seseorang yang akan melakukan ibadah. Kebersihan atau bersuci
dalam perspektif fiqih bersuci dari hadas maupun najis. Bersuci dari hadas
meliputi hadas kecil maupun hadas besar; dan bersuci dari najis meliputi najis
mukhaffafah, Mutawasithah maupun mughaladhah.
Dalam kehidupan
sehari-hari, seseorang tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari hadas, baik
hadas kecil maupun hadas besar. Hadas kecil seperti buang air kecil (kencing),
buang angin (kentut), buang air besar (berak) atau sesuatu yang keluar dari dua
lubang (qubul dan dubul) selai mani/darah haid/nifas.
Sedangkan hadas
besar termasuk ihtilam (mimpi basah), mengeluarkan air mani,
bersenggama, ataupun haid dan nifas. Hadas kecil maupun hadas besar tersebut
harus dibersihkan tau disucikan, tidak boleh dibiarkan begitu saja. Dan dalam
islam cara membersihkan hadas kecil maupun hadas besar memiliki cara-cara
tersendiri, dan sudah menjadi ketentuan baku.
Persoalan lain
yang hampir sama dan tidak dapat dipisahkan dalam thaharah ini adalah
pembahasan tentang najis. Dalam beberapa hal, antara hadas dan najis tidak bisa
saling meniadakan, yaitu ketika seseorang itu berada dalam keadaan najis,
seperti segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur adalah najis dan
orangnya berhadas, kecuali air mani karena tidak najis. Walaupun ada sedikit
perbedaan, kalau hadas terkait keberadaan seseorang secara langsung,
sedangkan najis lebih luas lagi yaitu berkaitan dengan manusia dan segala
sesuatu yang berda diluar manusia (hewan maupun yang lainnya yang dianggap
najis). Hadas hanya terjadi atas perbuatan manusia sendiri, sedangkan najis
terjadi atas perbuatan manusia dan pihak lain, kotoran hewan misalnya yang
mengenai atau benda-benda lain yang kena najis dan mengenai manusia.
Ada beberapa
macam bembagian najis yaitu:
1.
Najis
mukhaffafah
Najis
mukhaffafah adalah najis yang ringan, najis yang dalam penyuciannya dilakukna
dengan proses yang sangat sederhana, yaitu cukup dengan memercikkan air pada
tempat yang terkena najis. Contoh klasik dari najis mukhaffafah ini misalnya
air seni bayi laki-laki yang belum diberi makan apa-apa selain ASI (air susu
ibu), maka penyuciannya cukup dengan memercikkan air pada tempat yang terkena
kencing tanpa harus digosok-gosok. Ini berdasarkan hadis nabi:
“kencing anak
laki-laki dipercik, sedangkan kencing anak kecil perempuang dicuci”
Ketentuan ini
berlaku selama keduanya belum makan makanan selain air susu ibunya. Ini
berdasarkan hadis Nabi.
“Selama keduanya belum makan, apabila keduanya
sudah makan, cara membersihkan kencingnya dengan dicuci”.
2.
Najis
mutawasithah yaitu najis yang masuk dalam kategori sedang; najis yang dalam
proses penyuciannya tidak sesederhana pada najis mukhaffafah, melaingkan
membutuhkan beberapa kali proses, yaitu menyiramkan air beberapa kali pada
tempat yang terkena najis sampai wujud atau bau najis itu hilang. Proses
penyucian jenis najis ini dilakukan dengan menyiramkan air beberapa kali pada tempat
yang terkena najis, dan kadang-kadang juga membutuhkan alat penyuci lainnya
seperti detergen, sabun atau lainnya.
3.
Najis
mughaladhah merupakan najis yang tergolong berat, untuk membersihkan atau
mensucikan najis ini diperlukan cara-cara khusus yang harus dilaksanakan.
Seseorang atau
sesuatu terkena najis berat maka cara mensucikannya denagan menggunakan air
sebanyak 7 (tujuh) kali, salah satunya dicampur denagn tanah.
Oleh karena
itu, sebagai umat islam, kita harus selalu berusaha untuk menjaga
kebersihan dan kesucian. Hal ini dikarenakan selain sebagai perintah Allah dan
Rasulnya, juga merupakan tindakan untuk menjaga kesehatan, baik kesehatann
lahir maupun batin. Jadi, Islam benar-benar memperhatikan kebersihan dan
kesucian, dan bahkan hal ini merupakan hal yang sangat penting.
C. WUDHU
1. Pengertian
Wudhu
Wudhu secara bahasa berarti keindahan dan kecerahan.
Sedangkan menurut istilah syara’ bersuci dengan air dalam rangka menghilangkan
hadas kecil yang terdapat pada wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki
disertai dengan niat.
2. Rukun
Wudlu
a. Niat
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَلِرَفْعِ الْحَدَثِ
الْاَصْغَرِفَرْضًالِلّٰهِ تَعَالٰى
Niat adalah bertujuan sesuatu yang bersamaan dengan pekerjaannya dan tempatnya dihati dan melafadkannya sunnah. dan waktunya niat didalam melaksanakan wudhu yaitu ketika membasuh bagian pertama dari wajah. adapun bacaan niatnya seperti lafadz diatas.
b. Membasuh Muka
Adapun membasuh muka didalam wudhu
batas batasnya adalah secara vertikal dari tempat tumbuhnya rambut secara
normal sampai ke dagu. dan secara horizontal dari telinga ke telinga.
c. Membasuh Kedua tangan
Batasnya yaitu dari ujung jari hingga
ke siku lebih sedikit. lebih baiknya lebih 4 atau 5 jari diatas siku.
d.
Membasuh sebagian kepala
Yaitu membasuh sebagian dari pada area
kepala atau rambut.
e. Membasuh kedua kaki
Batasnya yaitu dari jari jari kaki
hingga kedua mata kaki lebih sedikit, untuk lebih baiknya hingga ke betis.
f. Tertib
Yaitu
tidak mendahulukan bagian satu dengan bagian yang lain atau sesuai urutan
fardhu wudhu diatas.
3.
Sunat Wudhu
1.Membaca
"bismillaahirrahmaanirraahiim" saat akan mengerjakan wudhu
2.Membersihkan kedua telapak tangan hingga pergelanganBerkumur kumur atau siwak 3x
2.Membersihkan kedua telapak tangan hingga pergelanganBerkumur kumur atau siwak 3x
3.Menghirup
ke dalam hidung dan mengeluarkan 3 kali
4.menyapu
kedua telinga kiri dan kanan sebanyak 3kali Mendahulukan yang kanan dari pada
yang kiri Menyilang-nyilangi antara jari-jari tangan dan kaki
5.Setiap
basuhan hendaknya 3 kali
Menghadap kiblat Tidak bicara
Menghadap kiblat Tidak bicara
6.Tidak
meminta bantuan, kecuali terpaksa
Membaca doa sesudah berwudhu,
Membaca doa sesudah berwudhu,
اَشْهَدُ اَنْ لَااِلٰهَ اِلَّااللهُ
وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهٗ
وَاَشْهَدُاَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهٗ
وَرَسُوْلُهٗ،
اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ، وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ،
وَجْعَلْنَيْ مِنَ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اشْهَدُاَنْ
لَااِلٰهَ اِلَّاَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ
“Asyhadu allaa ilaaha
illallaah, wahdahu laa syariika lahu, wa asyhadu anna M
uhammadan ‘abduhu wa Rasuuluhu. Allahumma j’alnii minat tawwabiina, waj’alnii minal mutathahiriina waj’alnii min‘ibaadikash shalihiina.”
uhammadan ‘abduhu wa Rasuuluhu. Allahumma j’alnii minat tawwabiina, waj’alnii minal mutathahiriina waj’alnii min‘ibaadikash shalihiina.”
Artinya: Aku
bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan tidak ada yang menyekutukanNya.
Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah,
jadikanlah aku orang yang ahli bertobat, jadikanlah aku orang yang suci, dan
jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang saleh.
1.Keluar
sesuatu dari kubul dan dubur.
2.Hilang akal karna gila, pingsan, mabuk, dan tidur nyenyak.
3.Tersentuh kulit antara laki laki dan perempuan yang bukan muhrimnya dengan tidak memakai tutup
2.Hilang akal karna gila, pingsan, mabuk, dan tidur nyenyak.
3.Tersentuh kulit antara laki laki dan perempuan yang bukan muhrimnya dengan tidak memakai tutup
4.Tersentuh
kemaluan (kubul dan dubur) dengan telapak tangan atau jari-jari dengan tidak
menggunakan tutup.
D. MANDI
a. Pengertian
Mandi dalam bahasa arab al ghuslu artinya mengalirkan
alir pada apa saja. Menurut pengertian syara’ berarti meratakan air yang suci
pada seluruh tubuh disertai dengan niat. Pengertian lain ialah mengalirkan air
ke seluruh tubuh baik yang berupa kulit, rambut, ataupun kuku dengan memakai
niat tertentu. Mandi ini ada yang hukumnya wajib dan ada yang sunnah.
Mandi besar, mandi
junub atau mandi wajib adalah mandi dengan menggunakan air suci dan bersih (air
mutlak) yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut ke seluruh tubuh mulai
dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tujuan mandi wajib adalah untuk
menghilangkan hadas besar yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah
sholat
b.
Hal – hal yang mewajibakan Mandi
1) Mengeluarkan air
mani baik disengaja maupun tidak sengaja
2) Melakukan hubungan
seks / hubungan intim / bersetubuh
3) Selesai haid /
menstruasi
4) Melahirkan (wiladah)
dan pasca melahirkan (nifas)
5) Meninggal dunia yang
bukan mati syahid
Bagi mereka yang masuk dalam kategori di atas maka mereka
berarti telah mendapat hadas besar dengan najis yang harus dibersihkan. Jika
tidak segera disucikan dengan mandi wajib maka banyak ibadah orang tersebut
yang tidak akan diterima Allah SWT .
c. Rukun – rukun Mandi
Berikut ini adalah
hal-hal yang perlu diperhatikan selama mandi karena wajib untuk dilakukan :
1. Membaca niat :
“Nawaitul ghusla lirof’il hadatsil akbari fardlol lillaahi ta’aalaa” yang artinya
“AKu niat mandi wajib untuk menghilangkan hadas besar fardlu karena Allah”.
2.
Membilas/membasuh seluluh badan dengan air (air mutlak yang mensucikan) dari
ujung kaki ke ujung rambut secara merata.
3. Hilangkan
najisnya bila ada .
d. Sunat – sunat mandi
Berikut ini adalah
hal-hal yang boleh-boleh saja dilakukan (tidak wajib hukum islamnya) :
1) Sebelum mandi
membaca basmalah.
2) Membersihkan
najis terebih dahulu.
3) Membasuh badan
sebanyak tiga kali
4) Melakukan
wudhu/wudlu sebelum mendi wajib
5) Mandi menghadap
kiblat
6) Mendahulukan
badan sebelah kanan daripada yang sebelah kiri
7) Membaca do’a
setelah wudhu/wudlu
Dilakukan
sekaligus selesai saat itu juga (muamalah)
Tambahan :
Orang yang sedang
hadas besar tidak boleh melakukan shalat, membaca al’quran, thawaf, berdiam di
masjid, dan lain-lain.
e. Mandi sunat
1) Mandi untuk
Shalat jum’at
2) Mandi untuk
Shalat hari raya
3) Sadar dari
kehilangan kesadaran akibat pingsan, gila, dbb
4) Muallaf (baru
memeluk/masuk agama islam)
5) Setelah
memendikan mayit/mayat/jenazah
6) Saat hendak
Ihram
7) Ketika akan
Sa’i
8)Ketika hendak
thawaf
9) dan lain
sebagainya
f. Hal- hal yang haram dilakukan oleh orang
yang junub sebelum melakukan Mandi
Bagi seseorang
yang sedang dalam keadaan junub diharamkan melakukan suatu perbuatan yang
bersifat syar’iyah yang tergantung pada wudhu sebelum orang tersebut mandi
besar.
E. TAYAMMUM
a. Pengertian
Tayammum
adalah mengusap muka dan dua belah tangan dengan debu yang suci.Tayammum
dilakukan sebagai pengganti wudhu jika seseoarang yang akan melaksanakan shalat
tidak menemukan air untuk berwudhu .
b. Syarat – Syarat Tayammum
Seseoarang
dibolehkan untuk bertayammum jika:
a. Islam
b. Tidak ada air
dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak bertemu
c. Berhalangan
mengguankan air, misalnya karena sakit yang apabila menggunakan air akan kambuh
sakitnya
d. Telah masuk
waktu shalat
e. Dengan debu
yang suci
f. Bersih dari
Haid dan Nifas
c. Sebab – sebab disyari’atkannya Tayammum
Adapun Sebab –
sebab disyari’atkannya Tayammum adalah :
1. Tidak ada air
untuk dipakai bersuci.
2. Tidak mampu
menggunakan air atau dalam keadaan membutuhkan air.
d. Rukun Tayammum
a. Niat:
Nawaitut-tayammuma
li istibaahatish-shalaati fardhal lillaahi ta’aalaa.
Artinya: “Aku
berniat bertayammum untuk dapat mengerjakan shalat, fardhu karena Allah.”
b. Mengusap muka
dengan debu tanah, dengan dua kali usapan
c. Mengusap dua
belah tangan hingga siku-siku dengan debu tanah
d. Memindahkan
debu kepada anggota yang diusap
e. Tertib
e. Sunat Tayammum
1. Membaca
basmalah
2. Mendahulukan
anggota yang kanan daripada yang kiri
3. Menipiskan debu
f. Hal – hak yang membatalkan Tayammum
1. Segala hal yang
membatalkan wudhu
2. Melihat air
sebelum shalat, kecuali yang bertayammum karena sakit
3. Murtad, keluar
dari Islam
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Thaharah adalah mengerjakan sesuatu,
yang mana ibadah shalat tidak akan sah tanpa melaksanakan hal tersebut”. alat
untuk bersesuci titu sendiri ada beberapa macam diantaranya yaitu air, debu,
batu, disamak. Melalui macam-macam alat bersesuci itu sendiri maka telah
dijelaskan oleh ulama bahwasanya alat bersesuci air itu sendiri terbagi
menjadi tiga bagian. Yaitu air thahhir muthahhir (air mutlak), air thahhir
ghairu muthahhir, dan air mutanajjis. Namun di dalam kitab lain di
jelaskan pula bahwa air itu terbagi menjadi empat bagian yaitu air thahhir
muthahhir, air thahhir ghairu muthahhir, air mutanajjis, dan
air musyammas.
B. SARAN
Setelah penulis mencoba sedikit
menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan thaharah maka dengan itu penulis
sangat berharap dengan adanya makalah ini para pembaca yang budiman selalu
diberikan hidayah oleh Allah SWT. Karena pada dasarnya hidayah tidak akan
pernah diberikan oleh Allah SWT. Kepada hambnya jika hambanya tidak mau
memiliki sifat kesadaran. Melalui kesadaran itulah seseorang akan diberikan
hidayah oleh Allah SWT.
Semoga para pembaca juga sadar akan
pentingnya thaharah. Sehingga jika umat islam sudah sadar akan pentingnya
thaharah sudah barang tentu mereka semua akan hidup sehat. Serta tidak asal-asalan
dalam thaharah. Karena jika penulis lihat di zaman ini masih banyak orang yang
berwudu’ namun masih belum benar cara mereka mengerjakannya. Masih ada yang
berwudu’ seperti capung mandi. Dalam artian dalam berwudu’ mereka asal bagian
anggota wudu’nya terkena air saja tanpa memperhatikan apakah wudu’nya sudah sah
atau belum menurut kaca mata islam.
DAFTAR FUSTAKA
Bagir
,Muhammad.2008.Fiqih Fraktis . Cet.1.Bandung:Karisma.
Rasjid
,Sulaiman.1992.Fiqih Islam. Cet.2.Bandung:Sinar
Baru.
Al-Ghazi,
Muhammad bin Qosim, Fathul Qorib,
Surabaya : Nurul Huda
No comments:
Post a Comment